Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Peringatan itu Datang Sejak Awal

27 Februari 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAAT awal pemeriksaan kasus Bank Mandiri, pengamat per-bank-an Pradjoto sempat mengingatkan bahwa tak semua kredit ma-cet identik dengan adanya tindak pidana di dalamnya. Ada banyak penye-bab yang ”bisa diterima”, seperti lingkungan ekonomi yang mem-buruk atau kekalahan dalam persaingan. Perbankan, menurut Pradjoto, adalah bisnis penuh risiko. ”Karena itu semua prosedur dibuat seketat mungkin, berlapis-lapis, dan tak boleh lentur. Setiap celah potensi kerugian sebisa mungkin dicegah,” katanya.

Di sinilah pokok soalnya. Dalam kasus Bank Mandiri, audit Badan Peme-riksa Keuangan (BPK)—yang dijadikan- dasar pemeriksaan oleh kejaksaan itu—menemukan beberapa kredit memang disalurkan dengan tingkat kehati-hati-an yang amat kurang. ”Memang aneh kalau kredit tetap diberikan, padahal jelas track record dan prospeknya tidak baik,” kata Pradjoto.

Khusus menyangkut kredit terhadap- PT Cipta Graha Nusantara, BPK menyimpulkan kesembronoan itu terlihat- begitu jelas. Yang paling menonjol, kre-dit yang diajukan perusahaan yang di-kelola oleh Edyson (direktur utama), Diman Ponijan (direktur), dan Saipul (komisaris) ini langsung disetujui ha-nya dalam tempo sehari setelah surat permohonan dibuat pada 23 Oktober 2002.

Kredit itu diberikan dalam proyek pem-biayaan kembali (refinancing) pem-belian hak tagih PT Tahta Medan- yang mengelola Hotel Tiara Medan. Jum-lah-nya total senilai Rp 166,5 miliar.- Da-lam nota kredit, duit sebanyak itu, plus modal Rp 22,5 miliar milik PT Cip-ta sendiri, sedianya akan digunakan juga untuk membangun Tiara Tower dan me-renovasi hotel. Tapi, hingga BPK me-meriksa fisik proyek pada 17 Juli 2004, ternyata pembangunan tower itu tak ada kelanjutannya. Dalam laporannya- pada 13 Januari 2003, BPK menyebut ”... konstruksi bangunan tetap baru men-capai 65 persen.”

Kemacetan pembangunan ini tentu saja mengganggu kelancaran arus kas PT Cipta, karena melesetnya perkiraan pemasukan yang seharusnya dipasok dari penyewaan 150 kamar tambahan yang hendak dibangun. Pembayaran kre-dit pun ikut tersendat. Itulah alasan- pihak kejaksaan menahan ketiga pe-ngelola PT Cipta pada pertengahan Maret silam.

Namun, menurut Frans Hendra Wi-narta, pengacara Edyson, kasus ini ber-lanjut ke pengadilan karena ada-nya- upaya pengambinghitaman ketiga kliennya. ”Tidak ada penyalahgunaan kre-dit di sana,” kata Frans.

Soal ketidaksesuaian nilai rupiah kre-dit dalam perhitungan BPK dan pihaknya, Frans mengatakan, itu karena adanya perbedaan patokan kurs yang digunakan. Sebab, pengajuan kredit kala itu dalam mata uang dolar Amerika sebesar 18,5 juta. ”Ini bisa dipertanggungjawabkan,” katanya. Apalagi, menurut Frans, sampai April 2005 angsurannya lancar.

Dari DPR, ekonom Dradjad H. Wibowo juga sejak awal meminta penyidik melipatgandakan kejeliannya dalam mengungkap kasus ini. Dradjad khawatir para jaksa akan kesulitan membuktikan adanya pelanggaran dalam kasus yang melibatkan transaksi perbankan dan bisnis yang terhitung rumit seperti di PT Cipta. Jika ini terjadi, kata Dradjad, bukan mustahil jaksa hanya menuntut pihak-pihak yang se-sungguhnya hanya boneka. ”Aktor sebenarnya yang menjadi otak di balik transaksi dan menikmati keuntungan justru bisa-bisa lolos,” katanya.

Ketika itu, beberapa pihak yang me-rasa dikait-kaitkan dengan kasus ini sempat bereaksi. April tahun lalu, misalnya, pimpinan PT Media Group, Surya Paloh, menggelar jumpa pers untuk membantah keterlibatannya dalam transaksi pembelian Hotel Tiara Me-dan oleh PT Cipta. Menurut Surya, PT Cipta bukan merupakan anak perusahaan Media Group sebagaimana disebut-sebut selama ini.

Surya mengakui mantan Direktur Keuangan Media Group, Suhadi Zaini, memang sempat bergabung bersama- in-vestor lain di PT Tri Manunggal Man-diri Persada dalam kepemilikan Hotel Tiara. ”Pak Didi (panggilan Suhadi Zaini) ikut atas izin saya,” ujar Surya. ”Tapi, sekali lagi saya tegaskan, tidak ada kaitan antara saya secara pribadi atau sebagai pimpinan Media Group se-cara langsung atau tidak langsung de-ngan PT Cipta,” katanya.

Kendati demikian, Surya mengakui hasil penjualan Hotel Tiara Medan- senilai Rp 160 miliar mengalir ke reke-ning Metro TV. Tapi, pembelinya ada-lah PT Azelia. Ia mengaku tak tahu kapan PT Azelia melepas sahamnya kembali, hingga hotel itu dimiliki PT Cipta. ”Uang itu dikembalikan lagi kepada konsorsium,” ujarnya.

Menghadapi keraguan sejumlah pihak terhadap kesanggupan kejaksa-an membongkar kasus ini, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh kala itu menja-min jajarannya akan maju terus. ”Ke-jaksa-an tidak bodoh. Ada kredit yang me-mang- macet, ada juga yang dire-kayasa sejak awal biar menjadi macet. Kejaksaan punya akal sehat, punya common sense,” ujarnya. Tapi, pekan lalu itu para hakim rupanya tak sepa-kat de-ngan akal sehat para jaksa. Para terdakwa korupsi itu lolos dari jerat hukum.

Y. Tomi Aryanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus