KEGEMARAN Ismail Saleh yang tidak begitu diketahui orang ialah
mengumpulkan karikatur terutama yang berkenaan dengan dirinya
dan instansi yang dipimpinnya Kejaksaan Agung. Dua di antara
koleksinya, yang dipajang di ruang kerjanya di Jalan Hasanudin,
Kebayoran Baru, Jakarta, merupakan karya asli dari yang pernah
dimuat di harian Kompas dan Sinar Harapan.
Yang pertama, ia bersama Ali Said dan Mudjono digambarkan
sebagai tiga pendekar raja Prancis, The Three Msketeers. Tapi
ia lebih menyukai gambar yang kedua: ia digambarkan sebagai
salah satu tokoh punakawan, Gareng, tanpa menghilangkan
totol-totol hitam di mukanya.
Ismail Saleh, 50 tahun, Ali Said (Menteri Kehakiman) dan
Mudjono (Ketua Mahkamah Agung) sejak dua tahun lalu memang
menjadi tokoh-tokoh yang banyak dibebani harapan masyarakat:
trio penegak hukum.
Ia diangkat menjadi Jaksa Agung Februari 1981, setelah bertugas
lama sebagai sekretaris kabinet. Program pertama jenderal
purnawirawan berbintang tiga itu kedengarannya aneh, tapi khas
dia sebagai seorang administrator: "Operasi Membersihkan Meja".
Apa ini? Sederhana, katanya, "mulai dan yang biasa-biasa saja:
habis kerja, bereskan meja, masukkan semua berkas ke lemari."
Pembersihan sederhana ini toh bisa berarti banyak. Misalnya,
untuk perkara yang bisa diselesaikan hari itu, jaksa harus
menyelesaikannya hari itu juga. Hasil yang diharap: tidak akan
ada penumpukan perkara.
"Implikasinya," kata Ismail Saleh, "aparatur dan administrasi
harus bersih, lebih-lebih mentalnya, sehingga 'di bawah meja' pun
bersih, tidak ada permainan."
Operasi tersebut, menurut Jaksa Agung, adalah permulaan dari
keinginan "berpemerintahan yang bersih". Sehingga, "pemerintahan
yang bersih tidak hanya menjadi slogan saja," tambahnya.
Program kedua Kejaksaan Agung ialah "penertiban". Batu uji
aparat kejaksaan ialah kasus tenggelamnya kapal Tampomas dan
manipulasi pajak di perusahaan PMA. "Di situ ditunjukkan bahwa
aparat kejaksaan dapat memeriksa perkara sebaik-baiknya,
obyektif, tanpa harus menggebrak meja." Dari situ Ismail Saleh
lalu menyimpulkan bahwa aparatnya telah siap dalam arti
profesional maupun mental.
Berikutnya, tahun ini, disebutkannya sebagai "tahun pemantapan".
Dimulai dengan penyidikan kasus-kasus korupsi dan penyelewengan
lain di daerah.
Mengapa kasus reboisasi diprioritaskan?
Prinsipnya, yang menyangkut kepentingan rakyat banyak di masa
sekarang maupun mendatang, harus diamankan. Seperti reboisasi,
misalnya, meski anggaran sekarang terbatas, biaya untuk reboisasi
tetap diprioritaskan - supaya ada yang diwariskan kepada generasi
nanti.
Bagaimana penyelewengan di bidang itu biasa dilakukan?
Manipulasi administrasi. Misalnya, ketentuan tender dilanggar,
meski sudah diketahui bahwa proyek di atas Rp 20 juta harus
ditenderkan. Areal pemukiman, hutan yang masih hijau, bahkan
rawa-rawa, juga disebut sebagai areal reboisasi. Msih banyak
cara lain (lihat bagan hal. 74)
Celakanya, demi kelestarian, pemerintahtetap harus mengeluarkan
dana lagi. Dan kalau pelaksanaan yang berikutnya tidak diawasi
tentu dana akan meleleh lagi.
Bagaimana cara pengawasannya?
Berdasarkan Keppres No. 86/1982 organisasi Kejaksaan Agung
diubah. Sekarang ada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana
Khusus yang akan menangani, antara lain, perkara-perkara korupsi
dan penyelewengan-penyelewengan lain. Itu wadahnya.
Saya juga telah "mengamankan" kegiatan petugas di daerah dengan
cara berkirim surat kepada para gubernur, panglima dan kadapol.
Petugas tidak akan ragu-ragu lagi, karena merasa mendapat
dukungan dari pusat.
Menteri-menteri juga telah saya hubungi. Saya jelaskan dengan
sebuah blue prin yang berisi pola modus operandi penyelewengan,
sehingga jelas di mana titik rawan, lubanglubang kebocoran, yang
biasanya dimainkan. Semua itu saya dapatkan dari berbagai kasus
korupsi dan penyelewengan, lalu saya masukkan dalam suatu
sistem, agar menjadi bahan referensi bagi tindakan pengawasan,
pengamanan dan terutama pencegahan di setiap instansi.
Berapa besar kasus penyelewengan reboisasi merugikan negara?
Belum jelas. Angka-angka yang terungkap makin membengkak saja.
Di Sulawesi Tengah, misalnya, mula-mula diketahui hanya Rp 900
juta. Belakangan membengkak menjadi Rp 1,2 milyar - angka itu
pun masih belum tentu benar. Kasusnya juga berkembang di
mana-mana: Sul-Ut, Sul-Sel, Kal-Sel, NTB, dan terakhir di
Lampung.
Apa yang akan ditangani kejaksaan setelah masalah reboisasi?
Penyelewengan di transmigrasi dan koperasi. Kasus penyelewengan
di koperasi tidak begitu besar. Tapi, karena koperasi merupakan
wajah kesejahteraan rakyat, dasar hukumnya pun UUD 1945, maka
harus dipeli-hara - untuk menjaga-wajah.
Benarkah ada kasus-kasus yang tidak bisa ditembus kejaksaan -
seperti kasus Pertamina dan Tampomas?
Penertiban kasus Pertamina - saya duduk dalam tim bersama Piet
Haryono dan Hasnan Habib - sudah diselesaikan menurut hukum
administratif: yang bersalah sudah diberhentikan. Soal Tampomas,
menurut saya, sudah selesai secara tuntas dari segi pidananya -
sudah disidangkan di pengadilan.
Kasus korupsi mana yang ditindak oleh Opstib dan yang ditangani
kejaksaan?
Memang ada kekisruhan. Opstib dibentuk berdasarkan instruksi
presiden, sasarannya aparatur, untuk menemukan penyalahgunaan
atau penyelewengan oleh aparatur. Kasusnya tentu diselesaikan
menurut hukum administrasi: diturunkan pangkatnya atau
diberhentikan. Yang mengandung segi pidana baru diserahkan
ke kejaksaan.
Urusan penertiban kan di bawah Menpan. Tapi yang menonjol selama
ini memang bukan Menpan tapi Pak Domo-nya [maksudnya: Laksamana
Sudomo, bekas Pangkopkamtib].
Masalah korupsi dan pungli bukan hanya masalah hukum saja. Yang
"diambil" bukan hanya uang negara, tapi juga kepercayaan
terhadap pemerintah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini