Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Perayu pramuria

Yoppy kinan diajukan ke sidang pengadilan merampok teman yang diajak kencan, yang sebelumnya dirayu dan dibius dulu. sasarannya selalu pramuria. (krim)

11 Juni 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI mereka masuk kamar Hotel City di bilangan Senen, Jakarta, Rooswati masih menganggap pria yang baru dikenalnya itu sebagai teman kencan yang menyenangkan. Maklum, pria tadi, "Rudi", berwajah ganteng, bermobil, dan kelihatannya berkantung tebal pula. Maka karyawati Bar Monaco itu segera jatuh hati dan mau saja diajak kencan, begitu ia pulang bekerja malam itu, Mei 1982. Tahu-tahu, begitu Roos bangun keesokan harinya, ia sudah berada di rumah sakit. Menurut dokter, ia kebanyakan menelan obat tidur, yang rupanya dimasukkan diam-diam ke dalam minuman oleh Rudi. Yang menyakitkan, Rudi-nya ternyata terbang entah ke mana, sambil menggondol uangnya, Rp 85 ribu, perhiasan emas seberat 25 gram dan sebuah arloji "Sejak itu saya dendam," kata Roos, 21 tahun. Hampir setiap malam, sepulang bekerja, ia mencari Rudi di setiap bar, tempat pijat atau klub malam. Perburuannya tak sia-sia. Januari lalu, ia segera lapor polisi ketika melihat bekas teman kencannya itu ada di Pasar Seni Ancol. Roos kini merasa dendamnnya terlampiaskan: minggu lalu Rudi, yang ternyata bernama Yoppy Kinan, mulai di adili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dan Roos sekaligus merasa agak "terhibur". Sebab dia ternyata bukan satu-satunya korban. Selain Roos, menurut tuduhan Jaksa Susilo Oeripto, ada sembilan wanita lain yang mengalami nasib sama. Kepada wanita yang diajaknya kencan -- mereka umumnya pramuria -- Yoppy, 32 tahun, memperkenalkan diri dengan beberapa nama. Kalau kepada Roos, misalnya, ia mengaku bernama Rudi. Kepada cewek yang lain ia memakai nama Indra, Hendra, Arman atau Fully Kinant. Kesepuluh wanita muda tadi, menurut jaksa, digarap antara Mei-Desember tahun kemarin. Dan dari mereka, terdakwa berhasil mengumpulkan uang dan perhiasan senilai sekitar Rp 3,5 juta. Modus yang digunakan Yoppy selalu sama: Begitu berkenalan, dirayu dan dibawa ke hotel, diam-diam korbannya diberi minuman yang sudah dibubuhi obat tidur. Lalu, setelah "main" dan wanita tadi teler, Yoppy mengorek isi tas korban dan mempreteli perhiasannya lalu kabur dari hotel. Lelaki berkulit kuning itu tampaknya tahu betul, bagaimana cara memanfaatkan kumis dan tampangnya. Sekaligus ia tahu, wanita mana yang kira-kira sedang butuh kawan berkencan. Tapi, maklum sedang menganggur, Yoppy jadinya tak ingin hanya sekadar berkencan. Maka digaraplah cewek-cewek yang habis dikencaninya itu. Ide melumpuhkan korban dengan obat tidur, menurut pengakuan Yoppy di muka polisi, bermula ketika ia mengidap "penyakit" susah tidur, sekembalinya dari Kalimantan Timur sekitar Mei 1982. Di sana ia mengaku bekerja di Bechtel dengan gaji US$1.200 sebulan. Oleh dokter di rumah sakit swasta Dharma Jaya, Jakarta, ia diberi obat tidur yang ternyata cespleng. Ia kemudian berpikir-pikir bagaimana menggunakan obat tidur untuk mencari uang. Dan menurut Jaksa Susilo, itulah yang berbahaya. "Kasusnya sendiri tidak terlalu berat. Yang saya takutkan, modus seperti ini menjadi mode," katanya kepada TEMPO. Yoppy sendiri tentu tak sadar bahwa ia ternyata menjadi pelopor dalam metode "bius curi-lari" tersebut. "Saya nggak tahu, kenapa bisa berbuat begitu," katanya seperti menyesali. Sebelum tertangkap, sebenarnya ia sudahdua kali hampir celaka, karena dikenali kembali oleh korbannya. Yang pertama, ketika ia menggaet seorang pramuria Bar Aicha. "Namanya saya lupa," katanya kemudian kepada polisi. Pramuria tadi, tanpa banyak kesulitan dibawanya ke Hotel Tamansari. Dan setelah menidur-pulaskan ceweknya, ia pun menyikat habis perhiasan yang dikenakan korbannya itu. Selang beberapa hari, ketika ia muncul di sekitar daerah itu, sekelompok pemuda rupanya kawan pramuria yang dipretelinya -- mengepungnya hingga ia tak bisa berkutik. Hampir saja ia jadi 'perkedel', seandainya tak bisa mengembalikan barang yang dulu dicurinya. Korban lain yang mengenalinya ialah Kartini, yang digarapnya Oktober 1982 di Pondok Genggong, di Jalan Raya Bogor. Masih untung ia hanya ditepuk punggungnya dan disuruh mengembalikan uang tunai Rp 200 ribu, dan puluhan dollar, 10 gram gelang emas dan 10 gram kalung emas bermata giok, secara baik-baik. "KTP terpaksa saya berikan, sebagai jaminan untuk melunasi kekurangannya," katanya kemudian. Belum jelas apakah utangnya itu kini sudah terlunasi. Tapi setelah ditahan, ia sempat mengirim surat kepada Veggie, 23 tahun, yang dikawininya tujuh tahun lalu. Wanita berparas cantik itu ditinggalkannya empat tahun lalu, tanpa surat cerai, setelah melahirkan seorang anak. Yoppy lalu kawin dengan Tuty, yang sebenarnya masih berstatus istri dari Hans, yang tak menyukai istrinya yang ternyata seorang penjudi dan pemabuk. Akan halnya Veggie, sepeninggal Yoppi, pergi ke Surabaya dan menikah dengan seorang penerbang Garuda. Perkawinan mereka tak lama, karena suami keduanya meninggal dalam kecelakaan. Ia pun kembali ke Jakarta. Dan ketika Yoppi diadili, ia datang ke pengadilan. Bukan untuk melepas rindu, melainkan, "ingin mengetahui sampai seberapa jauh kebejatannya." Terus terang, ia mengaku masih mencintai Yoppy. Tapi, "saya tak sudi lagi dengannya -- biar dia tahu rasa sekarang," katanya ketus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus