Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Rektor UII Sebut 'Kaderisasi' Koruptor Makin Cepat dan Bisa Berdampak Besar

Rektor UII Yogyakarta Fathul Wahid menyebut "kaderisasi" koruptor di Indonesia ternyata terjadi lebih cepat dibandingkan dengan yang diperkirakan

31 Juli 2021 | 15.36 WIB

Ilustrasi korupsi
Perbesar
Ilustrasi korupsi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid menyebut "kaderisasi" koruptor di Indonesia ternyata terjadi lebih cepat dibandingkan dengan yang diperkirakan sebelumnya. Hal itu merujuk pada data yang dikumpulkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada semester pertama 2020. Dari 393 terdakwa kasus korupsi yang terdeteksi umurnya, sebanyak 14 orang di antaranya bahkan berusia di bawah 30 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kemudian, lanjut Fathul, data dari Mahkamah Agung (MA) sampai 18 September 2020 menguatkan temuan ICW tersebut, dimana dari 1.951 kasus korupsi di Indonesia, pelaku 553 (28,3 persen) kasus berusia antara 30-39 tahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Ilustrasi singkat tersebut, seharusnya menjadi pembuka mata kita semua, akan risiko dahsyat korupsi terhadap bangsa Indonesia," kata dia dalam webinar "Eksaminasi Putusan Mahkamah Konstitusi atas UU KPK", Sabtu 31 Juli 2021.

Fathul menyebut, ada implikasi dari praktik korupsi pada kesejahteraan bangsa. Anggaran infrastruktur yang dikorupsi, misalnya, akan menghasilkan infrastruktur dengan kualitas lebih rendah, memperpendek umur, serta menambah biaya perawatan.

"Menghambat distribusi komoditas pokok, menjadikan harga komoditas semakin mahal, menurunkan daya beli warga negara, dan ujungnya dapat berupa pemiskinan warga negara yang lebih luas," ujar Fathul.

Sebagai bentuk kontribusi memperkuat pemberantasan korupsi, Pimpinan UII Yogya melakukan kajian dan ikut memberikan catatan saat RUU KPK keluar. "Tampaknya suara kami dan gemuruh penolakan di banyak penjuru Indonesia belum mendapatkan respons yang memadai, sampai akhirnya UU KPK disahkan oleh DPR RI pada 17 September 2019," kata dia.

Pada awal November 2019, UII memutuskan memohon judicial review atas UU KPK tersebut. "MK menolak permohonan formil dan menyetujui beberapa permohonan materiil kami meski dengan argumen yang berbeda. Saya personal mengikuti pembacaan putusan tersebut dari menit awal sampai akhir yang memakan waktu hampir sehari penuh," kata dia.

Untuk jajaran pimpinan UII, sebut Fathul, permohonan judicial review adalah bentuk jihad konstitusional dan bukti mencintai Indonesia.

Ia pun menilai tindak pidana korupsi sulit dihilangkan tanpa muncul kejutan luar biasa dalam upaya pemberantasan. "Melihat perkembangan mutakhir, tanpa kehilangan optimisme kolektif sebagai bangsa tampaknya korupsi masih memerlukan waktu panjang untuk musnah dari bumi Indonesia, jika tidak ada kejutan luar biasa dalam pemberantasan," ujarnya.

Baca: KPK Sebut Sektor Swasta dan DPR Dominasi Kasus Korupsi

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus