Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Penyelundup: denda atau penjara

Penyelundup pesawat video dan tekstil halus yang tertangkap basah di Cibinong, Bogor, hanya didenda koreksi oleh polisi dan bea cukai. Kejaksaan tetap memberikan sorotan. (hk)

1 Desember 1984 | 00.00 WIB

Penyelundup: denda atau penjara
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
PENYELUNDUP pesawat video dan tekstil halus yang tertangkap basah di Cibinong, Bogor, diam-diam perkaranya diselesaikan Polisi dan Bea Cukai dengan prosedur "denda damai". Tanpa alasan-alasan yang jelas Kepolisian Bogor menghentikan penyidikan perkara itu dan kemudian menyerahkan penyelesaiannya ke Bea Cukai. Pihak Bea Cukai, belakangan, mewajibkan pemilik barang membayar kerugian negara berupa bea masuk barang-barang itu sebesar Rp 760 juta. Penyelundupan barang mewah itu semula terbongkar hanya secara kebetulan. Sebuah trailer yang mengangkut peti kemas berisi barang-barang selundupan, 18 September lalu, terperosok dalam perjalanan dari Pergudangan Cakung, Jakarta, ke Cibinong. Dua orang polisi dari Polsek Cibinong, Kopral Djoko Suharjanto dan Supriatna, yang tidak sengaja menemukan kendaraan berat sial itu mencurigai isi peti kemas di atasnya. Kecurigaan kedua petugas itu beralasan. Ternyata, di dalam peti kemas, yang dalam dokumen disebutkan berisi pipa pralon, ditemukan 675 pesawat video dan ratusan ribu yard tekstil halus, yang seluruhnya dlperkirakan berharga lebih dari Rp I milyar. Polisi Bogor memeriksa Wono Rustamdi dan J.R. Albert Tandiari. Barang-barang selundupan itu memang hendak diangkut dari Cakung menuju rumah Wono di Jalan Mayor Oking Jayaatmaja No. 62, Cibinong. Tapi, menurut dokumen, pemilik barang adalah P.D. Kencana Sakti di Jalan Alaydrus No. 70 C, Jakarta. Pengusutan ternyata tidak berjalan lancar. Awal Oktober, Kapolda Langlang Buana, waktu itu Mayor Jenderal Polisi Herman Sujanadiwirya, memerintahkan kapolres Bogol menyerahkan penanganan kasus itu kepada Bea Cukai, untuk diselesaikan dengan prosedur denda koreksi, atau yang lebih popule disebut "denda damai" Menurut sumber TEMPO, perintah Kapold itu sesuai dengan permintaan pihak Bea Cukai beberapa hari sebe lumnya. Awal bulan itu juga kapolres Bogor secara resmi menyerahkan perkara itu ke Bea Cukai. Kapolres Bogor, Letkol Pol. M. Nurdin, membenarkan bahwa pengusutan kasus penyelundupan itu dihentikan. "Kami sudah melakukan penyidikan secara lengkap. Sekarang kami hanya menunggu komando dari Kapolda - kalau memang diperlukan pengusutan lebih lanjut, kami siap melakukannya," ujar Nurdin, yang tidak bersedia memperinci hasil pengusutannya. Kabarnya, sampai perkara itu dicabut dari Polres Bogor, direktur P.D. Kencana Sakti, Suyatna, yang disebut-sebut sebagai pemilik barang, belum sempat diperiksa polisi. Direktur Pemberantasan Penyelundupan (P2) Bea Cukai, Haryono, kepada Sinar Harapan membenarkan bahwa pihaknya telah menerima perkara itu dari Polres Bogor. Setelah itu, Bea Cukai mewajibkan pemilik barang membayar bea masuk. Persoalan yang masih tertinggal kini, menurut Haryono, belum ada penyerahan barang-barang sitaan itu dari Polres Bogor kepada pemilik barang. "Terserah kepada polisi, kapan mau