Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Mataram - Polres Kota Mataram telah meningkatkan status penyelidikan kasus kematian Nurul Izzati, santriwati Pondok Pesantren Al Aziziyah, Gunung Sari, Lombok Barat, ke tahap penyidikan. "Berdasarkan hasil visum et repertum, penyelidikan sudah kami tingkatkan statusnya menjadi penyidikan," kata Kasat Reskrim Polres Mataram I Made Yogi Purusa Utama, Selasa, 2 Juli 2024. "Untuk kelengkapan alat bukti kami juga masih menunggu hasil outopsi yang dilakukan di RS Bhayangkara Polda NTB."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nurul Izzati meningal setelah koma selama 16 hari di rumah sakit. Ia mendapat perawatan karena mengalami luka dalam akibat hataman benda tumpul. Diduga luka itu akibat perundungan. Sebelum koma, Nurul juga sempat bercerita tentang penganiayaan yang dia terima selama berada di pondok.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yogi mengatakan sudah memeriksa sejumlah saksi. Dalam waktu dekat, penyidik akan meminta keterangan dari pengurus pondok pesantren. Keterangan dari pengurus ponpes ini penting untuk mengetahui kondisi Nurul sebelum dijemput oleh keluarga untuk dibawa ke rumah sakit. "Hari ini kami sudah layangkan surat panggilan kepada pihak Ponpes Al Aziziyah," kata Yogi, Selasa. 2 Juli 2024.
Adapun saksi yang diperiksa antara lain adalah orang tua Nurul dan teman-temannya di pondok pesantren. "Termasuk supir yang membawanya keluar dari ponpes," kata Yogi.
Yan Mangandar, kuasa hukum keluarga korban, mengatakan sudah sepatutnya kematian Nurul diusut tuntas. "Saat ini kepolisian setidaknya sudah mengantongi minimal dua alat bukti dugaan tindak pidana yang menyebabkan kematian Nurul," kata Yan.
Yan menduga, dua alat bukti itu adalah hasil visum dari dokter yang menyebutkan adanya benjolan di kepala akibat benturan benda tumpul, serta keterangan orang tua korban yang mendengar anaknya bercerita tentang penganiayaan di pondok.
Lebih lanjut Yan berharap, keterangan dari pengurus pondok bisa memperjelas penyebab kematian Nurul . "Yang paling mengetahui hal ini adalah saksi, teman teman korban, minimal teman satu kamarnya yang jumlahnya belasan hingga puluhan santriwati, mudabirohnya (pimpinan kamarnya), penanggung jawab asramanya, seharusnya mereka tahu apa yang terjadi," kata Yan.
Untuk memperoleh keterangan yang sebenarnya dari para saksi, terutama para santri, Yan berharap agar tidak ada tekanan dan intervensi terhadap mereka. "Mereka rentan mendapat intimidasi atau tekanan sehingga tak berani menyampaikan yang sebenarnya, kita berharap jangan sampai ada oknum atau pihak tertentu yang berupaya melakukan intimidasi," katanya.
Sesuai aturan yang berlaku, Yan berharap para santri yang akan bersaksi mendapat pendamping dari pekerja sosial profesional dari Kementrian Sosial RI, "Semoga tak ada kendala agar saksi dari para santri didampingi Peksos. Jika ada larangan didampingi Peksos, tentu kami mempertanyakannya," kata Yan.
Kuasa hukumnya pondok pesantren, Herman Saputra, mengatakan belum mendengar ihwal cerita keterangan Nurul yang mendapat kekerasan ketika berada di pondok pesantren. "Dari keterangan teman sekamar, teman sekelas, ketua kamar, mudhabiroh, petugas kesehatan dan bibi dapur tidak pernah melihat dan tidak pernah diceritakan oleh almarhumah kalo pernah ada pemukulan," kata Herman.
Herman menyam but baik langkah hukum yang saat ini ditempuh oleh keluarga Nurul untuk mengungkap kematian pelajar tsanawiyah itu. "Pihak ponpes juga sangat berkepentingan untuk mengetahui kejelasan fakta-fakta yg mengakibatkan santriwati meninggal ," kata Herman, "Pihak Ponpes siap menyiapkan kebutuhan-kebutuhab dalam pengungkapan kasus ini."