Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SAMBIL menenteng cula badak, Zainal tiba di rumah Aan alias Ical pada Jumat sore, 23 Agustus 2024. Rumah Aan berada di Jalan Rama VII, Kota Palembang, Sumatera Selatan, sekitar 6 kilometer dari Bandar Udara Sultan Mahmud Badaruddin II. Zainal, 60 tahun, mendatangi kediaman Aan karena ia menerima kabar ada seseorang yang sudah menyepakati harga cula yang akan dijualnya pada hari itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepada pembeli, Aan mengaku cula badak itu milik Ayah. Pria yang dimaksud adalah Zainal. Orang terdekat biasa memanggil Zainal dengan sebutan “Ayah”. Selain menjadi kurir, Aan menggunakan rekeningnya untuk menampung uang panjar pembelian cula badak itu. Ia juga menemani Zainal mengecek mobil pembeli dan memastikan tak ada seorang pun yang mengikuti mobil tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tawar-menawar dengan pembeli sudah berlangsung beberapa hari lalu melalui Aan yang bertindak sebagai kurir dan perantara. Berat satu cula badak itu mencapai 330 gram. Dengan harga Rp 35 juta per gram, artinya total harga cula badak milik Zainal Rp 11,5 miliar. Harga ini sebenarnya di atas harga pasar gelap di berbagai situs daring. Mereka biasanya menjualnya seharga US$ 400 ribu per kilogram atau Rp 6,1 juta per gram dengan kurs Rp 15.400 per dolar Amerika Serikat saat ini untuk cula badak Asia.
Transaksi dengan pembeli berlangsung di rumah Aan. Saat mereka bertemu, rombongan penyidik Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dibantu Kepolisian Daerah Sumatera Selatan datang. Mereka langsung menangkap Aan dan Zainal. Keduanya digiring ke luar rumah dengan kedua tangan diikat borgol plastik. “Pelaku hendak menjual satu cula badak jenis lokal Indonesia,” kata Kepala Subbantuan Penyidik di Unit Koordinator Pengawas Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Selatan, Ajun Inspektur Satu Arbain.
Rupanya, pembeli itu adalah mata-mata penyidik Direktorat Jenderal Penegakan Hukum. Penyidik juga langsung menginterogasi Zainal dan Aan. Dari situ, mereka mendapat informasi bahwa ada koleksi bagian tubuh satwa liar lain di toko milik Zainal. Toko cincin itu berlokasi di Pasar Cinde, Jalan Jenderal Sudirman, sekitar 10 kilometer dari rumah Aan. Tim gabungan menemukan lima pipa gading gajah dan tiga pipa tulang ikan dugong.
Mulanya Zainal mengaku hanya memiliki satu cula badak. Setelah berkali-kali diinterogasi, ia akhirnya mengaku masih menyimpan cula badak lain di rumahnya, yaitu Rumah Susun Blok 33, Kecamatan Bukit Kecil, Palembang. Jaraknya hanya 700 meter dari toko cincin Zainal dan lokasinya persis di belakang Pasar Cinde. Penyidik lantas membawa Zainal ke rumah itu.
Toko cincin milik Zainal, tempat ditemukannya pipa gading gajah dan tulang ikan dugong, di Pasar Cinde, Jalan Jenderal Sudirman nomor 47 F., 6 September 2024. Tempo/ Yuni Rahmawati
Saat berada di salah satu kamar tidur, Zainal jongkok sambil menarik sebuah brankas besi tua di antara perkakas lain, yang tersembunyi di bawah sebuah meja kecil. Ketika brankas dibuka, terlihat tujuh cula badak lain. Empat cula badak lain berukuran lebih jumbo dan diduga berasal dari badak Afrika. Cula lain, termasuk yang disita dari tangan Zainal, diduga berasal dari badak Indonesia. Total berat cula badak yang ditemukan penyidik dari tangan Zainal adalah 7 kilogram.
Aan belakangan dibebaskan karena hanya bertugas menjadi kurir. Zainal ditahan Polda Sumatera Selatan. Kepada penyidik, Zainal mengaku baru tiga-empat bulan ini memiliki dan menjual cula badak tersebut. Tapi penyidik masih ragu terhadap keterangan itu. Kepala Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup Wilayah Sumatera Hari Novianto mengatakan akan terus mendalami keterangan Zainal. “Dia pasti beralibi,” tutur Hari.
Seseorang yang mengetahui penangkapan Zainal dan Aan mengatakan cula badak yang ditemukan terlihat sudah lama disimpan. Sumber lain menyebutkan Zainal sebenarnya menawarkan cula badak itu sejak 2020. Mereka tak jadi bertransaksi karena pembeli ragu terhadap keaslian cula badak itu. Tapi barang yang dijual pada 2020 tersebut ternyata barang yang sama saat Zainal ditangkap pada 23 Agustus 2024.
Sampel cula badak di rumah Zainal sudah dikirim ke Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Mereka hendak mengecek morfologi dan asam deoksiribonukleat (DNA) cula tersebut. Pengecekan juga bertujuan menentukan identitas empat cula badak lokal milik Zainal, apakah badak sumatera atau badak jawa.
Hari Novianto belum menerima hasil pengecekan morfologi dan DNA dari UGM karena prosesnya diperkirakan butuh waktu dua pekan. Bila cula tersebut terbukti berasal dari badak jawa, ada kemungkinan Zainal dan anggota jaringan Sunendi yang tertangkap memburu badak di Taman Nasional Ujung Kulon, Pandeglang, Banten. “Karena tidak banyak pemain cula badak ini,” ucap Hari.
Penyidik mengawasi Zainal sejak Juni 2024. Tim Cyber Patrol-Center Intelligence menemukan akun Facebook yang menawarkan cula badak. Pola ini dianggap janggal karena penjualan cula badak lewat media sosial termasuk langka lantaran biasanya mereka bertransaksi secara tertutup. Lagi pula, cula badak biasanya ditawarkan ke luar negeri, seperti Vietnam dan Cina, karena Indonesia bukan pasar pembeli cula badak.
Zainal, tersangka perdagangan cula badak di Palembang, Sumatera Selatan, 27 Agustus 2024. Antara/Nova Wahyudi
Hari Novianto tak bersedia menyebutkan akun Facebook yang digunakan Zainal. Ia menduga Zainal tidak sendirian. Kementerian Lingkungan Hidup dan polisi masih mencari kaitan Zainal dengan sindikat perburuan dan perdagangan cula badak yang diungkap oleh penyidik Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Polda Banten di Taman Nasional Ujung Kulon pada Desember 2023.
Saat itu tim Kementerian Lingkungan Hidup dan polisi menangkap ketua sindikat perburuan dan perdagangan cula badak, yaitu Sunendi alias Nendi bin Karnadi, 32 tahun, warga Pandeglang. Taman Nasional Ujung Kulon di Kabupaten Pandeglang adalah rumah bagi puluhan badak jawa. Keberlangsungan mereka terancam lantaran aktivitas perburuan oleh masyarakat terus terjadi.
Kepala Polda Banten saat itu, Inspektur Jenderal Abdul Karim, menyebutkan ada dua kelompok dalam perburuan badak jawa bercula satu di Taman Nasional Ujung Kulon. Yang pertama adalah kelompok Sunendi dan kedua kelompok SH yang masih diburu. “Berdasarkan hasil pemeriksaan, 26 badak dibunuh para tersangka,” ujar Abdul saat rilis perkara, 11 Juni 2024.
Dari kelompok Sunendi, 14 orang sudah ditetapkan sebagai tersangka. Enam orang menjadi buron. Sunendi divonis 12 tahun penjara. Satu orang yang didakwa membeli cula badak dari Sunendi, yaitu Liem Hoo Kwan Willy, divonis bebas oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Banten pada 27 Agustus 2024. Jaksa mengajukan permohonan kasasi atas vonis ini.
Meski Zainal sudah berada di terungku, toko cincinnya tetap beroperasi. Tempo mendatangi sebuah rumah toko di Pasar Cinde pada Jumat siang, 6 September 2024. Di dalam ruko itulah ada dua etalase. Pada satu di antaranya terpasang spanduk bertulisan “Ayah Cinde Gemstone”.
Toko Ayah Cinde Gemstone ini sekarang dijaga dua pegawai, yaitu Dias dan Ben. Mereka adalah anak dan keponakan Zainal. Kepada Tempo, Dias membenarkan bahwa toko tersebut milik ayahnya. Sudah 10 tahun lamanya sang ayah mengontrak ruko tersebut untuk merintis usaha penjualan batu cincin dan aksesori batu lain. Ia mengklaim omzet satu minggu tokonya bisa tembus Rp 5 juta.
Dias mengaku tak tahu toko tersebut pernah didatangi polisi pada 23 Agustus 2024. Ihwal kasus yang menjerat ayahnya, ia memilih irit bicara. “Saya tidak tahu,” katanya.
Zainal sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia dijerat dengan Pasal 40A ayat 1 huruf f juncto Pasal 21 ayat 2 huruf c Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ia terancam hukuman 15 tahun penjara. “Kami akan terus memutus rantai kejahatan perdagangan cula badak dan gading gajah ini,” tutur Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup Rasio Ridho Sani.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Yuni Rahmawati dari Palembang berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Cula Badak di Brankas Tua"