Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Prahara Perkara 441

Bersama Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menangani kasus penipuan investasi bodong bos forex Surabaya yang diwarnai penyuapan jaksa. Dalam tuntutan, pasal pencucian uang menghilang.

6 Juli 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hakim Mahri Hendra meminta penuntut umum menyiapkan persidangan lanjutan perkara nomor 441 pa-da Senin sore pukul 16.15, 1 Juli lalu. Mahri juga meminta jaksa memastikan kehadiran terdakwa perkara penipuan, penggelapan, dan pencucian uang dalam investasi pasar uang. Dua terdakwanya adalah bos forex atau perusahaan pialang saham di Surabaya, Hary Suwanda dan Raymond Rawung.

Sebelum para terdakwa masuk dari pintu samping ruang sidang, pegawai pengadilan memberikan isyarat agar semua pengunjung keluar. “Tertutup dulu,” petugas pengadilan berbisik sambil menutup pintu ruang sidang.

Puluhan wartawan dan pengunjung yang ingin menyaksikan jalannya persidangan satu per satu keluar. Mereka hanya bisa mendengar suara di dalam ruangan tersebut. Tak lama kemudian, dari ruang sidang terdengar suara ketua majelis, Mahri- Hendra, mengetuk palu tanda persidang-an dimulai. “Kita mulai sidang perkara 441 ini,” katanya.

Persidangan Hary dan Raymond membetot perhatian karena diwarnai aksi penyuapan terdakwa ke jaksa agar meringan-kan tuntutan. Tiga hari sebelum pembaca-an sidang tuntutan atau pada Jumat siang hingga Sabtu dinihari, 28-29 Juni lalu, tim penindakan Komisi Pemberantasan Korup-si menciduk jaksa Yadi Herdianto dan Yuniar Sinar Pamungkas serta Asisten Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Agus Winoto.

Dalam operasi penangkapan, terungkap Yadi dan Yuniar kedapatan menerima titipan uang Rp 200 juta dari korban Hary dan Raymond, Sendy Perico, serta pengaca-ranya, Alvin Suherman. Sendy menyuap Agus agar mengurangi rencana tuntutan Hary dan Raymond dari dua tahun menja-di satu tahun penjara saja. Setelah kasus penyuapan terungkap, jaksa menuntut keduanya selama dua tahun.

Sendy meminta pengurangan hukuman untuk kedua terdakwa karena sudah ada kesepakatan damai di tengah proses sidang pada 22 Mei lalu. Dalam kasus suap ini, KPK menetapkan Agus sebagai tersangka penerima suap. Sedangkan Sendy dan Alvin dinyatakan sebagai tersangka pemberi suap. Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan dua jaksa lainnya, Yadi dan Yuniar, akan diproses Kejaksaan Agung. “Dari Kejaksaan Agung akan berupaya periksa lagi dan koordinasikan,” ujar Syarif.

Juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Agus Pambudi, mengatakan lembaganya tetap mengagendakan sidang. “Ada-nya kasus itu tak mempengaruhi sidang. Kami tidak ada kaitannya dengan kasus tersebut,” tuturnya.

Menurut Agus Pambudi, jaksa tetap me-nuntut Hary dan Raymond dua tahun penjara. Dalam surat tuntutan itu, jaksa menyatakan kedua terdakwa terbukti melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan. Sedangkan pidana pencucian uang yang sebelumnya turut dalam dakwaan kumula-tif itu tidak terbukti. “Dari dakwaan kumulatif, dua yang terbukti,” ujar Agus.

Akibat Jaksa ‘Main Mata’

Sidang perkara ini digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat sejak 26 Maret 2019. Koordinator jaksa penuntut umum -dalam perkara ini adalah Arih Wira Suranta. Arih saat itu juga menjabat Kepala Subseksi Ek-sekusi dan Eksaminasi di Asisten Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Arih kemudian mendapat promosi sebagai Kepala Subbagian Pembinaan Kejaksaan Negeri Gianyar, Bali, per 18 Mei lalu.

Arih dalam surat dakwaannya menyatakan Hary dan Raymond melakukan tindak pidana penipuan, penggelapan, dan pencucian uang. Salah satu korban, Sendy Perico, merasa telah ditipu Hary dan Raymond. Hary, yang merupakan CEO Lumen Capital Resources, dan Raymond dianggap telah melarikan uang investasi Sendy sejumlah Rp 11 miliar. Duit itu seharusnya diinvestasikan dalam perdagangan valuta asing pada 2011.

Sendy tertarik berinvestasi ke kedua orang itu karena Raymond kerap mengha-diri seminar investasi valuta asing. Raymond disebut mengklaim selalu berhasil dalam investasi valuta asing dan memperoleh keuntungan besar. Sedangkan -Ha-ry-- terkenal sebagai trader sukses dan kerap menjadi pembicara dalam acara investasi valuta asing. Tergiur oleh kesuksesan tersebut, Sendy menggunakan duitnya Rp 11 miliar untuk berinvestasi valuta asing di perusahaan Raymond dan Hary.

Di tengah perjalanan, keuntungan-keuntungan yang dijanjikan Hary dan Raymond tak kunjung Sendy dapatkan. Bahkan modal- investasi yang telah Sendy setorkan juga tidak dikembalikan. Selain Sendy, kata jaksa dalam dakwaannya, korban mereka ada-lah Sri, yang menyetorkan Rp 1,3 miliar pada 2011 juga.

Duit itu untuk pembuatan perusahaan pialang saham. Rinciannya, Rp 837 juta di-pakai buat sewa tempat dan sisanya, Rp 510 juta, untuk investasi. Sejak berinvestasi pada 2011, Sri tak kunjung mendapat keuntungan. Modal investasinya juga tak dikembalikan. Padahal, dalam perjanjian awal, Hary menjanjikan investasi valuta asing ini akan menghasilkan keuntungan berlipat ganda. Bahkan tiap perusahaan yang dia pegang tak pernah mengalami kerugian.

Atas perbuatan itu, Hary dan Raymond dijerat undang-undang tentang tindak pi-dana pencucian uang, penipuan, dan penggelapan. Ancaman hukuman pasal pencucian uang ini 20 tahun penjara.

Menurut seorang penegak hukum, pasal pencucian uang yang didakwakan untuk Raymond dan Hary juga merupakan pesanan Sendy kepada Arih. “Tujuannya untuk mengancam Hary dan Raymond yang tak kunjung mengembalikan uang Sendy senilai Rp 11 miliar lebih,” kata penegak hukum itu. Untuk memesan pasal ini, Sendy diduga memberikan uang kepada Arih sekitar Rp 250 juta. “Pemberian dilakukan dua kali,” ujarnya.

Tempo mendatangi kantor Kejaksaan Negeri Gianyar pada Jumat, 5 Juli lalu, untuk meminta konfirmasi tentang dugaan keter-libatan Arih dalam kasus suap tersebut. Namun, menurut Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Gianyar Felly Kasdi, Arih tengah bertugas ke Denpasar. “Ada penugasan yang tak bisa saya sampaikan,” katanya. Felly menyebutkan Arih sedang diawasi kejaksaan terkait dengan kasus di KPK. “Kami juga sedang mendalami soal ini,” ujarnya.

Raymond ternyata juga telah divonis tiga tahun penjara dalam perkara penipuan pada 2014. Korbannya adalah Hendra Setiady, yang berinvestasi pada 2008. Raymond kala itu Direktur Utama PT Golden Financial Futures. Pengacara Raymond, Tommy Apriawan, enggan berkomentar. “Perkaranya sedang berjalan. Alangkah baiknya mengikuti prosesnya saja,” kata Tommy.

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Wa-rih Sadono menyebutkan lembaganya menangani perkara ini setelah mendapat pelimpahan dari Direktorat Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya. Karena perkaranya digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta melibatkan Kejaksaan Negeri Jakarta Barat untuk proses administratifnya. Namun, ka-ta dia, Kejaksaan Tinggi DKI sepenuhnya mengendalikan penanganan perkara ini. “Karena penuntutan adanya di kejaksaan negeri, pengendalian tetap di kejaksaan tinggi,” ucap Warih.

Karena itu, Warih menegaskan, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Bayu Adhi-nugroho, yang merupakan putra Jaksa Agung M. Prasetyo, tak tahu-menahu soal kongkalikong pemberatan pasal dakwaan ataupun pengurangan tuntutan. “Sampai saat ini, tidak ada bukti-bukti keterlibatan Kejari Jakarta Barat,” kata mantan Deputi Penindakan KPK itu.

LINDA TRIANITA, ANTON SEPTIAN, MADE ARGAWA (BALI)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus