BEGITU masuk telah tersedia pipa berisi opium, berikut secangkir
kopi pahit, bantal porselin dan lampu sentir. Tinggal sedot
saja, untuk kemudian melayang ke alam tak bernama. Untuk kota
Tanjung Balai, Jalan Asahan yang panjangnya sekitar 300 meter
itu lama dikenal sebagai pusat pengisap candu. Mereka kebanyakan
Cina-Cina upek (sebutan untuk Cina tua di kawasan Sumatera
Utara), umumnya awak kapal pukat harimau, yang kepingin
mengendurkan urat-urat yang tegang selama sekian hari
mengarungi lautan. Maka ada rumah madat milik Nyonya Cantik,
ada pula punya Ong Bun Hoi,serta di bawah merek-merek berbahasa
Cina lain.
Kami Sudah Atur
Apakah mereka punya izin usaha ? Tidak. Belum lama, Komandan
Resorl Polri 206 Asahan, Letnan Kolonel A.W. Simanjuntak
menegaskan kepada para wartawan lokal, bahwa tidak ada yang
berwenang mengeluarkan izin usaha percanduan--tidak dengan dalih
apapun. Lalu? "Semua kami sudah atur, jadi di sini dijamin
aman", kata seorang pemilik rumah madat dengan logat Cina totok
kepada Pembantu TEMPO. Apa dan bagaimananya tak dijelaskan oleh
apek alias singkek ini. Hanya sempat juga terlontar keluhan,
bila terlambat mengatur, kontan rumah madatnya kena razia.
Benar tidaknya ucapan ini entahlah. Mereka selama bertahun-tahun
tampak aman dari mata yang berwajib. dan tak ada pula yang usil
menyelidiki dari mana bahan narkotik tersebut mereka dapatkan.
Tapi nasib mereka ternyata berubah sejak 5 Maret yang lalu.
Serombongan polisi Komdak II Sumatera Utara turun lagi ke
Asahan. Sebuah rumah yang sekaligus berfungsi sebagai kedai
sampah (di sana artinya warung) punya AH, digerebek. Berhasil
disita candu sebanyak 50 bungkus kecil ukuran jari kelingking.
Menampik 1 Juta
Rupanya polisi telah lama membaui daerah sorga itu. A, 31 tahun,
seorang Cina asal Tebing tinggi Deli, menurut info adalah
pengedar candu untuk Medan. Pada hari itu A telah dibuntuti
sejak dari ibukota Propinsi Sumatera Utara itu. Tak salah dugaan
polisi. Candu yang beredar di kota itu berasal dari Tanjung
Balai. Serentak, begitu A menjejakkan kakinya di sebuah toko di
Jalan Asahan Tanjung Balai, polisi segera beraksi. Penggerebekan
itu segera membuat fihak Komres 06 bagaikan kena strum dalam
pengertian positif.
Mereka segera pula turun tangan. Rentetan pembersihan dilakukan.
Pada 9 Maret sekitar jam 8.30, serombongan polisi di bawah
Letnan Bambang Irawan menuju ke rumah seorang nelayan di Kampung
Sungai Tualang Raso. Semula ZS. pemilik rumah di pinggir Sungai
Asahan itu menyambut ramah para tamunya. Keadaan berubah tegang,
begitu tuan rumah mengetahui bahwa polisi yang datang kali ini
nampak bersikap tegas rupanya tak bisa diajak berkompromi. ZS
sempat menawarkan sejumlah uang,tapi perwira muda eks AKABRI
itu tentu saja menampik, dan memerintahkan meneruskan
penggeledahan. "Saya bukan cari uang ke mari, tapi menjalankan
tugas", sergah Letnan Bambang ketika tawaran ZS naik menjadi Rp
1 juta.
Sikat Terus
Pada saat itulah isteri ZS melompat dari jendela. Tapi ia
berhasil ditangkap.Wanita itu membawa sebuah botol jenis limun.
Diperiksa dari dalamnya, berhasil dikeluarkan 302 bungkus kecil
candu. Tak ayal si pemilik rumah segera diboyong ke kantor
Komres. Di sini ZS akhirnya mengaku sebagai penyelundup barang
terlarang tersebut. Praktek itu sudah berjalan lima kali,
dilakukannya dari Pulau Ketam (Malaysia).Di sana dia berhubungan
dengan seorang bernama LPN. Candu yang dimasukkannya ke Tanjung
Balai disalurkan pada para agen bernama KY, penduduk Kampung SS
Dengki, AL di Jalan Asahan serta AM, yang walaupun alamatnya tak
jelas, tapi dari kota yang sama. KY dan AL secara ekspres
berhasil dijaring petugas. Hanya AM dan dua orang lagi yang juga
bergerak dalam profesi yang sama beruntung lolos.
Pihak polisi masih bersemangat. Selang beberapa hari alat negara
dari Tanjung Balai sendiri ambil bagian. Mereka menuju Kampung
Bagan Asahan. Di daerah di pinggir Selat Malaka yang 15 Km dari
Tanjung Balai itu, mereka menyergap sepasang suami isteri yang
lagi asyik mengisap candu di rumahnya. Polisi main sikat terus:
pada hari itu juga sebuah kedai sampah di kampung itu-, juga
kena musibah. Ini berkat info yang didapat dari KT, orang yang
terganggu oleh polisi ketika lagi asyik melayang bersama
isterinya tadi. Betul juga. Dari kedai milik S itu, berhasil
disita sejumlah kecil barang isapan itu juga dalam bungkus
kecil-kecil.
Disambar Garuda
Mayor Polisi Syamsul Bahri, Wakil Komandan Resort 206
menjelaskan kepada TEMPO bahwa pembersihan akan dijalankan
teus. "Sebentar lagi kakapnya akan diciduk, tunggu saja",
ujarnya, sekaligus menambahkan bahwa kecuali ZS yang kena
ringkus selama ini cuma teri-terinya. Namun begitu hingga
laporan ini dikirim dari Asahan, kakap yang dimaksud Wakil
Danres tersebut masih belum terdengar kabar beritanya. Hanya
rumah-rumah madat di Jalan Asahan yang beken itu mendadak sunyi
sepi, bagai habis diserang burung garuda. Tak tercium asap candu
lagi. Pembantu TEMPO yang meninjau ke sana akhir Maret lalu tak
menemui pemadat lagi. Yang ada hanya apek-apek yang sedang
tidur-tiduran dengan lemas. Mereka bilang sejak aksi
penggerebegan tersebut sulit memperoleh candu lagi.
Candu, apa boleh buat, sudah merupakan bagian makanan mereka.
Para singkek tersebut kini banyak yang mogok pergi ke laut -
sebagai nelayan -, karena tanpa mengisap candu, sekujur badan
terasa lemas tak berdaya, kata mereka. Mereka mengakui hanya
dengan mengisap candu mereka dapat tahan memburu ikan. Di malam
hari angin laut yang sejuk dan basah tak berpengaruh pada tubuh
telanjang mereka-di tengah laut mereka jamaknya memakai celana
kolor saja. Sampai berapa lama siksa sedemikian tertahankan oleh
para hamba narkotik itu, kurang jelas."Situasi jadi panas
sekarang karena Komdak melakukan penggerebekan", ujar salah
seorang pemilik rumah madat yang jadi sepi itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini