TIGA bulan setelah wafatnya, nama Adam Malik tak kunjung sepi dari peredaran. Kali ini yang menjadi berita adalah janda dan para putra Almarhum yang, melalui keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, ditetapkan sebagai "satu-satunya ahli waris yang sah menurut hukum" atas harta peninggalan si Bung. Ketetapan 16 November lalu itu diambil setelah pengadilan menerima permohonan Ny. Nelly dan anak-anaknya melalui Pengacara Iwan Pratiwi Setyawan, empat hari sebelumnya. Hakim B.E.D. Siregar, S.H., yang memimpim sidang hari itu, tidak mau berbicara banyak mengenai keputusan ini. Tetapi sebuah sumber di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengomentari, "Mungkin ini untuk kepentingan balik nama, pengurusan uang di bank, dan lain sebagainya." Bank, kata sumber tadi, tidak akan memberikan uang kalau tidak ada bukti yang kuat mengenai ahli waris. Keputusan memang tidak menyebut besarnya pembagian harta waris itu. Dan langkah yang diambil Ny. Nelly dan para putranya pun, menurut Anwar Harjono, seorang ahli hukum Islam, "Wajar saja adanya." Meski dalam soal harta warisan orang Indonesia pada umumnya tidak terbiasa menggunakan hukum perdata, "Pengadilan Negerilah yang berhak menetapkan ahli waris itu," kata Anwar. Pengadilan Agama. dalam hal ini, hanya bisa mengeluarkan fatwa - yang lebih longgar daya ikat hukumnya. Mengapa, misalnya, tidak berpalin pada hukum adat? "Bapak sendiri tidak bersikap kesukuan," sahut Budisita Malik, 38, putra ketiga Almarhum. Maksudnya, langkah ini sesuai dengan jiwa Almarhum, yang nasionalis. Lagi pula, ketujuh saudara Almarhum yang masih hidup, yang diwakili Yusuf Malik di pengadilan, tidak keberatan. "Saya tidak berhak atas harta peninggalan Bung Adam,' ujar Yusuf, 72. "Itu bukan hasil keringat saya sendiri." Ny. Nelly dan para putranya sendiri, konon, tidak akan membagi-bagi harta peninggalan si Bung yang meliputi rumah, sejumlah deposito di bank, serta koleksi yang berkaitan dengan hobi Almarhum. Anak-anak itu, menurut Ny. Nelly, "Sudah diberi rumah satu-satu." Barang peninggalan akan dihibahkan kepada Yayasan Adam Malik, yang sedang dalam proses peresmian. Yayasan inilah kelak yang akan menjadikan rumah, yang kini ditinggali Ny. Nelly dan Ilham Malik, menjadi museum. Museum ini akan menampung peninggalan Adam Malik, "Untuk dinikmati orang banyak," seperti dikatakan Budisita. Sampai tongkat golf dan kamera Bung Adam akan diserahkan kepada museum. "Jangan sekali-kali mengambil harta peninggalan Bapak, pelihara dan gunakanlah itu untuk kepentingan orang banyak," kata Budi mengulangi pesan sang ayah. Hak waris itu, tampaknya, diperlukan untuk mengurus "Tun Abdulrazak Award" yang diterima Bung Adam dan didepositokan di bank. Juga pelbagai royalties yang diperoleh si Bung dari buku-buku yang pernah ditulisnya. Hasil deposito itu sendiri bakal dijadikan modal untuk mengeluarkan semacam award, misalnya kepada petani yang berprestasi. Di kampung halaman Bung Adam, keputusan pengadilan negeri itu dlsambut wajar. "Kami memang tidak mengetahui adanya penetapan ahli waris itu," kata Hajjah Hadijah Malik. adik si Bung yang menetap di Balimbingan, Tanah Jawa, Simelungun. Ketika Yusuf Malik datang ke Pematangsiantar, 8 November lalu, untuk menghadiri peringatan 40 hari wafatnya Almarhum pun, konon, ia tak membicarakan hal itu. Tetapi, "Kami mematuhi apa katanya," ujar Hadijah. Hadijah sendiri mengaku mendapat dari Ny. Nelly sebuah kopor berisi pakaian Almarhum. "Kami menerimanya dari Kak Nelly sebagai kenang-kenangan," katanya. "Dan kami sekeluarga menerimanya dengan senang hati." Dari para saudara Almarhum yang masih hidup, hanya Hadijah yang tinggal menetap di Simelungun. Yusuf, Sarinah, Abdullah, Mahidin, dan Siti Aminah tinggal di Jakarta. Sedangkan Fatimah Syam, kata Yusuf yang hidup dari beternak ayam, bertindak sebagai "duta keliling, mondar-mandir ke sana kemari". Ibunda Adam Malik sendiri, Hajjah Salamah boru Lubis, wafat di Jakarta, tepat tiga pekan setelah si Bung berpulang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini