Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Gubenrur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan tidak ikut campur dalam keputusan membuat anggaran iklan Bank BJB. Pemakaian anggaran itu belakang berbau korupsi karena diduga fiktif dan sedang disidik Komisi Pemberantasan Korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pernyataan Ridwan disampaikan Sekretaris DPD Partai Golkar Jawa Barat M.Q. Iswara, yang Jumat malam, 14 Maret 2025, sempat bertemu dengan Ridwan Kamil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Tadi malam saya komunikasi dengan Pak Ridwan Kamil, kurang lebih pukul 11 malam. Beliau ingin menyampaikan dalam kondisi baik dan ada di Bandung,” kata Iswara saat ditemui di sela-sela safari Ramadhan Partai Golkar di Ciamis, Jawa Barat, Sabtu, 15 Maret 2025.
Ridwan Kamil juga menyatakan siap kooperatif dengan penyidik KPK. Ridwan Kamil mengaku akan memenuhi apa pun yang nantinya diminta oleh penyidik komisi antirasuah.
Selain itu, menurut Iswara, Ridwan Kamil mengatakan bahwa penggeledahan KPK hanya risiko jabatan yang ia emban. Sebab, ia menjadi gubernur ketika dugaan korupsi itu terjadi.
“Yang terakhir, beliau menyampaikan bahwa ‘Insyaallah kalau saya tidak ikut campur masalah tersebut’,” ucap Iswara seperti dikutip Antara.
Kepada Iswara, Ridwan Kamil mengaku hingga Jumat belum mendapat surat panggilan dari KPK.
KPK belum menetapkan status Ridwan Kamil meski telah menggeledah rumahnya terkait perkara dugaan korupsi pengadaan iklan di BJB.
"Kalau statusnya sampai saat ini beliau ya di dalam perkara ini saksi juga belum, karena belum dipanggil saksi," kata Pelaksana Harian Direktur Penyidikan KPK Budi Sokmo Wibowo dalam keterangannya di Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025.
Budi mengatakan KPK akan segera memanggil Ridwan Kamil untuk dimintai keterangan terkait dugaan korupsi Bank BJB tersebut, namun belum bisa memastikan kapan jadwal pemanggilannya.
"Nanti pasti akan kita panggil karena di rumah yang bersangkutan, kita laksanakan penggeledahan dan ada beberapa barang bukti yang kita sita. Tentunya harus kita klarifikasi kepada yang bersangkutan," ujarnya.
Budi mengatakan penyidik KPK akan segera memanggil saksi-saksi dalam perkara tersebut, tidak hanya terhadap Ridwan Kamil, namun juga semua pihak yang dianggap mempunyai keterangan terkait perkara tersebut,
"Terkait kapannya, tentunya sesegera mungkin akan kami panggil untuk seluruh saksi terkait dengan hasil penggeledahan yang kami laksanakan untuk mengklarifikasi terhadap barang bukti yang kami ambil maupun kami sita dari tempat yang bersangkutan," kata Budi seperti dikutip Antara.
Terkait penggeledahan terhadap rumahnya dan proses penyidikan yang sedang berjalan, Ridwan Kamil sebelumnya memberikan pernyataan bahwa pihaknya akan kooperatif dengan penyidik komisi antirasuah.
“Bahwa benar kami didatangi oleh tim KPK terkait perkara di BJB. Tim KPK sudah menunjukkan surat tugas resmi,” kata Ridwan Kamil dalam keterangan seusai penggeledahan Senin pekan lalu.
Ia menegaskan bahwa dirinya siap bersikap kooperatif dalam proses penggeledahan tersebut dan mendukung KPK dalam penyelidikan terkait perkara tersebut
“Kami selaku warga negara yang baik sangat kooperatif dan sepenuhnya mendukung serta membantu tim KPK secara profesional,” ujarnya. Namun, Ridwan Kamil enggan memberikan keterangan lebih lanjut mengenai penggeledahan itu.
“Hal-hal terkait lainnya kami tidak bisa mendahului tim KPK dalam memberikan keterangan, silakan insan pers bertanya langsung kepada tim KPK,” kata dia.
KPK telah menetapkan lima tersangka yakni Direktur Utama BJB Yuddy Renaldi (YR) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), sekaligus Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan BJB Widi Hartoto (WH).
Tiga tersangka lainnya adalah pengendali Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress Suhendrik (S), dan pengendali Cipta Karya Sukses Bersama Sophan Jaya Kusuma (SJK).
Budi mengatakan, tersangka YR dan WH diduga sengaja menyiapkan agensi-agensi tersebut untuk memenuhi kebutuhan dana non-budgeter.
Penunjukan agensi tersebut juga tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di internal BJB terkait dengan pengadaan barang dan jasa. YR dan WH juga diduga turut mengatur agensi yang memenangkan penempatan iklan tersebut.
"Di sini tentunya para agensi juga telah sepakat, sehingga mereka bersama-sama dengan para pihak BJB yaitu Dirut dan pimpinan divisi corsec melakukan perbuatan merugikan keuangan negara," ujarnya.
Atas perbuatannya kelima orang tersebut ditetapkan sebagai tersangka dengan persangkaan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kerugian Negara Rp 222 Miliar
Budi Sokmo Wibowo pada Kamis, 13 Maret 2025, mengungkap bagaimana peran kelima tersangka dalam kasus yang disebut-sebut merugikan negara Rp 222 miliar itu.
Tersangka Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto menyiapkan agensi-agensi tersebut untuk memenuhi kebutuhan dana non-budgeter. Penunjukan agensi tanpa tender tersebut juga tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku di internal BJB terkait dengan pengadaan barang dan jasa.
Yuddy Renaldi dan Widi Hartoto juga diduga turut mengatur agensi yang memenangkan penempatan iklan tersebut. Beberapa saat sebelum KPK mengumumkan penyidikan kasus ini pada 5 Maret lalu, Yuddy mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Direktur Utama Bank BJB.
"Di sini tentunya para agensi juga telah sepakat, sehingga mereka bersama-sama dengan para pihak BJB yaitu Dirut dan pimpinan divisi corsec melakukan perbuatan merugikan keuangan negara," ujarnya seperti dikutip Antara.
Tentang kerugian negara sekitar Rp 222 miliar, Budi mengatakan bahwa jumlah itu merupakan akumulasi dari dugaan korupsi proyek pengadaan iklan pada Bank BJB selama 2021-2023.
"Yang tidak riil ataupun fiktif itu sudah jelas nyata sebesar Rp 222 miliar selama kurun waktu 2,5 tahun tersebut," kata Budi Sokmo Wibowo.
Budi mengungkapkan anggaran iklan BJB dalam periode tersebut sebesar Rp 409 miliar sebelum pajak dan setelah potong pajak sekitar Rp 300 miliar, kemudian dari Rp300 miliar tersebut hanya sekitar Rp 100 miliar yang digunakan sesuai peruntukannya," katanya.
"Kurang lebih Rp 100-an miliar yang ditempatkan sesuai dengan riil pekerjaan yang dilakukan. Itu pun kami belum melakukan tracingsecara detail ya terhadap Rp 100 miliar tersebut," ujarnya.