Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Polisi Tembak Polisi, Keluarga Korban Minta Pelaku Penembakan Dihukum Secara Adat Dayak, Begini Aturannya

Keluarga Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage dlam kejadian polisi tembak polisi, minta pelaku penembakan dihukum secara adat Dayak. Bagaimana aturannya?

30 Juli 2023 | 08.01 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kejadian polisi tembak polisi kembali terjadi. Keluarga Bripda Ignatius Dwi Frisco Sirage menuntut agar pelaku penempakan, Bripda IMS dan Bripka IG agar diberi sanksi dengan hukum adat Dayak, yakni pati nyawa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Y Pandi, ayah Bripda Dwi Frisco berniat menyeret pelaku penembakan putranya kepada tetua adat Dayak untuk dilakukan proses hukum adat sesuai tradisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Selain diproses dengan hukum pidana, tersangka harus dihukum dengan cara adat Dayak. Itu tradisi kami. Keluarga kami memang keluarga besar orang dayak. Jadi karena kami suku Dayak, tradisinya ketika kita mendapatkan musibah apapun pasti akan menyelenggarakan yang namanya adat. Itu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat Dayak di manapun," kata Y. Pandi.

Seperti diketahui, Bripda Ignatius tewas tertembak di Rusun Polri Cikeas, Gunung Putri, Bogor Jawa Barat pada Ahad, 23 Juli 2023 pukul 01.40 WIB. Dua pelaku penembakan pun telah ditangkap dan ditahan. Kasusnya ditangani Polres Bogor dan Propam Polda Jawa Barat.

Kuasa hukum keluarga Bripda Ignatius, Jelani Christo menyebut pihaknya akan dibantu tokoh adat terkait penerapan hukum adat pati nyawa ini. Lantas apa itu adat pati nyawa?

Mengenal adat pati nyawa

Pati Nyawa mengharuskan pelaku membayar semacam uang tebusan kepada keluarga korban sebab telah menghilangkan nyawa, baik sengaja atau pun tidak.

Melansir publikasi Tradisi Hukum Adat Pati Nyawa Lintas Etnis Melayu Islam dan Dayak Kabupaten Kapuas Hulu di laman Jurnal IAIN Ponorogo, ada sejumlah ketentuan terkait hukum adat pati nyawa, yakni:

  1. Barang siapa menghilangkan nyawa seseorang dengan sengaja dikenakan Denda Hukum Pati Nyawa sebesar 307 gram emas (24 karat).
  2. Barang siapa yang menghilangkan nyawa seseorang tanpa disengaja dikenakan denda Hukum Pati Nyawa sebesar 157 gram (24 karat).
  3. Denda Hukum Adat Pati Nyawa yang tertera pada point 1 dan 2 telah termasuk biaya penguburan 30 gram emas (24 karat) dan biaya pengurus adat sebesar 15 gram emas (24 karat).
  4. Nilai atau harga emas denda Hukum Adat pati Nyawa dapat di uangkan sesuai dengan harga atau nilai emas pada saat terjadinya perkara.
  5. Denda Hukum Adat berlaku efektif terhitung mulai pada tanggal 1 bulan Mei tahun 2005.

Pihak yang mengadili sidang pati nyawa merupakan dewan adat di tingkat masing-masing. Jika di tingkat dusun, maka petugas pengadilnya adalah Ketua Dusun, Ketua RT dan RW, orang-orang tua yang memahami adat, serta Ketua Adat sebagai pemimpin sidang sekaligus hakim.

Pada tingkat desa, sidang pati nyawa dipimpin oleh seorang tumenggung adat serta beranggotakan kepala desa, kepala dusun, dan orang-orang tua yang memahami adat.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus