Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gepokan bungkusan uang berisi pecahan Rp 50 ribu dan Rp 100 ribu bertumpuk di belakang para petinggi Kepolisian RI. Nilai totalnya menca-pai Rp 173,3 miliar. Pemandangan langka ini disajikan kepolisian saat menggelar konferensi pers penahanan bekas Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara, Nur Pamudji, Jumat, 28 Juni lalu. “Uang itu disita dari beberapa rekening,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo kepada Tempo, Jumat, 5 Juli lalu.
Penyidik menyita uang itu dari PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), per-usahaan yang tersangkut kasus Nur Pamudji. Perusahaan yang bergerak di jasa energi ini memenangi lelang pengadaan bahan bakar minyak jenis high speed diesel- atau solar untuk pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) di Belawan, Medan; dan Tambak Lorok, Semarang, pada Desember 2010. Proyek ini direncanakan berjalan hingga 2014.
Nilai proyek itu mencapai Rp 7,8 triliun. Setelah proyek berjalan pada tahun kedua, TPPI mulai berhenti memasok solar ke dua lokasi tersebut. Mereka beralasan mengalami kerusakan kilang. Pada pertengahan April 2012, TPPI menyatakan tidak sanggup lagi melanjutkan proyek karena masalah di dalam perusahaan. Polisi menyeli-diki kegagalan ini.
Penyelidikan berujung pada penetapan tersangka Nur Pamudji. Saat proses pelelangan, ia menjabat Direktur Energi Primer PT PLN. “PLN diduga merugi akibat penunjukan TPPI sebagai pemenang lelang,” ujar Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Besar Djoko Poerwanto, Jumat, 28 Juni lalu.
Penahanan Nur Pamudji seiring dengan pelimpahan berkas pemeriksaan yang sudah dinyatakan lengkap (P21) ke -kejaksaan. Pria 57 tahun itu dijerat Pasal 2 dan/atau 3 Undang-Undang Pemberantasan -Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hanya Nur yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Penyidik menyorot peran Nur -Pamudji dalam proses lelang tersebut. Penelusur-an polisi menyimpulkan TPPI sebenarnya tak memiliki kemampuan menjalankan proyek. Kebutuhan solar untuk proyek pembangkit di Belawan dan Tambak Lorok mencapai 500 ribu kiloliter per tahun. “TPPI tidak layak dan tak memenuhi syarat sebagai pemenang,” ucap Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo.
Akibat tersendatnya pasokan, PLN membeli solar kepada pihak lain. Penyidik me-yakini biaya pembelian tersebut jauh di atas harga solar hasil kesepakatan TPPI dan PLN. Akibatnya, perusahaan setrum itu disebutkan merugi hingga Rp 188,7 miliar. Nilai kerugian ini tertuang dalam kesimpulan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan pada 2 Februari 2018. Nur Pamudji membantah tudingan tersebut. “Tidak ada kerugian negara dalam lelang itu,” katanya saat ditemui Tempo beberapa waktu sebelum -penahanannya.
Saat pelaksanaan lelang, menurut Nur Pamudji, PLN menggandeng Sucofindo untuk menyurvei dan memverifikasi kela-yakan para kandidat pemenang lelang. Selain TPPI, sembilan perusahaan mengikuti- lelang pengadaan solar itu. Salah satunya Pertamina. Ada pula dua perusahaan lain dari luar negeri. “Pemeriksaannya mencakup finansial dan kelayakan dan sudah dianggap tak bermasalah,” tutur Nur. Saham mayoritas TPPI dimiliki TubanPetro. Sebanyak 70 persen saham TubanPetro dipunyai Kementerian Keuangan.
Panitia lelang sempat mencurigai kemampuan TPPI menjalankan proyek, awal Desember 2010. Saat itu pemenang lelang sudah ditentukan, tapi belum disahkan. Anggota panitia lelang bernama Suryadi memberikan tiga catatan kepada Direktur Energi Primer PLN Nur Pamudji. Pertama, pasokan bahan bakar TPPI dari penyu-plainya di Singapura tak memiliki cadang-an yang mencukupi hingga empat tahun. Kedua, TPPI tidak mempunyai perjanjian pengikat dengan rekanan pemasok bahan bakar di luar negeri. Ketiga, TPPI dianggap tak mengantongi modal kerja yang cukup.
Nur Pamudji mengatakan panitia me-nyim-pulkan ketiga hal itu lewat pengecekan do-ku-men TPPI. Untuk membuktikan kecuri-ga-an tersebut, Nur bersama Suryadi dan penasihat hukum mereka terbang ke Singapu-ra dan mendatangi rekanan TPPI. Mereka bertemu dengan dua perusahaan mitra TPPI.
Pertemuan dan proses verifikasi terhadap kedua perusahaan itu menyimpulkan bahwa ada bahan bakar yang lebih dari cukup untuk kebutuhan pembangkit di Belawan dan Tambak Lorok. Nur Pamudji membawa due diligence tersebut ke dewan direk-si. “Setelah itu, TPPI disahkan sebagai pemenang lelang,” ucap Nur.
Penyidik mencurigai kemenangan TPPI dalam lelang karena penerapan -meka-nis-me right-to-match untuk menentukan pemenang. Secara garis besar, right-to-match adalah mekanisme dalam lelang yang memberi-kan keuntungan kepada perusahaan -peserta lelang. Panitia pengadaan memberi peserta terpilih kesempatan membuat penawaran harga terbaik, lalu memenangi pelelangan.
Polisi meyakini mekanisme right-to-match tak bisa diterapkan dalam lelang pengadaan bahan bakar oleh PLN. Mekanisme itu digunakan dalam pelelangan proyek infra-struktur. Nur Pamudji dituding sebagai pejabat yang bertanggung jawab menerapkan model ini.
Nur Pamudji bercerita, kemenangan TPPI memang ditentukan lewat right-to- match. Mekanisme ini dipilih lewat rapat direksi PLN pada 27 April 2010. Bila perusa-haan asing memberikan harga terendah, peserta dari dalam negeri bisa -memenangi lelang jika bersedia menyamai harga terse-but. “Ini sudah menjadi kesepakatan dan disetujui direksi karena sesuai dengan per-aturan,” ujar penerima penghargaan Bung Hatta Anti-Corruption Award 2013 itu.
Dokumen yang diperoleh Tempo menun-jukkan TPPI awalnya berada di peringkat ke-tiga dalam tender pengadaan solar di Belawan dan Tambak Lorok. Peringkat pertama dan kedua ditempati perusahaan mi-nyak lu-ar negeri. Ada lima lokasi pembangkit yang di--lelang. Di samping TPPI, Pertamina meme-nangi lokasi lelang lain. Artinya, semua pemenang adalah perusahaan dalam negeri.
Kebijakan-kebijakan direksi, Nur Pamu-dji melanjutkan, justru membuat -negara diuntungkan. Direksi mampu membeli bahan bakar untuk pembangkit di bawah harga pasaran. Untuk PLTGU Belawan, misalnya, Nur mengklaim telah menghemat sebesar Rp 436 miliar selama periode 2011-2014.
Seseorang yang mengetahui proses penyi-dik-an kasus Nur Pamudji -mengungkapkan, kejaksaan akan bekerja keras -menghadirkan bukti di pengadilan. Kasus ini, kata dia, bakal mentah karena tak ditemukan keuntung-an yang diperoleh Nur dari proyek tersebut. Apalagi tindakan polisi dinilai berlebihan dengan memajang bergepok-gepok uang sa-at konferensi pers. “Itu uang kerugian negara yang mana yang disita penyidik?” ujarnya.
Lelang Berujung Tuduhan
MUSTAFA SILALAHI, ANDITA RAHMA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo