Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Oriental Circus Indonesia (OCI) mengklaim telah mengikuti rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk memenuhi hak anak-anak pemain sirkus. Perwakilan OCI, Tony Sumampau, berkata salah satu upaya keluarganya adalah menyekolahkan sejumlah anak di sekolah formal.
“Kami ikuti saja apa yang jadi rekomendasi (Komnas HAM). Buktinya ada, ada ijazahnya sekolah mereka,” kata Tony kepada sejumlah awak media di bilangan Melawai, Jakarta Selatan, Kamis, 17 April 2025.
Jumlah anak yang dikirim ke bangku sekolah formal, menurut Tony, adalah 15 orang. Sebelumnya, para anak pemain sirkus diberi pendidikan dari rumah atau homeschooling.
Dua dari sejumlah anak yang disekolahkan secara formal oleh OCI adalah saudara kembar bernama Nova dan Novi. Kepada awak media, Tony menunjukkan salinan digital dua ijazah yang diterbitkan oleh Sekolah Menengah Pertama (SMP) Warga Bhakti di Cisarua, Bogor.
Di ijazah tersebut tertulis Nova dan Novi, keduanya kelahiran 24 September 1995, lulus pada 2 Juni 2012. Nama orang tua yang tertulis di ijazah tersebut adalah Tony S. Ia mengatakan dua anak kembar itu telah bersekolah formal sejak 1997. “Dari 1997 sudah sekolah, sampai lulus,” ujarnya.
Pada 1997, Komnas HAM meminta Oriental Circus Indonesia untuk mencegah dan mengakhiri perbuatan yang menimbulkan pelanggaran HAM terhadap anak-anak pemain sirkus. Komisi menyatakan OCI telah melakukan sejumlah pelanggaran HAM terhadap anak-anak tersebut.
Pelanggaran yang disebutkan adalah terhadap hak anak untuk mengetahui asal-usul, identitas, dan hubungan kekeluargaan; hak anak untuk bebas dari eksploitasi yang bersifat ekonomis; hak anak untuk memperoleh pendidikan umum yang layak; serta hak anak untuk mendapatkan pelindungan keamanan dan jaminan sosial yang layak.
Beberapa rekomendasi Komnas HAM lainnya adalah agar OCI “menjernihkan asal-usul anak pemain sirkus”, memastikan latihan sirkus “jangan sampai menjurus ke arah penyiksaan” mental maupun psikis, serta menyelesaikan berbagai sengketa dengan anak-anak pemain sirkus “secara kekeluargaan”.
Awalnya pada 1970-an, Tony menghabiskan masa kecil bersama anak-anak pemain sirkus OCI, yang pada 2025 sudah berusia dewasa. Sekitar lima dekade kemudian, para pemain sirkus yang sudah dewasa kembali mengungkap adanya dugaan eksploitasi dan pelanggaran HAM yang terjadi pada mereka selama di OCI.
Isu ini kembali mencuat ketika delapan perwakilan dari para korban menyambangi kantor Kementerian HAM di Jakarta Selatan pada Selasa, 15 April 2025. Sebagian besar adalah perempuan paruh baya. Mereka berdialog dengan Wakil Menteri HAM, Mugiyanto, beserta dua direktur jenderal kementerian tersebut.
Para korban mengaku mengalami berbagai bentuk kekerasan seperti dipukul, disetrum, dipaksa bekerja dalam kondisi sakit, dipisahkan dari anaknya setelah melahirkan, hingga dipaksa makan kotoran hewan.
Dalam kronologi tertulis dari pendamping korban, dikatakan bahwa para pemilik dan/atau pengelola OCI serta Taman Safari Indonesia mengambil dan memisahkan lebih dari 60 anak-anak berusia 2 – 4 tahun dari orang tua mereka. Kemudian di usia 4 – 6 tahun, mereka diduga dipekerjakan tanpa upah, tidak disekolahkan, dan tidak diberi tahu identitas aslinya.
Butet, salah satu eks pemain sirkus, mengatakan pihak OCI tidak pernah memberinya pendidikan formal selama bekerja di sana.
“Tidak ada pendidikan sekolah. Saya diajari hanya baca, ‘Budi pergi ke sekolah’, itu aja,” kata dia saat audiensi dengan Kementerian HAM. “Itu pun yang ngajarin bukan guru, tapi karyawati.”
Anak kandung Butet, Debby Suwandi, juga dilatih sebagai pemain sirkus di OCI. Lahir ketika Butet masih bekerja di OCI, Debby kini berusia 35 tahun. Ia menjadi salah satu anak yang bersekolah formal selain Nova dan Novi. Menurutnya, semua anak pemain sirkus didaftarkan di sekolah yang sama di Cisarua.
Namun, kata dia, jadwal sekolahnya tak seperti sekolah biasa. “Sekolahnya itu aneh, satu minggu sekali,” tuturnya. “Kalau mau ujian naik kelas, ujian kelulusan, saya baru datang.”
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini