Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Pelampiasan dendam pada anak-anak

Di amerika serikat, pembunuh berdarah dingin gentayangan membantai anak-anak. patrick edward purdy menembak mati 5 anak & 30 lainnya luka, diduga ia punya pengalaman pahit dengan gurunya dan sekolah.

28 Januari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH suaminya tewas dalam perang di Kamboja, 1977, Or bersama seorang anaknya mengungsi ke Amerika. "Aku ingin berada nun di tempat yang penuh kedamaian, Amerika Serikat," kata Or. Wanita Kamboja itu memang menikmati kedamaian di negerinya yang baru, sampai Selasa pekan lalu, ketika anaknya ikut terbantai dalam kasus penembakan di SD Cleveland Stockton, California. "Hampir-hampir aku tak, percaya, anakku mati tertembak," tuturnya terisak-isak. Anak lelaki Or adalah korban seorang pria yang mengidap gangguan jiwa, yang penyebabnya diduga bersumber di sekolah. Apa mungkin lembaga pendidikan 3 seperti sekolah menjadi tempat persemaian yang bagus buat para pembunuh? Sejumlah kasus yang terjadi sejak 1985 membenarkan kemungkinan itu. Malah menurut para psikolog Amerika, ada tanda-tanda bahwa orang-orang yang mengidap gangguan jiwa seperti itu kian banyak saja. Arkian, Patrick Edward Purdy, 24 tahun Selasa pekan lalu memarkir station wagon-nya di belakang SD Cleveland. Ia menyelinap masuk lewat pintu belakang, lalu mengambil posisi di balik sebuah gedung darurat. Purdy -- mengenakan tutup kuping, membawa dua pucuk pistol dan senapan semiotomatis jenis AK 47 -- menaburkan pandangan ke halaman sekolah yang dipenuhi ratusan murid. Ia berdiri diam-diam. "Seperti tak terjadi apa-apa," kata Lori Mackey, salah seorang guru. Tiba-tiba senapan menyalak. Lelaki ini memberondong anak-anak yang masih asyik bermain di halaman. Mereka bertemperasan, menjerit, dan menangis. "Ia tetap berdiri sambil memutar-mutar senjatanya," tutur Lory, yang mengintip dari balik jendela. Dalam 3 menit, 5 murid terbantai, 30 lainnya luka. Korban berusia antara 6 dan 9 tahun. Purdy alias Patrick West alias setengah lusin nama lainnya lalu menembak kepalanya sendiri dengan pistol. Peristiwa ini diliput serius oleh media massa. Tapi, apa sebenarnya yang terjadi? Menurut para psikiater, kasus ini menimpa orang dewasa yang dulu pernah punya pengalaman buruk dan tak mencatat prestasi apa-apa di sekolah. Entah bagaimana prosesnya, mereka lalu melampiaskan kegusarannya terhadap murid-murid yang tak berdaya. "Banyak orang membenci sekolah, karena punya pengalaman buruk ketika di kelas, seperti pengalaman dyslexic (kesukaran membaca), yang tak diketahui gurunya," ujar Psikolog Dr. Robert Murphey. Spesialis psikologi abnormal pada Universitas California ini menyatakan, sebagian besar anak-anak yang gagal di sekolah akan mengalami puncak kejatuhan di usia dewasa. Dalam kondisi seperti ini, mereka kembali ke sekolah, tempat asal pengalaman pahit itu untuk membalas dendam. Gregory Wolfe, seorang guru pembimbing di Los Angeles, berpendapat sama. Menurut Wolfe, halaman sekolah yang terbuka, yang ramai gelak tawa anak-anak, merupakan sasaran empuk bagi orang-orang seperti Purdy. "Dengan menembaki anak-anak yang tak berdaya, mereka merasa bangga," kata Wolfe. Purdy sendiri bekas murid Stockton, dari TK hingga kelas III SD. Sudah kecanduan alkohol sejak anak-anak -- kemudian kecanduan narkotik -- Purdy lalu berkelana sebagai tukang solder. Tanda-tanda ketidakberesan jiwanya tampak di kamarnya di sebuah flat. Di situ polisi menemukan 100 boneka tentara, lengkap dengan jip dari tank dan plastik, yang menggambarkan adegan pertempuran. Senjata dan hampir semua baju Purdy ditempeli stiker, bertulisan "Freedom, Humanoids, Evil". Pada gagang senapannya terdapat tulisan berbunyi "Hezbollah", sedang kaus yang dipakainya pada bagian dada bertulisan "PLO, Libya, Earthman". Di bagian punggungnya, "freedom" dan "Death to the great Satan". Tidak ada indikasi yang menunjukkan bahwa Purdy pernah dirawat oleh psikiater. Di AS, kasus pembantaian anak sekolah pertama kali terjadi tahun 1985, di Philadelphia. Waktu itu, 6 anak sekolah disandera di Ryan High School, oleh seorang penembak lelaki, yang menuntut agar Presiden Reagan mengundurkan diri. Setelah 7 1/2 jam, tiga orang murid berhasil membekuk pelakunya. Tahun berikutnya terjadi penyanderaan 150 murid SD Cokeville, Wyoming, sementara pada tahun 1988 saja, tercatat sedikitnya 5 kasus pembantaian anak-anak. Yang pertama 2 Februari 1988, ketika seorang pria menyandera 12 murid dan guru selama 12 jam di Tsucaloosa, Alabama. Mujur, tidak jatuh korban jiwa. Menyusul kejadian 20 Mei 1988, ketika Laurie Dann menyerbu sebuah SD di Winnetka, Illinois, membunuh seorang anak usia 8 tahun dan melukai 5 lainnya. Berikutnya, Clemie Henderson memberondong dua orang di pintu gerbang sekolah di Chicago, kemudian membunuh seorang polwan, sebelum akhirnya dia sendiri terbunuh. Empat hari kemudian, pemuda James William Wilson, 19 tahun, memasuki sebuah SD di Greenwood, membabat guru dan murid di kafetaria, hingga 2 siswi tewas, 7 murid dan 2 guru luka-luka. Pembantaian tahun 1988 itu ditutup dengan penembakan di SD Mascotte, Florida -- hanya seorang anak yang terluka. Ada dugaan, kasus Stockton digerakkan oleh sentimen rasialisme, karena semua korban adalah anak-anak Asia. Apalagi penduduk setempat tanpa segan-segan memperlihatkan rasa tidak senangnya kepada 190.000 imigran Asia yang bermukim di Stockton. Kalau berpapasan di jalan, pribumi Amerika akan menghardik imigran Kamboja dan Vietnam itu dengan teriakan, "Hei, pulang saja ke tanah asalmu. Negeri ini bukan buat kalian." Yusril Djalinus (AS) & Didi P. (Jakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus