Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HAMPIR sebulan lalu tempat penukaran uang asing PT Quantum Skyline Exchange sudah tak beroperasi lagi. Saat dikunjungi Tempo pada Jumat, 26 April 2024, tak ada aktivitas terlihat di dalam kantor berbentuk rumah toko di Jalan Pluit Karang Manis, Penjaringan, Jakarta Utara, itu. Kejaksaan Agung tengah membidik kantor money changer itu lantaran diduga menjadi tempat pencucian uang hasil korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk di Bangka Belitung periode 2015-2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung Kuntadi mengatakan duit korupsi timah sempat terparkir di kantor money changer itu lewat manajer PT Quantum Skyline, Helena Lim. Perempuan 47 tahun itu sudah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan ditahan pada 26 Maret 2024. Selama ini Helena dijuluki crazy rich asal Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kuntadi tidak mendetailkan modus pencucian uang di kantor money changer itu. Ia mengatakan Helena diduga membantu mengelola duit dengan memberikan sarana bagi para pemilik smelter timah. Helena turut membantu menyewakan alat peleburan timah di kawasan IUP PT Timah. “Helena mengetahui duit itu dari barang haram,” ujar Kuntadi saat ditemui di kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis malam, 25 April 2024.
Dalam pemeriksaan, Helena berdalih hanya menerima atau menyalurkan dana tanggung jawab sosial perusahaan alias corporate social responsibility (CSR). Setelah ditelusuri penyidik, duit CSR itu berasal dari keuntungan beberapa perusahaan, di antaranya PT Stanindo Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Tinindo Inter Nusa, dan CV Venus Inti Perkasa. Keuntungan itu diduga diambil oleh Harvey Moeis. Harvey juga ditetapkan sebagai tersangka TPPU setelah diperiksa sebagai saksi pada 27 Maret 2024. Petinggi empat perusahaan tersebut juga sudah menjadi tersangka.
Selain mengkoordinasi empat perusahaan itu, Harvey disebut sebagai perwakilan pemilik PT Refined Bangka Tin (RBT). Pria 38 tahun itu diduga dekat dengan pimpinan perusahaan, antara lain Direktur Utama PT RBT Suparta, yang juga sudah menjadi tersangka. Bersama PT RBT, keempat perusahaan di bawah komando Harvey itu merupakan konsorsium lima smelter yang bekerja sama dengan PT Timah.
Peran PT RBT tersebut lantas membuka skandal korupsi tata niaga timah di Bangka Belitung. Nilai kerugian negara dan kerusakan lingkungan akibat korupsi ini mencapai Rp 271 triliun. “Harvey mendapat manfaat dari tambang ilegal,” kata Kuntadi.
Dari tangan Harvey, Kejaksaan Agung telah menyita berbagai aset yang diduga dibeli dari duit korupsi timah. Di antaranya jam tangan mewah serta beberapa mobil luks, dari Rolls-Royce, Mini Cooper, Lexus RX300, Toyota Vellfire, Mercedes-Benz, hingga dua mobil Ferrari. Penyidik masih menelusuri aset lain milik Harvey. Sedangkan dari Helena, penyidik menyita duit senilai Rp 10 miliar dan S$ 2 juta.
Pengacara Harvey Moeis dan PT RBT, Harris Arthur Hedar, mengatakan kliennya tidak menyangka bisa menjadi tersangka. Hingga saat ini, Harvey masih bingung ihwal perannya dalam kasus korupsi itu. Harris juga belum mendapat banyak keterangan dari Harvey. “Beliau syok, masih sibuk dengan pikirannya,” ujar Harris.
Kejaksaan Agung juga menjerat Reza Ardiansyah, Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, sebagai tersangka dan telah menahannya. Hingga akhir April 2024, total tersangka sudah mencapai 21 orang. Salah seorang di antaranya bernama Tamron Tamsil alias Aon yang dikenal sebagai raja timah dari Bangka Belitung. Tiga mantan direktur PT Timah juga menjadi tersangka. Lima tersangka baru ditetapkan pada Jumat, 26 April 2024. Tiga di antaranya pejabat dan mantan pejabat Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Bangka Belitung.
Dalam kasus ini, PT RBT menjadi sorotan karena merupakan mitra PT Timah Tbk dalam pengelolaan timah di Bangka Belitung. PT RBT diduga membagikan keuntungan hasil korupsi kepada para tersangka dan beberapa perusahaan. Kuasa hukum PT RBT, Harris Arthur Hedar, mengatakan kliennya bekerja sama secara sah dengan PT Timah sejak 2018 hingga 2020. “Mereka bekerja sama dan ada surat izinnya, yang ditandatangani langsung Pak Suparta,” tuturnya.
Dokumen yang diperoleh Tempo mencantumkan PT RBT menerima aliran uang dari Robert Bonosusatya pada 2018 dan 2020 masing-masing Rp 59 miliar dan Rp 4,7 miliar. PT RBT juga pernah mentransfer uang senilai Rp 29,7 miliar kepada Robert pada 2018. Soal aliran uang ini, Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi enggan menanggapinya. “Tidak ada,” ucapnya.
Kantor penukaran uang PT Quantum Skyline Exchange yang tutup di jalan Pluit Karang Manis, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara, 26 April 2024./Tempo/ Mohammad Khory Alfarizi
Sementara itu, Robert Bonosusatya mengaku pernah mengirim uang ke rekening PT RBT, tapi bukan untuk urusan bisnis timah. Robert mengatakan uang itu merupakan pinjaman pribadi Suparta dan sudah beralas surat perjanjian. “Sekarang pembayaran serta bunganya nyangkut karena orangnya sudah dipenjara,” kata Robert.
Robert Bonosusatya turut terseret dalam pusaran kasus korupsi timah karena sebagian tersangka merupakan orang dekatnya. Ia berteman dengan Suparta sejak 1990-an. Robert juga bersahabat dengan Tamron Tamsil. Adapun Harvey Moeis dan Helena Lim sering mendatangi rumah Robert di Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan. “Mereka memang teman saya, tapi kami tidak berbisnis timah,” tuturnya.
Robert adalah pengusaha yang sudah malang melintang di banyak perusahaan. Dia pernah menjabat komisaris PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk—perusahaan percetakan. Robert juga pernah menjadi Komisaris Utama PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk, perusahaan pengelola jalan tol. Pria lulusan University of California San Francisco Foundation, Amerika Serikat, ini memiliki perusahaan bernama PT Robust Buana Tunggal yang juga diinisialkan RBT.
Robert juga mengetahui Helena Lim berbisnis penukaran valuta asing. Ia mengenal Helena sejak Imlek 2018. Menurut Robert, Helena memiliki servis bagus dalam berbisnis valas. Misalnya ia menyediakan jasa kurir pengantaran uang kepada klien. Tapi Robert tak mengetahui Helena ikut berbisnis timah.
Helena belum menyampaikan pernyataan selepas ditahan Kejaksaan Agung. Tempo berupaya menghubungi penasihat hukumnya, Panji Pridyanggoro, lewat sambungan telepon dan WhatsApp. Tapi hingga Sabtu, 27 April 2024, Panji belum merespons permintaan wawancara.
Robert mengatakan Harvey mulai datang ke rumahnya saat lulus kuliah dan belum menikah dengan selebritas Sandra Dewi. Tapi, sama seperti bisnis Helena, Robert tak mengetahui detail bisnis Harvey. Itu sebabnya ia mengaku tak mengetahui kabar pencucian uang yang dilakukan Harvey Moeis, Helena Lim, dan Suparta.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Fajar Febrianto, Lani Diana, dan Advist Khoirunikmah berkontribusi pada artikel ini. Di edisi cetak, artikel ini berjudul "Cuci Uang Timah Haram".