Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sekelompok polisi diduga menggeledah tas tim medis pada saat demonstrasi tolak Undang-Undang atau UU TNI berlangsung di depan Gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, pada Kamis, 27 Maret 2025. Dugaan itu muncul usai akun @bareng***** mengunggah sebuah foto melalui platform X pada Kamis sore. Dalam foto tersebut, terlihat seorang polisi berseragam berdiri di dekat mobil ambulans dengan bagasi yang terbuka. “Belum juga mulai ini tas-tas dari tim medis @nctzenhumanity digeledah,” tulis akun tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tidak hanya itu, pada Kamis malam, akun @gr***** di platform X juga mengunggah video pada saat barisan polisi diuga menghalangi jalan ambulans saat demo di DPR berlangsung. Dalam video tersebut, terlihat barisan aparat berseragam dan kendaraan Korps Brigade Mogil (Brimob) berjaga di terowongan di bawah flyover. Di depan mereka, ada terlihat beberapa mobil ambulans yang sedang berhenti. “Bapak, ini medis!” teriak seseorang dalam video tersebut. Namun, para polisi yang berjaga nampak diam dan tetap menutup jalan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Fadhil Alfathan, polisi cenderung mengutamakan pendekatan represif ketika menangani massa demonstrasi. “Jadi massa demo ini tidak dilihat sebagai massa yang ingin menyampaikan aspirasinya, tapi dari awal sudah di-framing sebagai musuh,” kata dia saat dihubungi pada Sabtu, 27 Maret 2025.
Fadhil juga menyebut tindakan polisi yang diduga menghalangi kerja tim medis sebagai sesuatu yang ironis. Sebab, massa pengunjuk rasa mendapat kekerasan dari polisi, tetapi tenaga medis yang hendak memberikan pertolongan juga ikut direpresi oleh polisi.
Selama sepekan, mulai dari aksi Kamis, 20 Maret sampai Kamis, 27 Maret 2025, LBH Jakarta menerima beberapa laporan kekerasan oleh polisi. Dalam demonstrasi pada Kamis, 20 Maret 2025, Fadhil mengatakan tiga mahasiswa yang menjadi korban dirawat di rumah sakit. Kemudian pada Kamis, 27 Maret 2025, terdapat beberapa laporan kekerasan yang dialami massa demonstrasi ketika dipukul mundur oleh aparat ke sekitar Senayan Park.
Sejak kekerasan aparat yang terjadi saat Reformasi Dikorupsi pada 2019, LBH Jakarta telah berupaya melaporkan kekerasan yang dilakukan oleh aparat terhadap massa pengunjuk rasa. Tapi, menurut Fadhil, laporan itu tidak pernah ditindaklanjuti oleh kepolisian. “Kami jadi curiga, ini memang tidak dihukum atau memang sudah didesain sejak awal bahwa pendekatan represif seperti ini sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kepolisian,” ujar dia.
Berdasarkan Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian, Pasal 11 ayat 1 huruf i menyebutkan bahwa polisi dilarang melakukan penggeledahan dan atau penyitaan yang tidak berdasarkan hukum. Kemudian dalam UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 134 menyebutkan ambulans yang mengangkut orang sakit merupakan pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan setelah pemadam kebakaran.
Tempo telah berupaya menghubungi Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Ary Syam Indradi dan Kapolres Metro Jakarta Pusat Komsiaris Besar Susatyo Purnomo Condro. Tapi sampai berita ini ditulis, keduanya belum memberi tanggapan atas dugaan kekerasan oleh polisi.
Pilihan Editor: Ramadan di Penjara: Ketika Narapidana Jadi Santri