menyerahkan," kata Haryono. Penyelesaian kasus penyelundupan di luar sidang, menurut sekretaris Ditjen Bea Cukai, Soeharnomo, kepada Kompas, memang bisa dilakukan oleh instansinya. Sebab, katanya, pelanggaran bea, menurut Ordonansi Bea, cukup diselesaikan dengan denda koreksi. Apalagi Jaksa Agung dalam suatu keputusannya, 1967, telah mendelegasikan wewenang penyelesaian fiskal itu kepada Bea Cukai. Hanya saja, menurut Soeharnomo, sampai saat ini masih terdapat perbedaan penafsiran antara kedua instansi itu terhadap kasus penyelundupan. Sebagai aparat fiskal, kata Soeharnomo, ia tentu lebih mementingkan soal fiskal. Artinya, bila suatu kasus bisa diselesaikan secara fiskal, katanya, ia tidak perlu memperpanang urusan sampai ke pengadilan. Pihak kejaksaan membantah keras tentang terdapatnya perbedaan penafsiran mengenai Ordonansi Bea. "Persoalannya jelas, jika perbuatan itu suatu kesengajaan, dikualifikasikan sebagai kejahatan, dan harus diadili. Sebaliknya, jika tidak sengaja, cukup diselesaikan dengan denda koreksi," ujar seorang pejabat di Bagian Pidana Khusus Kejaksaan Agung. Menurut pejabat yang tidak mau disebut namanya itu, pendelegasian wewenang Jaksa Agung ke Dirjen Bea Cukai hanyalah terbatas pada kasus-kasus yang terjadi tanpa kesengaaan pelaku. Misalnya, barang yang masuk ke Indonesia sama jenisnya dengan yang disebutkan di dalam dokumen, tapi terdapat perbedaan tipe. "Bukan seperti, misalnya, dalam dokumen disebut pralon, ternyata barangnya pesawat video - itu terang-terangan kejahatan," ujar sumber itu. Sebab itu, pejabat tadi menuduh, penyelesaian kasus penyelundupan dengan denda koreksi tersebut adalah "permainan" antara Bea Cukai dan Kepolisian. "Kalau tidak, kenapa polisi menyerahkan kasus itu ke Bea Cukai, bukan ke kejaksaan?," ujar sumber tadi. Sementara itu, Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus, Himawan, sangat berhati-hati menjelaskan penanganan kasus penyelundupan itu. "Sampai saat ini, kami masih mengecek kebenaran berita-berita itu, dan masih dibicarakan antarinstansi. Masa kami harus mengatakan kejelekan instansi lain sebelum soalnya jelas?" ujar Himawan. Dirjen Bea Cukai Soejarto, meski telah menyelesaikan kasus penyelundupan itu dengan prosedur denda koreksi, tetap menyatakan bahwa persoalan belum selesai. "Saat ini masih dalam proses. Belum tahu apakah kasus itu akan dibawa ke Kejaksaan atau Bea Cukai saja," ujar Soejarto. Yang menarik, kepala Seksi Penerangan Polda Jawa Barat, Letkol Pol. J.J. Manurip, dua pekan lalu, masih membantah bahwa Kapolda Herman Sujanadiwirya pernah memerintahkan Polres Bogor menghentikan penyidikan. "Sampai sekarang polisi di Bogor masih melacak kasus itu. Jika pemberkasan sudah selesai, perkaranya akan diteruskan ke kejaksaan," ujar Manurip mantap. Pemilik barang yang disebut dalam dokumen, P.D. Kencana Sakti, ternyata cukup misterius. Tanpa papan nama, kantor yang kini disegel itu konon dikontrak oleh perusahaan itu sejak Juli lalu. "Saya tidak pernah melihat orang bekerja di kantor itu. Pokoknya, setiap habis bongkar-bongkar barang, kantor ltu tutup - begitu terus," kata seorang pengurus rukun tetangga di daerah itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus