Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Penggerebekan Sorga Asahan

Polisi komdak ii sum-ut melakukan penggerebekan di kota tanjung balai, dan berhasil menyita candu yang biasa diisap oleh para awak kapal pukat harimau. otak pengedar candu belum bisa diciduk. (krim)

8 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEGITU masuk telah tersedia pipa berisi opium, berikut secangkir kopi pahit, bantal porselin dan lampu sentir. Tinggal sedot saja, untuk kemudian melayang ke alam tak bernama. Untuk kota Tanjung Balai, Jalan Asahan yang panjangnya sekitar 300 meter itu lama dikenal sebagai pusat pengisap candu. Mereka kebanyakan Cina-Cina upek (sebutan untuk Cina tua di kawasan Sumatera Utara), umumnya awak kapal pukat harimau, yang kepingin mengendurkan urat-urat yang tegang selama sekian hari mengarungi lautan. Maka ada rumah madat milik Nyonya Cantik, ada pula punya Ong Bun Hoi,serta di bawah merek-merek berbahasa Cina lain. Kami Sudah Atur Apakah mereka punya izin usaha ? Tidak. Belum lama, Komandan Resorl Polri 206 Asahan, Letnan Kolonel A.W. Simanjuntak menegaskan kepada para wartawan lokal, bahwa tidak ada yang berwenang mengeluarkan izin usaha percanduan--tidak dengan dalih apapun. Lalu? "Semua kami sudah atur, jadi di sini dijamin aman", kata seorang pemilik rumah madat dengan logat Cina totok kepada Pembantu TEMPO. Apa dan bagaimananya tak dijelaskan oleh apek alias singkek ini. Hanya sempat juga terlontar keluhan, bila terlambat mengatur, kontan rumah madatnya kena razia. Benar tidaknya ucapan ini entahlah. Mereka selama bertahun-tahun tampak aman dari mata yang berwajib. dan tak ada pula yang usil menyelidiki dari mana bahan narkotik tersebut mereka dapatkan. Tapi nasib mereka ternyata berubah sejak 5 Maret yang lalu. Serombongan polisi Komdak II Sumatera Utara turun lagi ke Asahan. Sebuah rumah yang sekaligus berfungsi sebagai kedai sampah (di sana artinya warung) punya AH, digerebek. Berhasil disita candu sebanyak 50 bungkus kecil ukuran jari kelingking. Menampik 1 Juta Rupanya polisi telah lama membaui daerah sorga itu. A, 31 tahun, seorang Cina asal Tebing tinggi Deli, menurut info adalah pengedar candu untuk Medan. Pada hari itu A telah dibuntuti sejak dari ibukota Propinsi Sumatera Utara itu. Tak salah dugaan polisi. Candu yang beredar di kota itu berasal dari Tanjung Balai. Serentak, begitu A menjejakkan kakinya di sebuah toko di Jalan Asahan Tanjung Balai, polisi segera beraksi. Penggerebekan itu segera membuat fihak Komres 06 bagaikan kena strum dalam pengertian positif. Mereka segera pula turun tangan. Rentetan pembersihan dilakukan. Pada 9 Maret sekitar jam 8.30, serombongan polisi di bawah Letnan Bambang Irawan menuju ke rumah seorang nelayan di Kampung Sungai Tualang Raso. Semula ZS. pemilik rumah di pinggir Sungai Asahan itu menyambut ramah para tamunya. Keadaan berubah tegang, begitu tuan rumah mengetahui bahwa polisi yang datang kali ini nampak bersikap tegas rupanya tak bisa diajak berkompromi. ZS sempat menawarkan sejumlah uang,tapi perwira muda eks AKABRI itu tentu saja menampik, dan memerintahkan meneruskan penggeledahan. "Saya bukan cari uang ke mari, tapi menjalankan tugas", sergah Letnan Bambang ketika tawaran ZS naik menjadi Rp 1 juta. Sikat Terus Pada saat itulah isteri ZS melompat dari jendela. Tapi ia berhasil ditangkap.Wanita itu membawa sebuah botol jenis limun. Diperiksa dari dalamnya, berhasil dikeluarkan 302 bungkus kecil candu. Tak ayal si pemilik rumah segera diboyong ke kantor Komres. Di sini ZS akhirnya mengaku sebagai penyelundup barang terlarang tersebut. Praktek itu sudah berjalan lima kali, dilakukannya dari Pulau Ketam (Malaysia).Di sana dia berhubungan dengan seorang bernama LPN. Candu yang dimasukkannya ke Tanjung Balai disalurkan pada para agen bernama KY, penduduk Kampung SS Dengki, AL di Jalan Asahan serta AM, yang walaupun alamatnya tak jelas, tapi dari kota yang sama. KY dan AL secara ekspres berhasil dijaring petugas. Hanya AM dan dua orang lagi yang juga bergerak dalam profesi yang sama beruntung lolos. Pihak polisi masih bersemangat. Selang beberapa hari alat negara dari Tanjung Balai sendiri ambil bagian. Mereka menuju Kampung Bagan Asahan. Di daerah di pinggir Selat Malaka yang 15 Km dari Tanjung Balai itu, mereka menyergap sepasang suami isteri yang lagi asyik mengisap candu di rumahnya. Polisi main sikat terus: pada hari itu juga sebuah kedai sampah di kampung itu-, juga kena musibah. Ini berkat info yang didapat dari KT, orang yang terganggu oleh polisi ketika lagi asyik melayang bersama isterinya tadi. Betul juga. Dari kedai milik S itu, berhasil disita sejumlah kecil barang isapan itu juga dalam bungkus kecil-kecil. Disambar Garuda Mayor Polisi Syamsul Bahri, Wakil Komandan Resort 206 menjelaskan kepada TEMPO bahwa pembersihan akan dijalankan teus. "Sebentar lagi kakapnya akan diciduk, tunggu saja", ujarnya, sekaligus menambahkan bahwa kecuali ZS yang kena ringkus selama ini cuma teri-terinya. Namun begitu hingga laporan ini dikirim dari Asahan, kakap yang dimaksud Wakil Danres tersebut masih belum terdengar kabar beritanya. Hanya rumah-rumah madat di Jalan Asahan yang beken itu mendadak sunyi sepi, bagai habis diserang burung garuda. Tak tercium asap candu lagi. Pembantu TEMPO yang meninjau ke sana akhir Maret lalu tak menemui pemadat lagi. Yang ada hanya apek-apek yang sedang tidur-tiduran dengan lemas. Mereka bilang sejak aksi penggerebegan tersebut sulit memperoleh candu lagi. Candu, apa boleh buat, sudah merupakan bagian makanan mereka. Para singkek tersebut kini banyak yang mogok pergi ke laut - sebagai nelayan -, karena tanpa mengisap candu, sekujur badan terasa lemas tak berdaya, kata mereka. Mereka mengakui hanya dengan mengisap candu mereka dapat tahan memburu ikan. Di malam hari angin laut yang sejuk dan basah tak berpengaruh pada tubuh telanjang mereka-di tengah laut mereka jamaknya memakai celana kolor saja. Sampai berapa lama siksa sedemikian tertahankan oleh para hamba narkotik itu, kurang jelas."Situasi jadi panas sekarang karena Komdak melakukan penggerebekan", ujar salah seorang pemilik rumah madat yang jadi sepi itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus