Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Pembunuhan berencana merupakan upaya menghilangkan nyawa seseorang dengan sengaja dan terencana untuk menyebabkan kematian.
Mempertahankan kehidupan adalah hak dasar setiap orang, sehingga pembunuhan berencana jelas melanggar hak asasi manusia atau HAM.
Ancaman Hukuman Maksimal
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP ditegaskan bahwa barang siapa dengan siapa dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun. Pidana mati menjadi suatu pilihan sanksi terakhir, dengan maksud pemberian efek jera (deterren effect) dan sebagai sarana menjaga ketenteraman secara normatif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Instrumen hukum internasional International Covenant on Civil and Political Rights atau ICCPR Pasal 6 ayat 1 sebagaimana telah diratifikasi ke dalam hukum nasional Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005, disebutkan bahwa pemberlakuan hukuman mati ditetapkan bagi tersangka tindak kriminal tertentu. Terutama kejahatan yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa (extra ordinary crime).
Adapun unsur pembunuhan berencana menurut pasal 340 KUHP yaitu perbuatan itu harus disengaja dan terencana, dan menyebabkan lenyapnya nyawa orang lain, serta ada hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kematian orang tersebut. Dalam ilmu hukum pidana, menurut Memorie van Toelichting atau MVT kesengajaan dibedakan dalam tiga bentuk yaitu kesengajaan sebagai tujuan, kesengajaan sebagai kepastian, dan kesengajaan sebagai kemungkinan.
Kesengajaan sebagai tujuan yaitu apabila pelaku benar-benar menghendaki mencapai akibat yang menjadi pokok alasan diadakannya ancaman hukum pidana. Kesengajaan sebagai kepastian apabila pelaku tahu benar bahwa suatu akibat pasti ada dari perbuatan itu. Sedangkan kesengajaan sebagai kemungkinan apabila dalam pemikiran pelaku hanya suatu kemungkinan belaka akibat yang akan terjadi dari suatu perbuatan.
Menurut jurnal di Universitas Udayana oleh Ni Ketut Sri Kharisma Agustini dan Ni Putu Purwanti, adapun unsur-unsur tindak pidana yang menyebabkan hilangnya nyawa korban yaitu: Adanya suatu perbuatan yang menyebabkan matinya orang lain. Adanya kesengajaan yang tertuju pada terlaksananya kematian orang lain. Kesengajaan merampas nyawa dilakukan setelah timbulnya niat untuk membunuh.
R. Soesilo dalam bukunya 'Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) : Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal’ mengungkapkan, berencana atau perencanaan merupakan terjemahan dari kata asing “metvoorbedacterade”. Artinya, ada waktu bagi pelaku dengan tenang memikirkan dengan cara bagaimana sebaiknya pembunuhan itu dilakukan.
Baru-baru ini kuasa hukum keluarga Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat, korban peristiwa baku tembak antar anggota polisi di rumah dinas Kepala Divisi Propam membuat pelaporan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin, 18 Juli 2022.
Kamaruddin Simanjuntak menduga ada tindak pidana pembunuhan berencana, penganiayaan hingga pencurian dalam kasus ini.
HENDRIK KHOIRUL MUHID
Baca juga : Tiga Alasan Majelis Memperberat Vonis Kolonel Priyanto