SENGKETA kepemilikan Kuta Cottages di Bali - antara pengelola hotel itu, Nyonya Retnomurti, dan bekas suaminya, Kolonel AL (Purn.) Soegardjito -- menerbitkan persoalan hukum baru. Pasalnya, vonis hakim, selain melepaskan Soegardjito dari tuduhan perusakan hotel dan perbuatan tidak menyenangkan, juga menyebut agar nama baik terdakwa direhabilitasi. Soal eksekusi rehabilitasi nama baik itulah yang hingga pekan lalu menjadi silang pendapat antara kejaksaan dan pengadilan. Pengadilan Negeri Denpasar, yang memutuskan perkara itu, berpendapat bahwa putusan rehabilitasi itu hanya bersifat pernyataan deklaratoir. Artinya, keputusan itu sekadar memulihkan nama baik dan kehormatan Soegardjito, 51 tahun, yang bekas Komandan Sional AL di Benoa, Bali tanpa perlu dieksekusi. Sebaliknya, kejaksaan menganggap rehabilitasi termasuk juga memulihkan hakhak terdakwa sebagai pemilik dan pengelola hotel sengketa itu. Berdasar itu, pada 6 April dan 3 Juni lalu, kejaksaan bersama Soegardjito mendatangi hotel itu untuk mengganti pemiliknya. Tapi, sampai pekan lalu, Soegardjito belum bisa masuk ke hotel yang terletak di pinggir Pantai Kuta itu. Sebab, Nyonya Retnomurti bertahan di hotel itu. Gagalnya eksekusi itu, menurut Kepala Kejaksaan Tingi Bali, Martin Basiang, hanya karena situasi dan kondisi. Sebab, "Bekas suamiistri itu tetap ribut dan sama-sama mengadu ke polisi, sementara polisi sendiri tampaknya binun menhadapi kasus itu," kata Martin. Kasus itu bermula dari sengketa perdata biasa, di antara orang-orang yang mengaku sebagai pemilik Kuta Cottages. Yaitu, Retnomurti di satu pihak dan Soegardjito bersama bekas atasannya, Laksda. (Purn.) R. Soeparno, di pihak lain. Menurut Soeparno, 60% modal awal dari hotel itu dalam akta pendiriannya ditulis sebagai milik Gardjito - berasal dari koceknya. Sebab itu, ia menggugat,. Retno dan Gardjito. Soegardjito membenarkan cerita itu. Menurut Gardjito, setelah hotel itu berdiri, engalihkan kepemilikannya lewat lima buah akta "akal-akalan" kepada mertua perempuannya, dan kemudian ke istrinya, Retnomurti. Sebab, waktu itu Gardjito sebagai perwira TNI-AL --ia pensiun pada Mei 1987 - tak boleh memiliki perusahaan. Belakangan, kata Gardjito, Retno, yang bercerai dengannya Maret 1988, tetap mengangkangi hotel tersebut. Bahkan, sebulan setelah cerai, wanita itu mengadukan Gardjito ke polisi. Bekas suaminya itu dituduhnya menggerakkan 17 orang karyawan Kuta Cottages untuk merusak salah sebuah kamar hotel itu, dan melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Akibatnya, Gardjito sempat ditahan selama 27 hari. Ternyata, Pengadilan Negeri Denpasar, pada 22 Maret 1989, melepaskan Gardjito dan 17 orang terdakwa lainnya dari kedua tuduhan tersebut. Selain itu, hakim juga memutuskan agar hak para terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat serta martabatnya dipulihkan (rehabilitasi). Persoalan menjadi menarik karena Kepala Kejaksaan Negeri Denpasar, M. Alam Kuffal, menganggap putusan rehabilitasi itu berarti juga mengembalikan hak-hak terdakwa pada posisinya semula. "Sebelum ditahan dan diperkarakan ke pengadilan, kedudukan Gardjito itu kan pemilik, pengelola, dan bertempat tinggal di Kuta Cottages," kata Kuffal. Sebab itu, pada 6 April - dan 3 Juni lalu - sewaktu Retno tak ada di Kuta Cottages, kejaksaan mengeksekusi putusan itu. Caranya, petugas-petugas kejaksaan bersama terdakwa mendatangi hotel itu, dan kemudian menyatakan hak-hak Gardjito selaku pemilik dan pengelola hotel. "Kalau pihak Retno mau mempersoalkan kepemilikan hotel itu, kenapa tidak mengajukan saja gugatan ke pengadilan? kata Alam Kuffal . Tapi keributan segera terjadi begitu Retno muncul di hotel itu. Retno tak bisa menerima eksekusi itu . "Wong, perkara pidana, kok, bercabang ke perdata," komentar pihak Retno. Menurut pengacara Retno, Putu Sutha Sadnyana dan O.C. Kaligis, berdasarkan akta yang ada, kliennyalah pemilik dan pengelola sah atas hotel itu. "Pengadilan belum pernah memutuskan akta-akta terseblJt tidak berlaku lagi," kata Sadnyana. Seorang hakim di Pengadilan Negeri Denpasar membenarkan eksekusi kejaksaan itu berlebihan. Sebab, katanya, soal itu masuk kompetensi peradilan perdata. "Putusan pidana itu hanya deklaratoir. Maksudnya hanya menyampaikan kepada umum bahwa Soegardjito itu orang baikbaik," kata sumber itu.Hp.S.,Djoko D., dan I N. Wedja (Denpasar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini