Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Reaksi Komisi III DPR atas Pemecatan Dirnarkoba Polda Metro Jaya dalam Kasus DWP

Anggota Komisi III DPR Abdullah mengatakan polisi yang terbukti melakukan pemerasan dalam kasus DWP juga harus dijatuhi hukuman pidana.

2 Januari 2025 | 16.26 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Donald Parlaungan Simanjuntak (tengah). ANTARA/Ilham Kausar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat RI Abdullah menilai sanksi pemecatan Direktur Reserse Narkoba (Dirnarkoba) Polda Metro Jaya Komisaris Besar Donald Parlaungan Simanjuntak yang diduga memeras penonton Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024 sudah tepat.

Dia mengatakan keputusan tersebut pasti didasari pada bukti yang sangat kuat, karena Polri tidak mungkin sembarangan dalam memutuskan pemecatan kepada anggotanya.

“Jadi pemecatan itu sudah didukung dengan banyak bukti. Itu merupakan langkah yang tepat,” kata Gus Abduh, sapaan karibnya, dalam keterangan yang diterima di Jakarta pada Kamis, 2 Januari 2025, seperti dikutip dari Antara.

Apalagi, kata dia, Donald adalah atasan dari para polisi yang diduga melakukan pemerasan terhadap penonton DWP dengan modus pemeriksaan tes narkoba. “Tes narkoba sebenarnya merupakan hal yang baik, tetapi akan menjadi tidak baik ketika disalahgunakan,” ucapnya.

Dia menegaskan sidang etik harus dilanjutkan kepada para pelaku yang lain setelah Donald dijatuhi sanksi pemecatan. Sidang tersebut juga harus dilakukan secara transparan dan tidak boleh ada yang ditutup-tutupi sehingga masyarakat mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mengingatkan pula agar pelaksanaan sidang etik tidak tebang pilih, serta tidak boleh ada perlakukan berbeda atau istimewa terhadap para terduga pelaku.

“Mereka harus mendapatkan perlakuan yang sama dalam sidang etik. Mereka yang terbukti melanggar etik, harus dijatuhi sanksi,” katanya.

Setelah sidang etik digelar, kata dia, para pelaku juga harus dijatuhi hukuman pidana sebab tindak pidana pemerasan sudah diatur dalam Pasal 368 dan Pasal 36 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). “Apalagi, uang hasil pemerasan itu cukup besar, mencapai Rp 2,5 miliar,” tuturnya.

Dia menegaskan para pelaku pemerasan bukan hanya mencoreng nama baik Polri, tetapi juga merusak citra Indonesia di mata dunia karena korban pemerasan merupakan warga negara Malaysia.

“Masyarakat internasional akan menganggap bahwa Indonesia, khususnya polisi, adalah tukang peras dan tidak bermoral. Padahal, pemerasan itu hanya dilakukan sejumlah oknum polisi, bukan Polri secara lembaga,” ujar dia.

Dia mengapresiasi langkah tegas Polri dalam menangani kasus pemerasan terhadap penonton DWP asal Malaysia, karena sejak awal dia mendesak Polri mengusut tuntas kasus tersebut.

Dirnarkoba Polda Metro Jaya Dipecat dari Polri

Sebelumnya, Donald Parlaungan Simanjuntak dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari Polri setelah menjalani sidang etik pada Selasa, 31 Desember 2024. “Atas dasar pemeriksaan tersebut, makanya diputuskan PTDH untuk Direktur Narkoba,” kata Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Mohammad Choirul Anam melalui keterangan resmi pada Rabu, 1 Januari 2025.

Dalam sidang Komisi Kode Etik Polisi (KKEP) yang berlangsung sekitar 14 jam itu, ada tiga personel Polri yang disidang. Selain memberhentikan Donald, Divisi Profesi dan Pengamanan Polri juga memutus PTDH terhadap dua polisi. Namun Anam belum mengungkap Jati diri dua polisi tersebut.

Anam menjelaskan, dalam sidang yang digelar di Gedung TNCC Mabes Polri itu, KKEP menghadirkan belasan saksi yang memberatkan dan meringankan dugaan keterlibatan ketiga polisi tersebut dalam kasus pemerasan penonton DWP 2024. Dengan hadirnya dua pihak itu, KKEP memiliki waktu membandingkan keterangan, sehingga peristiwa pemerasan tersebut lebih jelas.

“Mana yang faktual, mana yang jujur, mana yang sesuai kenyataan, mana yang tidak,” tutur Anam. 

Dia juga mengatakan, dalam sidang tersebut, terungkap bagaimana puluhan polisi yang bertugas di Reserse Narkoba itu mempersiapkan dengan matang aksi pemerasan terhadap penonton DWP 2024. “Bagaimana alur perencanaan, alur pelaksanaan, maupun alur setelah hari H, termasuk juga pelaporan aktivitasnya,” ucap Anam.

Anam tidak mengungkap bagaimana peran tiga polisi yang menjalani sidang etik itu. Anam hanya menyebutkan Polri telah mengungkap ke mana saja uang hasil pemerasan penonton DWP tersebut dialirkan, dan akan mendalaminya lebih lanjut.

“Aliran dananya disalurkan kepada siapa saja, atau dipegang oleh siapa,” ujar Anam.

Sementara itu, Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim menjelaskan terdapat 18 anggota Polri yang terdiri dari personel Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran terbukti melanggar kode etik. Mereka diduga memeras 45 penonton warga negara Malaysia saat hendak menghadiri konser musik DWP di Indonesia.

Para polisi yang bertugas di reserse narkoba itu melakukan tes urine secara acak kepada penonton, kemudian mereka mengancam akan menahan orang tersebut apabila tidak membayar uang tebusan. Baik yang hasilnya positif narkoba ataupun tidak. Menurut Abdul, nominal uang tebusan tersebut berbeda-beda.

“Total ada 45 warga negara Malaysia yang menjadi korban pemerasan dengan nilai barang bukti yang diamankan Rp 2,5 miliar,” ucapnya di Gedung Mabes Polri, Selasa, 24 Desember 2024.

Dede Leni Mardianti dan Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Panja Bahas BPIH Mulai Pekan Ini, Anggota DPR Berharap Ongkos Haji 2025 Lebih Murah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus