Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Solo - Pengamat politik Rocky Gerung menanggapi pelaporan yang dilakukan oleh Relawan Indonesia Bersatu atas dirinya ke Polda Metro Jaya ihwal dugaan penghinaan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebelumnya, Rocky Gerung juga telah dilaporkan atas kasus itu ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, namun laporan itu ditolak. Adapun laporan ke Polda Metro Jaya diklaim telah diterima.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rocky Gerung menyatakan bahwa hak setiap orang untuk melaporkan dirinya ke polisi. "Ya bagus, itu hak mereka buat melaporkan," ucap Rocky Gerung ketika ditemui awak media di Gedung Siti Walidah Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Rabu, 2 Agustus 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ditanya tentang tindak lanjut yang akan diambilnya, Rocky Gerung menunggu saja proses hukum selanjutnya. "Ya itu hak mereka buat melaporkan. Jadi ditunggu saja proses hukumnya, gampang kan," ujarnya.
Kehadiran Rocky Gerung di UMS pada Rabu, 2 Agustus 2023 untuk menjadi salah satu pemateri di acara Mimbar Mahasiswa: Cipta, Rasa, dan Karsa Pendidikan Indonesia yang diadakan di UMS itu. Dalam paparannya, Rocky Gerung sempat membahas pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang meramalkan bahwa pada tahun 2023 ini Indonesia akan mengalami kegelapan ekonomi. Disebutkan bahwa global growth atau pertumbuhan dunia hanya 2,1 persen.
"Yang ngomong Sri Mulyani, tapi Jokowi bilang 'Enggak, kita akan sukses', Percaya siapa? Sri Mulyani atau Jokowi? Kok bisa begitu? Sedangkan pernyataan Sri Mulyani berdasarkan data makro dan dia tunjukkan bahwa prediksi dunia, prediksi IMF, segala macam pemeringkatan dunia itu. Tanya dari situ, siapa yang enggak cemas dengan keadaan itu?" urainya.
Rocky mengungkapkan kebijakan negara akan mempengaruhi psikologi keluarga. Ia mencontohkan pengalamannya saat bertemu dengan seorang petani sawit di bandara ketika akan berangkat ke Jember. Petani itu merupakan ayah dari dua orang anak yang akan melanjutkan kuliah di Jember.
"Ia bercerita 'saya (petani) akan mengirim dua anak saya untuk kuliah ke Jember karena saya mendengar keterangan Pak Jokowi yang mengatakan bahwa harga sawit akan stabil'. Dia petani kecil, petani sawit, pada waktu itu harga sawit Rp 2.500. Dia ketemu saya ketika harga sawit tinggal Rp 900. Waktu dia bikin perencanaan untuk menyekolahkan dua anaknya itu, dia tahu bahwa anaknya akan lulus lima tahun lagi ketika harga sawit itu Rp 2.500. Karena itu dia bikin perencanaan keluarga berdasarkan perencanaan Presiden. Dia enggak mungkin memikirkan apa itu global market. Tapi dia pegang janji Presiden. Presiden janjikan itu. Ternyata drop harga sawit itu. Maka dia mengalami kecemasan eksistensial. Yang bikin bapak (petani) ini susah, namanya ya 'bajingann'. Habis mau bilang apa istilahnya itu?" paparnya.
Ia mencontohkan perbandingan jika di Eropa, tomat naik 2 sen, maka perdana menterinya akan jatuh. "Kalau kita pakai parameter itu, Pak Jokowi mestinya sudah jatuh karena dia gagal atau dalam bahasa tadi, dia berbohong terhadap kebijakan. Ya bohong dong, dia bilang akan stabil tapi ternyata turun. Kan itu yang kita maksud tadi," katanya.
Namun menurut Rocky Gerung, lontaran kata yang ia pakai itu wajar. Ia mengungkapkan penggambarannya yang spesifik pada kata 'bajingan' merupakan kritikan dari warga negara kepada pimpinannya.
"Hal yang biasa itu. Ucapan yang dibutuhkan oleh oposisi adalah ucapan secara jujur. Saya ucapkan secara jujur. Jadi apa yang diperkarakan kepada saya? Yang terjadi justru negara memanfaatkan kejengkelan publik yang dibuat-buat," tutur Rocky.
Dalam hal ini, Rocky menyoroti dua poin kinerja presiden yang mestinya menjadi fokus, namun gagal. "Presiden diwajibkan konstitusi untuk hanya membuat dua program. Ini perintah konstitusi itu (yaitu) cerdaskan kehidupan bangsa, (dan) pelihara fakir miskin. IQ nasional kita tinggal 70 hari ini, drop terus. Artinya presiden gagal mencerdaskan kehidupan bangsa, ya bajingan namanya itu," urainya.
Termasuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), penanganan stunting, hingga utang negara. Mestinya, pembangunan IKN dapat dialihkan untuk masalah penanganan stunting di Tanah Air.
"Dia gagal mencerdaskan bangsa, dia berbohong pada janji dia terhadap konstitusi. Dia gagal memelihara fakir miskin itu yang berlangsung. Daya beli kita habis. Tapi IKN masih mau diteruskan, kenapa enggak hemat. Kenapa IKN ndak pindah menjadi protein buat rahim ibu-ibu yang potensial mengalami stunting?" ujarnya.
Kritik-kritik itu lalu ia simpulkan menjadi penggambaran 'bajingan' terhadap presiden. Ia juga menjelaskan bahwa kata 'bajingan' yang ia maksud merupakan akronim dalam bahasa Jawa yakni "bagusing jiwo angen-angening pangeran".
"Dalam bahasa Jawa sebetulnya 'manusia yang disayang oleh Tuhan', apa namanya, "bagus (ing) jiwa angen-angenan pangeran". Disingkat jadi bajingan. Ya itu bajingan yang di dalam antropologi kita, kita kenal sebagai pekerjaan kusir dokar. Yang mengangkut sawit petani, mengangkut tomat petani itu supaya tiba di pasar. Jadi kusir dokar itu disebut bajingan karena dia berbuat baik kepada manusia. Karena itu disayang Tuhan. Yang ketika kemerdekaan, si bajingan ini menyembunyikan pejuang kita di bawah jerami, makanan sapi itu. Tapi kita lagi bicara tentang para bajingan yang punya kewenangan untuk menentukan kemakmuran masa depan negara kita," katanya.