JULUKAN apa yang pantas diberikan kepada Sobet Perangin-angin Bangun: bekas kernet angkutan barang yang membunuh gadis berusia 8 tahun dengan amat sadistis? Sri Handayani boru Ginting, si korban, akhir bulan lalu ditemukan mati dalam keadaan teramat sengsara: telanjang, lehernya nyaris putus ditebas parang, kedua puting payudaranya dipotong dan darahnya ditampung, dan sesudah tak bernyawa -- benar, ketika sudah menjadi mayat -- gadis cantik yang badannya berlumur darah itu diperkosa Sobet. "Setelah puas baru saya berhenti," ucap Sobet, 20, penduduk Kuala Lau Bicik di Kabupaten Deli Serdang, sekitar 25 km selatan Medan. Pasalnya, menurut Sobet -- yang masih tergolong paman korban -- kemudian, Sri menolak ketika diminta menjadi pacarnya. Malah gadis kelas satu SD itu berucap, "Pantatku ini sama kau," sambil menyibakkan roknya. Sobet kesetanan. Dikejarnya si gadis sambil mengayun-ayunkan parangnya. Mereka berlarian di ladang tak jauh dari permukiman penduduk. Akhirnya, tentu saja, Sri tertangkap. Sobet membacok leher Sri. "Sampati aku nande. . .mate anakndu. . mate aku (Tolong saya, Ibu . . . mati anak Ibu . . .mati aku)," Jerit Sri, histeris. Tetapi Sobet tak acuh. Ia malah menebas leher gadis itu sehingga nyaris putus. Sobet makin beringas. Gaun si gadis disingkapkan dan tubuh yang berlumur darah itu disetubuhinya dengan cara brutal: Lepas nafsunya, Sobet meninggalkan tubuh korbannya di sela-sela semak. Mayat anak yang malang itu akhirnya ditemukan kakeknya, setelah sehari semalam dicari-cari. Sobet sempat lari ke Medan, tiga hari setelah kejadian. Ia menemui bekas teman-teman sekerjanya di pabrik seng. Ia menceritakan semua kejadian dan meminta uang untuk lari ke Jakarta. Untung, cerita Sobet itu didengar Komandan Satpam, Kapten Pol (pur.) Abdul Hamid, yang menasihatinya agar menyerahkan diri kepada yang berwajib. Diantar Abdul Hamid, Sobet menyerahkan diri ke Poltabes Medan. Polisi meragukan hanya Sobet sendiri yang menganiaya Sri. Di samping leher yang hampir putus, badan penuh bacokan, dan kemaluan yang terus-menerus meneteskan darah, "Pada paha korban juga ada bekas sundutan rokok," ujar sumber di kepolisian. Di dekat tempat kejadian memang ditemukan dua bungkus rokok berlainan merk. Sedangkan Sobet tak pernah merokok kretek dari salah satu merk itu. "Ada dugaan, ada pelaku lain," kata sumber itu. Dugaan lain, juga dugaan penduduk, si Sobet sedang mempelajari ilmu hitam. Tuduhan itu tak diakui Sobet, "Saya sama sekali tak pernah mempelajari ilmu hitam. Perbuatan itu hanya terdorong nafsu setan." Kisah Sri ini mengingatkan peristiwa yang menimpa Helmi boru Ginting, 13, yang juga diperkosa setelah dibunuh pada awal 1985. Pelakunya mengaku sedang belajar ilmu hitam "Pelimun". Di Tanah Karo, ilmu itu dipercaya bisa membuat si empunya tak kasat mata, bisa menyamar sebagai binatang dan kebal. Ilmu hitam lain yang dekat dengan urusan perkosaan, adalah "Jaran Goyang": bisa membuat sakti tanpa jimat dan digdaya tanpa mantra. Ilmu ini dikenal di Jawa, beberapa tahun lalu pernah menghebohkan masyarakat Kediri. Di kota di Jawa Timur itu, seorang pengikutnya ditangkap, setelah memperkosa lima gadis di bawah umur (TEMPO, 27 Agustus 1983). Apa pun motifnya, perkosaan terhadap anak-anak, dari tahun ke tahun, kelihatan cenderung meningkat. Menurut catatan TEMPO, antara 1983 dan 1984, ada 20 korban perkosaan gadis di bawah umur di Kediri. Ah. A. Luqman Laporan Biro Medan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini