Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baru enam bulan menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Warih Sadono harus berurusan dengan Komisi Pem-berantasan Korupsi karena anak buahnya tertangkap dalam kasus suap. Bekas Deputi Penindakan KPK inilah yang ngotot kasus itu diserahkan ke kejaksaan. Kepada Linda Trianita dari Tempo pada Jumat, 5 Juli lalu, bekas Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung ini bersedia diwawancarai seputar penangkapan anak buahnya, termasuk ada atau tidaknya dugaan keterlibatan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Bayu Adhinugroho Arianto, yang tak lain adalah putra Jaksa Agung M. Prasetyo.
Kenapa kejaksaan ngotot ingin mengambil alih kasus suap jaksa yang ditangkap KPK?
Kalau memang ada oknum yang me-nyimpang dan nakal, saya tidak permisif. Saya anggap belum ada bukti apa pun. Sebab, mereka sekadar berbicara dan foto yang ditunjukkan bukan oknum yang disebut. Oke, serahkan kepada saya. Akan saya tangani. Kalian boleh awasi saya atau, kalau perlu, kalian supervisi saya.
Anda berkomunikasi dengan Jaksa Agung dan pemimpin KPK soal ini?
Saya menelepon Pak Alexander Marwata (komisioner KPK). Prinsipnya, Pak Alexander akan mendorong dan membicarakan dengan pemimpin lain. Saya bilang saya berkomitmen. Saya juga berkomunikasi dengan pimpinan kami. Saya laporkan dan setuju kami yang tangani. Saya juga berkomunikasi dengan pejabat struktural KPK, yang juga setuju kami yang menangani.
Anda sempat menghalang-halangi tim KPK saat operasi penangkapan terjadi di kantor Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta?
Saat saya sedang menunggu kedatang-an pejabat struktural KPK, Deputi Penindakan Pak Panca (R.Z. Panca Putra Simanjuntak), saya berkomunikasi dengan tim KPK. Tiba-tiba mereka seperti lepas kendali. Rombongan ini lari ke ruangan Asisten Tindak Pidana Umum di lantai tiga, tanpa seizin saya. Akhirnya saya kejar. Menurut saya, itu tidak sopan. Padahal, sebelumnya, mereka berkomunikasi dengan saya dan kami terima dengan baik.
Anda sempat duduk di pintu menghalangi mereka keluar?
Saya tidak ingat hal itu. Saat itu, pejabat struktural KPK datang, saya terima. Mereka tetap bilang ditangani kejaksaan.
Anda mengatakan para jaksa itu tidak ditangkap?
Saya antar sendiri. Enggak benar ditangkap. Setelah saya antar, saya bertemu de-ngan tiga pemimpin (Agus Rahardjo,- -Lao-de- Muhammad Syarif, dan Basaria Panjait-an). Kami sampaikan terima kasih atas kepercayaan yang sudah diberikan ke saya. Clear.
KPK akhirnya menangani kasus yang berhubungan dengan Asisten Pidana Umum, sedangkan dua jaksa lagi diserahkan ke kejaksaan…
Awalnya, mereka berkomitmen ini dita--ngani kejaksaan. Demi Allah, Rasulul-lah. Entah bagaimana terjadi, informasi dibiaskan, sehingga komitmennya tiba-tiba berubah.
Mengapa Asisten Pidana Umum Agus Winoto baru diantar ke KPK dinihari?
Saya menghadirkan Pak Agus itu sejak awal. Tapi pejabat KPK bilang tunggu dulu. Jadi bohong kalau kami mengulur-ulur.
Anak buah Anda ditangkap KPK karena menerima suap untuk mengurangi tuntutan terdakwa perkara penipuan investasi?
Itu bahan pemeriksaan kode etik. Pena-nganan kasusnya, penyimpangannya.
Bagaimana dengan adanya tudingan bahwa anak Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, ikut berperan dalam proses tuntutan kasus yang berujung suap ini?
Secara umum, perkara dikendalikan ka--mi. Kami yang menangani. Untuk proses penuntutan, administrasinya -dilimpahkan ke kejaksaan negeri, karena registernya ada di kejaksaan negeri tempat pengadil-an negeri itu menjadi tempat disidangkan. Saya berani bertanggung jawab di dunia dan akhirat bahwa tidak ada satu pun bukti keterlibatan jaksa ataupun Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo