Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

arsip

Kasus Brigadir J: Begini Seluk Beluk Pasal Pembunuhan Berencana

Dia menduga ada tindak pidana pembunuhan berencana, penganiayaan, hingga pencurian dalam kasus polisi tembak yang menewaskan Brigadir J itu.

19 Juli 2022 | 14.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta -Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak membuat pelaporan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin, 18 Juli 2022 yang di dalamnya memuat dugaan pembunuhan berencana.

Kamaruddin menduga ada tindak pidana pembunuhan berencana, penganiayaan, hingga pencurian dalam kasus peristiwa polisi tembak polisi di rumah dinas Kepala Divisi Propam Irjen Fredy Sambo yang menewaskan Brigadir J itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pembunuhan berencana merupakan perbuatan menghilangkan nyawa seseorang dengan terencana dan sengaja.

Perbuatan ini melanggar hak asasi manusia atau HAM, yang merupakan hak dasar yang dimiliki setiap orang. Di Indonesia aturan terkait HAM telah dicatat dalam Undang-Undang Dasar atau UUD 1945. Dalam Pasal 28A disebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sementara itu, menurut UU Nomor 39 Tahun 1999, HAM ialah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. HAM juga merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.

Tindak pidana pembunuhan terbagi menjadi dua, yaitu tindak pidana pembunuhan dan tindak pidana pembunuhan berencana.

Di dalam Pasal 338 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan bahwa, barang siapa yang melakukan pembunuhan dengan sengaja, diancam penjara paling lama lima belas tahun penjara. Berikut pasalnya: “Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”

Mengutip jurnal Komisi Yudisial oleh Echwan Iriyanto dan Halif, perkara pembunuhan berencana diatur dalam KUHP Pasal 340, yaitu: “Barang siapa sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”

Muhammad Anwar dalam buku Hukum pidana bagian khusus (KUHP Buku II) mengungkapkan perbedaan tindak pidana pembunuhan dengan pembunuhan berencana. Perbedaan itu terletak pada apa yang terjadi dalam diri pelaku sebelum melakukan pembunuhan. Dalam tindak pidana pembunuhan biasa, antara kehendak membunuh dengan pelaksanaan pembunuhan merupakan satu kesatuan.

Sedangkan pada tindak pidana pembunuhan berencana, pelaku membutuhkan waktu untuk berpikir secara tenang. Pelaku dengan sengaja membuat perencanaan, mulai dari waktu, cara, hingga jenis peralatan yang digunakan untuk melakukan pembunuhan. Sehingga ada jarak waktu antara timbulnya kehendak sampai pelaksanaan kehendak tersebut.

Menurut Adami Chazawi, sebagaimana diungkapkannya dalam buku Kejahatan Terhadap Tubuh & Nyawa, pembunuhan berencana merupakan tindak pidana paling berat pidananya. Maksimal pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara dua puluh tahun. Pembentuk KUHP merumuskan tindak pidana pembunuhan berencana sebagai bentuk pembunuhan khusus yang memberatkan.

KUHP tidak merumuskan syarat unsur atau kategori pembunuhan berencana. Meskipun demikian, pengertian dan syarat unsur pembunuhan berencana dapat diperoleh dari pendapat para ahli hukum pidana (doktrin) dan putusan hakim (yurisprudensi), sebagaimana diungkapkan oleh Sudikno Mertokusumo dalam buku Penemuan Hukum.

Menurut Sudikno, syarat unsur pembunuhan berencana akan selalu dinamis. Sesuai dengan perkembangan dan kompleksitas kasus atau perkara tindak pidana pembunuhan berencana. Bahkan dalam kasus tertentu, menentukan tindak pidana pembunuhan atau pembunuhan berencana tidak mudah. Ini karena keduanya memiliki diferensiasi atau perbedaan yang sangat tipis. Demikian juga menentukan adanya unsur berencana dalam tindak pidana pembunuhan berencana bukan perkara yang mudah.

HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga : Mayat Penuh Luka di Pinggir Tol Korban Pembunuhan Berencana Sepasang Kekasih

Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus