Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Maya Miranda Ambarsari bermitra dengan Donny Wijaya pada awal 2019.
Bersama Donny, Maya merambah ke pengolahan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Belakangan, laporan keuangan dan pembagian keuntungan tersendat.
BANGUNAN tiga lantai di rumah perkantoran Grand Galaxy City, Bekasi, Jawa Barat, itu terpacak plang perusahaan ekspedisi dan toko Ina. Tak ada tanda-tanda gedung tersebut merupakan kantor perusahaan. Padahal, dalam akta perusahaan PT Sumber Baru Indah dengan pembaruan terakhir pada Mei 2019, PT Sumber Baru Indah mencantumkan alamatnya di bangunan tersebut. “Tidak ada perusahaan dengan nama itu di sini. Biasanya hanya Tiki dan toko kerudung,” kata Ipan, yang sudah tiga tahun berdagang martabak di halaman rumah perkantoran itu, Jumat, 3 Juli lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sumber Baru Indah merupakan perusahaan yang bergerak dalam penjualan minyak dan batu bara. Perusahaan ini didirikan oleh enam orang pada 2003. Lokasi kantornya semula di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Donny Wijaya dan Ippiandi Mahmud baru masuk jajaran direktur perusahaan ini pada Agustus 2018. Tapi Donny mencantumkan nama istrinya, Kurnia, sebagai komisaris utama. “Pak Donny tidak suka namanya muncul,” ujar Kurnia pada Jumat, 3 Juli lalu. Dalam akta teranyar, ada penambahan komisaris baru, Andreas Reza Nazaruddin, suami pengusaha Maya Miranda Ambarsari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kurnia mengatakan suaminya dikenalkan kepada Maya oleh Ippiandi pada awal 2019. Menurut dia, anak Ippiandi dan Maya bersekolah di sekolah menengah atas berasrama di Magelang, Jawa Tengah. Dalam perkenalan itu, Maya tertarik bekerja sama dengan Donny, yang diperkenalkan memiliki bisnis berdagang minyak dan batu bara. Menurut Kurnia, saat ia menikah dengan Donny pada 2013, Donny menjadi pebisnis nikel di Morowali, Sulawesi Tengah.
Dua orang yang mengetahui bisnis itu bercerita, awalnya Donny tak hanya berbisnis dengan Ippiandi, tapi juga dengan seorang penegak hukum dan dua warga sipil. Keduanya mengatakan bisnis itu semi-ilegal, ada minyak yang resmi dan ada “kencing minyak”. Kencing minyak merupakan modus penyulingan minyak secara tidak resmi dari kapal atau mobil pengangkut bahan bakar.
Pada Maret 2019, Maya mengajak Donny berbisnis tanpa melibatkan Ippiandi melalui bendera baru tapi dengan usaha di bidang perminyakan. Bersamaan dengan itu, Maya mengakuisisi PT Tawu Inti Bati, perusahaan pengolahan limbah berbahaya di Karawang, Jawa Barat, milik pengusaha asal Cina. Dalam akta PT Tawu Inti Bati dengan data pembaruan 15 Agustus 2019, tercatat Maya Miranda Ambarsari sebagai direktur. Ia memiliki saham Rp 7,2 miliar. Sedangkan warga negara Cina itu tercantum sebagai komisaris dengan kepemilikan saham Rp 4,8 miliar.
Dalam artikel di situs pribadi Maya Miranda yang terbit pada 8 Agustus 2019, tertulis bahwa Maya merambah ke bisnis pabrik kilang minyak yang mengolah limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) menjadi produk bahan bakar di bawah bendera usaha PT Tawu Inti Bati. Perusahaannya itu bergerak di bisnis pengolahan oli bekas. “Bisnis pengolahan oli bekas ini sangat mendukung program pemerintah dalam rangka mencari sumber energi baru yang terbarukan sekaligus membantu lingkungan hidup dalam mengatasi limbah oli bekas dari dunia Industri,” ujar Maya saat meresmikan pabrik PT Tawu Inti Bati di Karawang.
Kuasa hukum Donny, Pahrur Dalimunthe, mengatakan kliennya lantas didapuk Maya sebagai Direktur Operasional PT Tawu Inti Bati. Perusahaan ini memiliki empat sektor bisnis di tempat lain, yakni pengolahan minyak di Cilegon, Banten; perdagangan batu bara dan perdagangan minyak di Surabaya; serta pengolahan minyak di lepas pantai. Investasi empat sektor bisnis ini nilainya Rp 21 miliar. “Laporannya setiap bulan. Kalau ada untung ditransfer ke Maya dan Reza,” kata Pahrur.
Donny selalu menyiapkan laporan keuangan per bulan hingga September 2019. Pada akhir September tahun lalu itu, menurut Pahrur, Donny sibuk dan jarang berjumpa dengan Maya dan Reza sehingga tidak bisa melapor secara langsung. Tiga bulan kemudian, Maya tiba-tiba meminta semua uang investasinya dikembalikan. “Tidak bisa serta-merta. Ini kan jualan minyak, muter lagi, jualan lagi. Karena uang ini ada di rekan bisnis, bukan diambil Pak Donny,” ujarnya. Pahrur kini menggugat perdata Maya dan Reza di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas penghentian kerja sama bisnis secara tiba-tiba. Apalagi ada pula persoalan dalam perdagangan batu bara.
Pada Agustus 2019, kata Pahrur, Reza meminta Donny memesan batu bara di Morowali sebanyak dua tongkang. Namun uang pembayaran batu bara itu baru dikirimkan Reza dua bulan kemudian. “Itu pun yang dibayar hanya satu tongkang, sekitar Rp 6 miliar,” ucapnya. Kualitas batu bara yang disiapkan sejak Agustus itu menurun. Saat batu bara dipasok ke salah satu pabrik kertas di Surabaya, perusahaan tersebut menolak. “Uang ini nyangkut jadinya. Maya dan Reza tahu bisnis-bisnis itu di mana saja dan dikelola siapa saja,” ujar Pahrur.
Pahrur pun mengantongi beberapa surat pernyataan dari rekan bisnis Donny yang menyatakan bisnis masih berjalan dan uang masih berputar. “Kami juga punya catatan keuangan tiap bulan,” katanya.
Rumah kantor di Grand Galaxy City BD130B, Bekasi sebagai alamat PT Sumber Baru Indah, 3 Juli 2020./PO/Linda Trianita
Kerja sama bisnis ini kemudian berujung pada pelaporan Donny oleh Maya dan Reza ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya. Ippiandi Mahmud juga melaporkan Donny dengan tuduhan penipuan atau penggelapan. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat mengatakan penyidik menetapkan Donny sebagai tersangka penipuan atau penggelapan atas laporan Maya pada 22 April lalu.
Pada 10 Juni lalu, penyidik langsung menahan Donny saat menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka. Awal Juli ini, penyidik kembali menyematkan status tersangka terhadap Donny atas laporan Ippiandi. “Kalau laporan Maya dan Reza dugaan kerugiannya Rp 38 miliar dan laporan Ippiandi Rp 6,9 miliar,” ujarnya.
Ade enggan menjelaskan bagaimana bentuk penipuan atau penggelapan yang diduga dilakukan Donny. Dia meyakini penyidik memiliki alat bukti kuat untuk menjerat pria itu. Ade menerangkan, ada satu orang lagi yang berkonsultasi kepada dia bahwa telah dirugikan oleh Donny sejumlah Rp 2,5 miliar. Ihwal adanya dugaan bisnis semi-ilegal, Ade menyatakan anak buahnya tetap berfokus pada perkara penipuan dan penggelapan.
Dimintai tanggapan, Maya dan Reza tak merespons panggilan telepon ataupun pesan dari Tempo. Surat permohonan wawancara dikirimkan ke rumah Maya di Jalan Niaga Hijau Raya Nomor 68, kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Seorang penjaga rumah Maya yang menerima surat itu mengatakan majikannya sedang tidak ada pada Kamis, 1 Juli lalu. Ippiandi Mahmud juga tak menjawab panggilan telepon ataupun membalas pesan dari Tempo.
LINDA TRIANITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo