Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Marimutu Sinivasan, berhasil ditahan Petugas Imigrasi Entikong ketika diduga hendak melarikan diri ke Kuching, Malaysia pada Ahad 8 September, 2024. Hal ini pun dikonfirmasi oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Kalimantan Barat Muhammad Tito Ardianto.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Tito, petugas Kantor Imigrasi Entikong menahan Marimutu karena masuk dalam daftar pencegahan keluar wilayah Indonesia. “Saat itu yang bersangkutan diketahui berada di dalam mobil Alphard hendak masuk ke wilayah Kuching, Malaysia,” kata Tito, Senin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bos Texmaco Group itu diketahui berencana meninggalkan Indonesia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, sekitar pukul 14.00 WIB. Saat dilakukan pemeriksaan oleh petugas, lanjut Tito, diketahui jika dokumen dan data yang bersangkutan termasuk dalam daftar cekal Kementerian Keuangan. Sehingga yang bersangkutan langsung diamankan.
Lantas, siapa sebenarnya Marimutu Sinivasan? Berikut rangkuman informasi mengenai profil Marimutu Sinivasan, Obligator BLBI yang ditahan Imigrasi karena hendak melarikan diri ke Malaysia.
Profil Marimutu Sinivasan
Marimutu Sinivasan adalah seorang pengusaha asal Indonesia pemilik Grup Textile Manufacturing Company (Texmaco). Dia dilahirkan pada 17 Januari 1937 di Medan, Sumatera Utara. Dia juga merupakan lulusan dari Universitas Islam Sumatera Utara.
Mengikuti jejak sang ayah, Marimutu telah terjun ke dunia bisnis sejak muda. Hal itu dilakukannya dengan mendirikan perusahaan bernama Djaya Perkasa pada 1970, yang merupakan cikal bakal Textile Manufacturing Company. Selain berkecimpung di bisnis tekstil, Marimutu juga merupakan mantan bos Bank Putra Multikarsa.
Pria berusia 86 tahun itu masuk daftar cegah Kementerian Keuangan karena menjadi obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang masih menunggak pembayaran utangnya kepada negara. Adapun utang Matimutu mencapai Rp 31,72 triliun dan US$ 3,91 miliar, yang jika dijumlah akan mencapai Rp 95 triliun lebih.
Selain itu, Marimutu juga telah dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) oleh Markas Besar Kepolisian RI sejak Juni 2006 silam. Sebelumnya, Kejaksaan Agung menganggap Marimutu adalah obligor yang tidak kooperatif, sehingga kepolisian memandang perlu untuk menangkap Marimutu.
“Marimutu Sinivasan itu memang menjadi DPO, jadi kita akan kejar, kita cari dan tindak lanjuti apa yang diinginkan oleh kejaksaan,” kata Juru Bicara Polri kala itu, Brigadir Jenderal Anton Bachrul Alam, di Mabes Polri, 6 Juni 2006.
Marimutu juga pernah menggugat Kementerian Keuangan pada 30 Desember 2021 untuk memperoleh kepastian nilai utang Texmaco. “Saya memiliki komitmen iktikad baik untuk menyelesaikan kewajiban saya kepada negara,” katanya.
Berdasarkan laporan Majalah Tempo berjudul “Bagaimana Marimutu Sinivasan ke Luar Negri Meski Belum Melunasi Utang BLBI”, masa keemasan Marimutu Sinivasan telah lama berlalu. Sehari-hari dia dikabarkan berkantor di Lantai 15 Centennial Tower, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Di lantai itu terdapat papan nama PT Multikarsa Investama dan Texmaco Group.
Kerajaan bisnis Texmaco dikabarkan tinggal menyisakan sayap perusahaan, di antaranya PT Perkasa Heavyndo Engineering dan PT Texmaco Perkasa Engineering di Jawa Barat. Ia menjadi komisaris di kedua perusahaan itu.
Tatkala krisis keuangan 1997-1998 melanda Indonesia, Texmaco Group menjadi salah satu kelompok bisnis penerima dana talangan BLBI, yang sekarang menjadi utang. Pada Desember 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan utang Texmaco berada di angka Rp 29 triliun dan US$ 80,5 juta.
Saat itu, Satgas BLBI menyita sejumlah aset Texmaco yang ternyata tidak cukup untuk melunasi utang-utangnya. Kemenkeu kemudian mengajukan permohonan pencegahan atas nama Marimutu pada 26 Januari 2022.
Sebelumnya, Marimutu juga pernah melakukan perlawanan terhadap Kementerian Keuangan atas penyitaan aset yang dimilikinya. Kemudian pada Desember 2013, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan gugatan Marimutu terhadap PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA), BNI, dan Kementerian Keuangan.
Pengadilan menyatakan, perjanjian restrukturisasi utang atau Master Restructuring Agreement (MRA) yang diteken pemerintah dan Texmaco pada 23 Mei 2001, tidak sah. “Batal karena merupakan perbuatan melawan hukum,” kata hakim ketua, Muhammad Razzad, pada saat sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 23 Desember 2013.
Selain itu, majelis hakim juga mengabulkan gugatan lainnya, yakni pengembalian aset perusahaan Texmaco dan pengembalian dua perusahaan yang dibentuk pemerintah dan Texmaco, yaitu PT Bina Prima Perdana dan PT Jaya Perkasa Engineering, kepada posisi semula. “Semua yang berdasarkan MRA tersebut tidak sah,” kata Razzad.
Menanggapi putusan itu, PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) menyatakan banding ke Pengadilan Tinggi. Setelah sekian lama, pada 15 Juni 2023 Kemenkeu menerbitkan surat pemberitahuan sisa utang Texmaco Group sebesar Rp 31,72 triliun dan 3,91 miliar dolar AS.
Lalu pada 25-29 Mei 2024 Marimutu diketahui pergi ke Dubai, Uni Emirat Arab untuk berobat. Marimutu kemudian kembali dicegah ke luar negeri oleh Imigrasi yang berlaku dari 3 Juni 2024 sampai 3 Desember 2024.
Setelah masuk daftar cegah, pada 8 September 2024, Marimutu Sinivasan berhasil ditahan petugas Imigrasi Kalimantan Barat ketika diduga akan melarikan diri ke Kuching, Malaysia melalui melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong.
AYU CIPTA | AGUNG SEDAYU | MAJALAH TEMPO | TEMPO.CO