Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PEMILIHAN Ketua Mahkamah Agung dijadwalkan berlangsung pada Oktober mendatang. Namun Ketua MA saat ini, Muhammad Syarifuddin, belum menerbitkan surat keputusan pembentukan panitia pemilihan Ketua MA periode terbaru. Surat keputusan tata tertib pemilihan juga belum diteken. “Pemilihannya pasti Oktober 2024, tapi tanggalnya belum ditentukan,” ujar juru bicara MA, Suharto, kepada Tempo pada Kamis, 5 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ada rangkaian yang harus dilalui sebelum pemilihan. Surat keputusan Ketua MA tahun 2020 tentang tata tertib pemilihan menyebutkan Ketua MA dipilih melalui sidang paripurna khusus yang terbuka untuk umum. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung, Ketua dan Wakil Ketua MA dipilih dari dan oleh hakim agung. Mekanisme pemilihannya langsung, bebas, dan rahasia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemilihan Ketua MA dilakukan dalam dua tahap, yakni pemilihan calon ketua dan pemilihan ketua. Seorang hakim agung hanya dapat memilih satu calon Ketua MA. Pada tahap pertama, calon Ketua MA dipilih dengan suara terbanyak urutan pertama dan kedua. Jika dalam penghitungan suara pertama seorang calon Ketua MA mendapatkan 50 persen plus 1 suara sah, calon tersebut langsung ditetapkan sebagai Ketua MA terpilih.
Pada tahap kedua, calon yang lolos akan kembali mengikuti pemilihan. Pemilihan akan mencari suara terbanyak untuk Ketua MA terpilih. Jika terdapat tiga calon atau lebih, akan dicari dua yang memperoleh suara terbanyak. Kedua calon itu akan kembali mengikuti pemilihan sampai salah satunya memiliki suara terbanyak, lalu ditetapkan sebagai Ketua MA. “Akan disiapkan surat keputusan Ketua MA soal tata tertibnya,” ucap Suharto.
Hingga Januari 2024, MA memiliki 52 hakim agung. Undang-Undang Mahkamah Agung menyebutkan jumlah hakim agung ideal adalah 60 orang. Pada akhir Agustus 2024, sebenarnya kebutuhan hakim agung bisa terpenuhi, tapi Komisi bidang Hukum Dewan Perwakilan Rakyat menolak sembilan calon hakim agung dan tiga calon hakim ad hoc hak asasi manusia yang disodorkan Komisi Yudisial. Mereka menolak semua kandidat dengan alasan ada dua calon hakim yang tak memenuhi syarat berpengalaman selama 20 tahun sebagai hakim.
Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Zainal Arifin Mochtar, mengatakan belum mengetahui pengaruh penolakan 12 calon hakim agung terhadap pemilihan Ketua MA. “Apakah cukup signifikan berpengaruh dalam pemilihan Ketua MA? Bisa iya, bisa tidak,” tutur pria yang kerap disapa Uceng ini.
Dalam surat keputusan Ketua MA tahun 2020 disebutkan pemilihan Ketua MA dinyatakan sah apabila dihadiri paling sedikit dua pertiga dari jumlah hakim agung. Jika yang hadir tidak mencapai jumlah itu, pemilihan ditunda selama satu jam. Namun, jika syarat tersebut tetap tidak terpenuhi setelah penundaan, pemilihan Ketua MA tetap dilaksanakan sesuai dengan jumlah hakim agung yang hadir saat pemilihan.
Adapun beberapa hakim agung santer dikabarkan akan mencalonkan diri, yaitu Sunarto yang saat ini menjabat Wakil Ketua MA Bidang Yudisial; juru bicara MA yang juga Wakil Ketua MA Bidang Non-Yudisial, Suharto; Ketua Kamar Pidana MA Prim Haryadi; dan Ketua Kamar Tata Usaha Negara MA Yulius. Namun masih ada peluang kemunculan nama lain karena semua hakim agung berhak dicalonkan dan mencalonkan diri.
Suharto tak membantah kabar bahwa namanya masuk bursa kandidat Ketua MA. Ia menjelaskan, semua hakim agung bisa maju sebagai calon Ketua MA. Soal ini akan diatur dalam tata tertib pemilihan. “Siapa yang menyatakan dirinya bersedia dipilih, itu yang maju,” ucap Suharto.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Amelia Rahima Sari berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Empat Kandidat Menjelang Oktober"