Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

hukum

Respons Putusan MK, Wamenkumham Dukung Penelitian Ilmiah Ganja Medis

Penelitian soal ganja medis seperti yang diminta oleh MK bisa dilakukan oleh pemerintah, selagi DPR membahas revisi UU Narkotika.

21 Juli 2022 | 15.20 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 atau UU Narkotika, termasuk legalisasi ganja medis.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Putusan MK sangat jelas ya, bahwa itu ditolak untuk semuanya. Dan dalam pertimbangannya, MK meminta untuk dilakukan pengkajian lebih lanjut terhadap kemanfaatan ganja itu sendiri," ujar Edward di Kantor DPP PDIP Diponegoro, Jakarta pada Kamis, 21 Juli 2022.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia melanjutkan, penelitian bisa dilakukan pemerintah selagi DPR membahas revisi UU Narkotika. "Ini kan sambil menyelam minum air. Dalam pengertian, sembari melakukan penelitian terhadap kegunaan ganja dan sebagainya, pemerintah dan DPR kan sedang membahas revisi UU Narkotika. Tentu kita akan mendalami lebih lanjut sembari melihat dari hasil penelitian itu," ujar dia.

Kemarin, Majelis Hakim MK memutuskan untuk menolak gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 atau UU Narkotika. Dengan demikian, penggunaan Narkotika Golongan I tetap dilarang untuk pelayanan kesehatan, termasuk ganja untuk medis.

“Amar putusan, mengadili, menyatakan permohonan Pemohon V dan Pemohon VI tidak dapat diterima. Menolak permohonan para Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman didampingi delapan Hakim Konstitusi dalam sidang pengucapan Putusan Nomor 106/PUU-XVIII/2020 yang digelar secara daring dari Ruang Sidang Pleno MK, Rabu, 20 Juli 2022.

Kendati demikian, dalam pertimbangan hukum Mahkamah yang tertera dalam Putusan Nomor 106/PUU-XVIII/2020, MK mendorong penelitian ilmiah ganja medis.

"Mahkamah dapat memahami dan memiliki rasa empati yang tinggi kepada para penderita penyakit tertentu yang “secara fenomenal” menurut para Pemohon dapat disembuhkan dengan terapi yang menggunakan jenis Narkotika Golongan I. Namun, hal tersebut belum merupakan hasil yang valid dari pengkajian dan penelitian secara ilmiah. Oleh karena itu, tidak ada pilihan lain bagi Mahkamah untuk mendorong penggunaan jenis Narkotika Golongan I dengan sebelumnya dilakukan pengkajian dan penelitian secara ilmiah berkaitan dengan kemungkinan pemanfaatan jenis Narkotika Golongan I untuk pelayanan kesehatan dan/atau terapi," demikian bunyi salinan tersebut.

Selanjutnya, bunyi poin pertimbangan MK, hasil pengkajian dan penelitian secara ilmiah tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pembentuk undang-undang di dalam merumuskan kemungkinan perubahan kebijakan berkenaan dengan pemanfaatan jenis Narkotika Golongan I.

MK menilai, meskipun pemanfaatan narkotika telah digunakan secara sah dan diakui secara hukum sebagai bagian dari pelayanan kesehatan setidaknya di beberapa negara, antara lain Argentina, Australia, Amerika Serikat, Jerman, Yunani, Israel, Italia, Belanda, Norwegia, Peru, Polandia, Romania, Kolombia, Swiss, Turki, Inggris, Bulgaria, Belgia, Prancis, Portugal, Spanyol, Selandia Baru, dan Thailand, namun fakta hukum tersebut tidak serta-merta dapat dijadikan parameter, bahwa seluruh jenis narkotika dapat dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan yang dapat diterima dan diterapkan oleh semua negara.

"Hal ini disebabkan adanya karakter yang berbeda, baik jenis bahan narkotikanya, struktur dan budaya hukum masyarakat dari negara yang bersangkutan, termasuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan," demikian bunyi poin pertimbangan MK.

Permohonan uji materi RUU Narkotika tersebut diajukan oleh enam penggugat, di antaranya Santi Warastuti, seorang ibu dari anak penderita celebral palsy.

Aksi Santi berjuang melegalkan ganja medis di Indonesia demi pengobatan sang anak juga sebelumnya sempat viral di media sosial. Santi membawa tulisan berisi tuntutan kepada Mahkamah Konstitusi di tengah car free day (CFD), Jakarta Pusat, Ahad, 26 Juni 2022. "Tolong anakku butuh ganja medis," tertulis dalam poster yang dibawa ibu itu saat CFD.

Kata Santi, anaknya mengidap Celebral Palsy, kondisi kelainan yang sulit diobati. Sampai saat ini treatment yang paling efektif adalah menggunakan minyak biji ganja.

Akhir Juni lalu, Santi diterima pimpinan DPR untuk audiensi. Pimpinan DPR berjanji usulan legalisasi ganja medis akan dibahas dalam Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika yang kini sedang digodok DPR bersama pemerintah.

DEWI NURITA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus