Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman terdakwa kasus dugaan korupsi jual beli logam mulia emas PT Antam Tbk, Budi Said menjadi 16 tahun penjara. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebelumnya memvonis Crazy Rich Surabaya itu dengan masa penjara 15 tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Mengubah amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sekadar mengenai lamanya pidana yang dijatuhkan,” kata Hakim Ketua Herri Swantoro dalam salinan putusan banding yang diterima di Jakarta, Jumat, 21 Februari 2025, seperti dikutip dari Antara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kasus ini terbilang berbelit-belit dan tak kunjung rampung. Bermula dari sengketa antara Budi Said dengan PT Aneka Tambang Tbk (Persero) atau Antam 7 tahun lalu. Sempat dimenangkan Budi Said, namun kasusnya berbalik hingga kemudian Budi Said akhirnya ditetapkan sebagai dan divonis pada Desember lalu.
Tempo merangkum perjalanan kasus sengketa antara Budi Said dengan PT Antam:
Awal kasus
Adapun Budi Said menjadi tersangka pada Januari 2024 lalu. Namun sebenarnya kasus jual beli emas Antam antara pengusaha properti mewah asal Surabaya itu dengan PT Antam ini sudah bergulir sejak 2018. Saat itu, sengketa sudah disidang di PN Surabaya hingga ke tingkat Mahkamah Agung (MA).
Dimenangkan pihak Budi Said, MA memerintahkan PT Antam untuk membayar ganti rugi kepada sang pengusaha sebesar 1,1 ton emas atau senilai Rp 1,1 triliun, menggunakan patokan harga emas terkini. Sejumlah orang, beberapa di antaranya pegawai PT Antam, didakwa melakukan pemufakatan jahat untuk merekayasa transaksi jual beli.
Sebagaimana diungkapkan Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Kejagung) Kuntadi, transaksinya terjadi pada Maret – November 2018. Bentuk rekayasa itu dengan menetapkan harga jual emas Antam di bawah harga yang telah ditetapkan oleh PT Antam. Dalihnya, seolah-olah ada diskon dari PT Antam. Padahal, pada saat itu PT Antam tak memberi diskon.
Guna menutupi transaksi itu, para pelaku menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang telah ditetapkan. Sehingga, PT Antam tak bisa mengontrol keluar logam mulia dan jumlah uang yang ditransaksikan. Kata Kuntadi, transaksi ini sengaja dilakukan secara offline, sehingga kontrol PT Antam terhadap keluar masuknya barang jadi hilang.
Akibatnya, kata dia, ada selisih cukup besar antara jumlah uang yang diberikan Budi Said dan jumlah logam mulia yang diserahkan PT Antam. Untuk menutupi selisih ini, para pelaku selanjutnya membuat surat yang diduga palsu. Isi surat itu pada pokoknya menyatakan PT Antam masih kurang menyerahkan logam mulia ke Budi sebagai pembeli.
“Akibatnya PT Antam mengalami kerugian senilai 1.136 Kg emas logam mulia atau setara Rp 1,1 triliun,” katanya melanjutkan.
Kasus Berbalik
Berdasarkan catatan Tempo, pada 2018 Budi Said melaporkan kekurangan penyerahan emas 1,1 ton itu ke kepolisian. Setahun proses peradilan berlangsung, pada 13 Januari 2021, gugatan Budi Said di PN Surabaya dengan nomor perkara 58/Pdt.G/PN Sby dimenangkan oleh Budi Said.
Dalam gugatan tersebut, Tergugat I (PT Antam Tbk) diminta untuk membayar ganti rugi kepada penggugat sebanyak 1,1 ton emas atau Rp 817 miliar dengan patokan harga emas pada waktu itu. Selain itu, Tergugat V (Eksi Anggraeni) selaku sales emas kepada Budi turut dimintai ganti rugi sebanyak Rp 92 miliar. Antam banding.
Kemudian, pada 19 Agustus 2021, dengan nomor perkara 371/PDT/2021 PT Sby, keputusan berbalik. Dalam keputusan ini, Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya membatalkan putusan PN Surabaya, menolak gugatan Budi Said, dan memenangkan Antam. Budi Said lalu mengajukan kasasi. Hasilnya, MA mengabulkan gugatan tersebut dan membatalkan putusan banding.
Selanjutnya PT Antam mengajukan permohonan peninjauan kembali ke MA atas putusan tersebut. MA menolak permohonan Antam pada 12 September 2023 lalu. MA memerintahkan Antam untuk membayar ganti rugi kepada Budi Said sebesar 1,1 ton emas atau senilai Rp 1,1 triliun dengan patokan harga emas terkini.
Budi Said ditetapkan sebagai tersangka
Pada Kamis, 18 Januari 2024, Budi Said kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung atas dugaan tindak pidana rekayasa jual beli emas PT Antam. Budi Said lalu ditahan untuk kebutuhan penyidikan selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejagung.
Praperadilan
Budi Said lalu mengajukan Praperadilan ke PN Jakarta Selatan karena keberatan atas penetapan tersangka terhadap dirinya tersebut. Praperadilan itu diajukan Budi Said melalui kuasa hukumnya Hotman Paris Hutapea pada Senin, 12 Februari 2024. Permohonan teregister dengan nomor perkara: 27/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL.
Tergugat dalam permohonan ini adalah Kejagung Cq Jampidsus. Dalam permohonannya, Hotman meminta PN Jakarta Selatan menyatakan penyidikan dan penetapan tersangka terhadap Budi Said tidak sah dan batal demi hukum. Lantaran objek penyidikan masih dalam lingkup hukum perdata dan proses penyidikan tidak dilakukan secara benar menurut hukum acara.
Praperadilan ditolak
Namun hakim PN Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan dari Budi Said tersebut. Keputusan itu diumumkan pada Senin, 18 Maret 2024, sekitar pukul 14.00 WIB. Hakim menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima dan pemohon dibebani biaya perkara sebesar nihil.
Praperadilan lagi
Usai ditolak, Budi Said kembali mengajukan gugatan praperadilan. Dalam situs Sistem Informasi Penelusuran Perkara atau SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Budi mendaftar gugatannya itu pada Rabu, 24 April 2024. Sidang praperadilan digelar pada Mei.
Pengadilan perdana
Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat menggelar sidang perdana dugaan korupsi terkait transaksi jual beli emas di PT Antam pada 27 Agustus 2024. Budi Said selaku pihak pembeli emas PT Antam disebut telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran.
Budi diduga merugikan negara dengan kongkalikong bersama broker Eksi Anggraeni, Kepala BELM 01 Surabaya Endang Kumoro, bagian administrasi BELM 01 Surabaya Misdianto, dan mantan General Trading and Manufacturing Service PT Antam Pulo Gadung Ahmad Purwanto. General Manager pada Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPPLM) Pulogadung PT Antam Abdul Hadi Aviciena turut serta.
Dakwaan
Budi Said didakwa merekayasa pembelian emas di bawah harga resmi bersama terdakwa lain. Konglomerat itu didakwa melakukan korupsi dengan menerima selisih lebih emas Antam sebesar 58,13 kilogram atau senilai Rp 35,07 miliar, yang tidak sesuai dengan faktur penjualan emas dan tidak ada pembayarannya kepada Antam. Perkara ini disebut merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,07 triliun.
Selain didakwa melakukan korupsi, Budi Said juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari hasil korupsinya. Ia diduga menyamarkan transaksi penjualan emas Antam hingga menempatkannya sebagai modal pada CV Bahari Sentosa Alam.
Atas perbuatannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Budi Said dengan pidana sesuai Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Budi Said juga terancam pidana sesuai Pasal 3 atau Pasal 4 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Tuntutan
Budi Said menghadapi tuntutan 16 tahun penjara dalam kasus ini. Tuntutan tersebut disampaikan oleh JPU yang menilai bahwa Budi Said terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan TPPU. “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Budi Said dengan pidana penjara 16 tahun,” ucap jaksa menyampaikan tuntutan dalam sidang di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, pada Jumat sore, 13 Desember 2024.
Jaksa menjelaskan durasi hukuman itu dikurangi dengan masa kurungan yang telah dihabiskan oleh Budi Said selama di rumah tahanan negara. Namun, jaksa juga menyampaikan tuntutan pidana penjara itu bisa bertambah enam bulan bila Budi Said tidak membayar denda Rp 1 miliar.
Dalam perkara ini jaksa menuntut Budi Said untuk mengganti rugi kepada negara sebesar 58,135 kg emas Antam atau setara dengan nilai Rp 35.078.291.000 serta 1.136 kg (1,1 ton) emas Antam atau setara dengan nilai Rp 1.073.786.839.584.
“Apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut paling lama satu bulan setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap, maka harta benda terdakwa dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut,” kata jaksa.
Vonis
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta kemudian menjatuhkan vonis 15 tahun penjara kepada Budi Said, dengan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta pidana tambahan berupa uang pengganti 58,841 kg emas Antam atau Rp 35,53 miliar, yang jika tidak dibayar, akan digantikan dengan hukuman 8 tahun penjara.
Banding
Hotman Paris Hutapea mengatakan vonis 15 tahun penjara untuk terdakwa Budi Said ibarat sebuah gurauan. Hal itu dikatakan oleh Hotman Paris selaku kuasa hukum Budi Said usai sidang pembacaan putusan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat, Jumat, 27 Desember 2024.
“Putusan itu kayak lelucon, ketawa saya melihatnya,” ujar Hotman Paris. “Sudah pasti bandinglah,” kata Hotman menyatakan sikap hukum atas vonis Budi Said.
Di sisi lain, Kejaksaan Agung juga menyatakan banding atas vonis 15 tahun penjara bagi Budi Said. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar, keputusan banding itu berdasarkan sikap hukum dari Budi Said.
“Jaksa penuntut umum (JPU) banding dengan alasan terdakwa menyatakan banding,” ucap Harli dalam keterangan resminya pada Jumat, 27 Desember 2024.
Vonis terbaru
Teranyar, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Budi Said menjadi 16 tahun penjara. Dalam mempertimbangkan putusan banding, Majelis Hakim menilai bahwa tindakan Budi Said menjadi faktor yang memberatkan karena tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan mencederai rasa keadilan masyarakat.
Terkait pidana denda, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menetapkan bahwa Budi Said tetap dikenai denda sebesar Rp 1 miliar, dengan ketentuan jika tidak dibayar, akan digantikan (subsider) dengan hukuman kurungan selama 6 bulan.
Sementara itu, dalam pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti, Majelis Hakim meningkatkan hukuman bagi Budi Said. Pengusaha itu diwajibkan membayar 1.136 kilogram emas Antam atau setara Rp 1,07 triliun. Keputusan ini memperbesar jumlah uang pengganti yang sebelumnya hanya sebesar 58,841 kg emas Antam atau setara Rp 35,53 miliar.
Adapun jumlah uang pengganti itu dihitung berdasarkan Harga Pokok Produksi Emas Antam per Desember 2023 atau nilai emas pada saat eksekusi, dengan mempertimbangkan dana provisi yang telah tercatat dalam laporan.
“Apabila terdakwa tidak dapat membayar uang pengganti tersebut, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, tetapi apabila tidak mempunyai harta benda yang mencukupi maka diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun,” ujar Ketua Majelis Hakim.
Dian Rahma Fika, Raden Putri Alpadillah Ginanjar, Ananda Bintang, Bagus Pribadi, dan Adil Al Hasan berkontribusi dalam penulisan artikel ini.