Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mengadili ekspor pura-pura

Harry mattalatta atau hariram ramchand melwani, 47, bekas buron yang diekstradisi malaysia diadili pengadilan negeri jak-tim. ia dituduh memanipulasi dana sertifikat ekspor sebesar Rp 3,6 milyar.

29 Juli 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU-satunya buron kelas kakap yang ditangkap berkat "kebaikan" polisi negara jiran Malaysia dan kemudian diekstradisikan ke sini, Harry Mattalatta alias Hariram Ramchand Melwani, pekan-pekan ini diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Jaksa H. Tambunan menuduh Harry, 47 tahun, telah memanipulasi dana Sertifikat Ekspor (SE) tekstil dan pakaian jadi, sehingga merugikan negara sekitar Rp 3,6 milyar. Harry, yang pemilik PD Pooja (eksportir tekstil) dan PT Devi Pooja Kumari (eksportir pakaian jadi), dalam dakwaan jaksa, telah menikmati dana SE - dana insentif pemerintah untuk eksportir guna merangsang ekspor nonmigas - yang bukan haknya, hampir Rp 3,9 milyar. Dana itu, kata jaksa, diraup Harry antara tahun 1981 dan 1985, melalui ekspor "pura-pura" berupa 395 kali ekspor tekstil dan pakaian jadi ke Singapura. Padahal, menurut jaksa, dana SE yang betul-betul menjadi haknya melalui ekspor tersebut cuma sekitar Rp 287 juta. Caranya, masih dalam dakwaan jaksa, Harry menaku dalam usaha eksror tadi bekerja sama dengan Koperasi Serba Usaha Sentra Cidodol, Jakarta Selatan. Padahal, sebenarnya ia cuma membeli sebagian pakaian jadi itu dari pasaran bebas di Tanah Abang. Jumlah dan jenis barang itu dalam dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB)-nya "disulapnya" menjadi lebih besar dengan bantuan Sohanlal, selaku EMKU-nya. Kejahatan menggerogoti uang negara itu, menurut jaksa, bisa berjalan mulus berkat bantuan Kepala Bidang Ekspor Bea Cukai di Halim Perdanakusuma, Azahar Nazahar - yang akan diadili secara terpisah. Menurut sumber TEMPO, untuk "bantuannya" itu, Azahar memperoleh separuh bagian dari dana SE yang dimanipulasi Harry. Kejahatan Harry baru terbongkar ketika tim Artha Reksa Opstibpus melakukan operasi pembersihan pada akhir 1985. Hanya saja, sewaktu kasus itu diusut kejaksaan, Harry, keturunan India yang menjadi WNI sejak 1971 lebih dahulu buron ke luar negeri Tiga tahun kemudian buron itu ditangkap polisi Malaysia ketika meninggalkan tempat tinggalnya semula di Singapura. Pemerintah Malaysia, pada 14 Maret 1988, mengekstradisikan buron itu kembali ke Indonesia. Itulah keberhasilan pertama Pemerintah Indonesia mengekstradisikan buron ke tanah air (TEMPO, 19 Maret 1988). Hanya saja, beberapa hari setelah Harry ditahan dan kasusnya masih disidik kejaksaan, beredar kabar burung bahwa Harry sudah "bebas" berkeliaran di luar. Tapi, menurut Jaksa H. Tambunan, tersangka itu sempat ditahan dua bulan, sebelum ditangguhkan penahanannya, karena tersangka itu menderita sakit jantung. "Kalau dia ditahan, nanti kesehatannya malah menjadi buruk," ujar Tambunan. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Timur, M.S. Lumme, yang juga ketua majelis di persidangan itu, juga menyebutkan bahwa Harry menderita sakit jantung dan epilepsi sehingga tak ditahan. "Di sidang-sidang terdahulu malah dia pernah muntahmuntah dan kejang. Sementara dia masih dalam perawatan dokter, penahanannya tetap ditangguhkan," kata Lumme. Di setiap persidangan Harry memang selalu didampingi perawat. Di sela persidangan, sang perawat mengontrol tekanan darahnya, dan setelah itu Harry harus menelan obat. Menurut perawatnya, konon, setiap menjelang tengah hari tekanan darah tersangka itu meninggi sampai 160. Di persidangan Senin pekan ini, Harry membantah tuduhan memanipulasi PEB itu. "Saya mengajukan PEB apa adanya. Kalau memang tidak disetujui, kenapa PEB itu bisa dikeluarkan juga?" kata Harry, yang selalu mengenakan kemeja putih berlengan pendek. Dalam soal itu, dia benar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus