Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Respons Polri atas Banding Polisi yang Dipecat dalam Kasus DWP

Divisi Propam Polri menyatakan polisi yang dipecat dalam kasus DWP berhak banding dan harus diajukan dalam waktu tiga hari setelah sidang kode etik.

3 Januari 2025 | 10.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko (dua kiri) saat konferensi pers di depan Gedung TNCC Mabes Polri, 2 Januari 2025. Konferensi pers ini dalam rangka memaparkan hasil sidang kode etik terhadap anggota polisi yang memeras penonton Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024. TEMPO/Alif Ilham Fajriadi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Pengawasan dan Pembinaan Profesi (Karowabprof) Divisi Propam Polri Brigjen Agus Wijayanto mengatakan polisi yang dijatuhi hukuman pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dalam kasus dugaan pemerasan di pergelaran musik Djakarta Warehouse Project atau DWP 2024 memiliki hak banding.

“Dalam Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022, ini memang hak terduga pelanggar yang diputus sidang Kode Etik Profesi Polri (KEPP), haknya bisa banding,” ujar Agus di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, Kamis, 2 Januari 2025.

Agus menuturkan, sama seperti terpidana yang memiliki hak mengajukan banding, kasasi, hingga grasi, polisi yang dipecat memiliki hak banding dan harus diajukan dalam waktu tiga hari setelah sidang KEPP.

“Kemudian memori banding nanti diajukan oleh pelanggar. Waktunya adalah 21 hari kerja bagi dia mengajukan memori banding,” kata dia.

Setelah itu, kata Agus, akan dibentuk komisi banding berdasarkan Surat Keputusan Kapolri yang bertugas mempelajari isi materi banding dan melaksanakan serta memutus dalam sidang banding. Adapun sidang banding tidak dihadiri oleh pelanggar dan hanya dihadiri oleh komisi banding.

“Untuk banding ini, sifatnya nanti mempelajari memori dari pelanggar yang diajukan dan nanti akan diputus oleh komisi banding tanpa dihadiri oleh terduga pelanggar,” ucap Agus.

Sejauh ini, terdapat tiga polisi yang dipecat dalam kasus dugaan pemerasan di DWP 2024. Mereka yang dijatuhi PTDH dalam sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP).

Mereka adalah Dirnarkoba Polda Metro Jaya Kombes Donald Parlaungan Simanjuntak, Kasubdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKBP Malvino Edward Yusticia, dan Panit 1 Unit 3 Subdit 3 Ditresnarkoba Polda Metro Jaya AKP Yudhy Triananta Syaeful.

Tiga Polisi yang Dipecat dalam Kasus DWP 2024 Ajukan Banding

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan ketiga polisi yang mendapat hukuman PTDH karena diduga memeras penonton pergelaran musik Djakarta Warehouse Project 2024 atau DWP 2024 mengajukan banding.

Trunoyudo menuturkan ketiganya menyatakan banding atas sanksi yang diberikan Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Dia menyebutkan pihaknya akan memproses banding tersebut karena merupakan hak mereka.

“Atas putusan tersebut pelanggar menyatakan banding,” kata Trunoyudo seusai sidang kode etik di Gedung TNCC Mabes Polri, Kamis.

Sementara itu, Karowabprof Divpropam Polri Agus Wijayanto mengatakan belum bisa menduga apakah materi banding yang diajukan oleh para pelanggar akan meringankan mereka. Dia menyebutkan komisi banding akan mempelajari memori dari pelanggar yang akan diajukan untuk diputuskan ulang.

Kompolnas Mengapresiasi Tindakan Tegas Polri

Adapun Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengapresiasi tindakan tegas yang dilakukan oleh Polri terhadap pelaku pelanggaran. Komisioner Kompolnas Choirul Anam menyebutkan lembaganya selaku pengawas eksternal kepolisian dilibatkan dalam proses sidang kasus ini.

“Kami mengapresiasi kepolisian yang melibatkan Kompolnas dalam kasus ini,” kata Anam saat ditemui di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, Kamis.

Anam mengatakan sidang kode etik ini masih terus berlanjut untuk semua terduga pelaku pemerasan penonton DWP 2024. Hal ini juga dibarengi dengan pemeriksaan oleh Divisi Propam Polri mengenai keterlibatan para terduga pelaku dalam kasus pemerasan ini.

“Ditelusuri dari segi perencanaan, bagaimana itu bisa terselenggara, siapa yang menggerakkan, siapa memerintahkan. Penting untuk mengurainya supaya masalah ini terang benderang dan tidak boleh terjadi lagi,” ucap Anam.

Dalam kasus ini, polisi mencatat ada 45 korban warga negara Malaysia. Kepala Divisi Propam Polri Irjen Abdul Karim sebelumnya mengatakan telah menyita barang bukti sebesar Rp 2,5 miliar. Pemerasan ini terjadi saat festival musik DWP digelar di Jakarta International Expo Kemayoran, Jakarta Pusat, 13-15 Desember 2024.

Kasus ini mencuat setelah sejumlah korban bercerita di media sosial soal pemerasan yang dialami dengan modus razia narkoba. Mereka mengaku dipaksa menyerahkan sejumlah uang karena polisi mengancam akan menahan mereka.

Abdul menyebutkan terdapat 18 anggota Polri yang terdiri dari personel Polda Metro Jaya, Polres Jakarta Pusat, dan Polsek Kemayoran terbukti melanggar kode etik. Mereka diduga memeras 45 penonton warga negara Malaysia saat hendak menghadiri konser musik DWP.

Para polisi yang bertugas di reserse narkoba itu melakukan tes urine secara acak kepada penonton DWP 2024. Mereka kemudian mengancam akan menahan orang tersebut apabila tidak membayar uang tebusan. Baik yang hasilnya positif mengonsumsi narkoba ataupun tidak. Menurut Abdul, nominal uang tebusan tersebut berbeda-beda.

“Total ada 45 warga negara Malaysia yang menjadi korban pemerasan dengan nilai barang bukti yang diamankan Rp 2,5 miliar,” ucapnya di Gedung Mabes Polri, Selasa, 24 Desember 2024.

Antara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan editor: Kata DPR Soal Peluang Putusan MK Hapus Presidential Threshold Jadi Bahan Omnibus Law RUU Politik

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus