Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengecam tindakan yang dilakukan tiga orang bernama Rini, Lia, dan D, yang melakukan praktik perdagangan anak terhadap dua bocah di bawah umur ke warga negara asing (WNA) asal Jepang berinisial AA. Ia meminta kepolisian menjerat para pelaku dengan hukuman maksimal karena telah merusak masa depan para korban.
"Harus dijerat dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Perdagangan Orang dan Undang-Undang Perlindungan Anak, (dihukum penjara) 15 tahun, semoga," ujarnya saat ditemui di Polres Jakarta Selatan, Rabu, 3 Januari 2018.
Baca: Ini Modus WNA Jepang dalam Kasus Perdagangan Anak di Jaksel
Lebih lanjut, ia menjelaskan, KPAI akan membantu proses rehabilitasi kedua korban berinisial CH, 11 tahun, dan J, 12 tahun, hingga tuntas. Kedua bocah yang sehari-hari berjualan tisu di kawasan Blok M itu dinilai KPAI rentan terhadap kejahatan seksual. Karena itu, Susanto meminta Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta mengoptimalkan pencegahan dan penanganan anak jalanan dari kejahatan tersebut.
Kepolisian Resor Metro Jakarta Selatan berhasil membongkar modus penjualan manusia yang dilakukan tiga warga negara Indonesia kepada seorang WNA asal Jepang berinisial AA, 49 tahun. Kepala Unit PPA Polres Jakarta Selatan AKP Nunu Suparmi menjelaskan, ketiga WNI itu, Rini, Lia, dan D, 17 tahun, bertugas sebagai muncikari dan mencari korban untuk selanjutnya dijual kepada pelaku.
AA, warga negara Jepang, disebut bekerja sebagai koki di sebuah restoran Jepang di kawasan Melawai, Jakarta Selatan. Dia diketahui bertransaksi dalam bisnis tersebut pada 16 Desember 2017. Ada dua anak perempuan yang dijual kepadanya oleh seorang tersangka muncikari, yang juga telah ditangkap.
Polisi membongkar praktik perdagangan anak di kawasan Blok M ini dua pekan lalu. Awalnya, orang tua kedua korban mengadu setelah mereka mendapatkan pengakuan mengejutkan dari alasan perubahan perilaku pada anak-anaknya itu.
Lebih lanjut, Susanto menjelaskan, kasus eksploitasi lewat perdagangan anak seperti itu bisa terjadi karena faktor ekonomi keluarga yang tidak mencukupi. Sehingga anak-anak yang kebutuhan finansialnya tidak tercukupi mencari cara untuk mendapatkan uang lebih. Karena itu, Susanto mendesak pemerintah daerah serius menangani kesenjangan sosial dan masalah ekonomi di daerah masing-masing.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini