Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2019, Suranto Wibowo, mengungkapkan ada sejumlah penyebab lubang galian tambang timah dibiarkan atau tidak direklamasi. Mulai dari izin pertambangan masih ada hingga untuk sumber air baku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hal ini terungkap saat jaksa penuntut umum menanyai Suranto dalam sidang kasus korupsi timah. Suranto menjadi saksi mahkota untuk terdakwa Amir Syahbana dan Rusbani yang juga mantan Kepala Dinas ESDM Provinsi Bangka Belitung.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jaksa mulanya menyinggung mengenai lubang galian tambang timah. Suranto tak membantah bahwa memang ada lubang-lubang tersebut di wilayah izin usaha pertambangan. Kendati demikian, ia menyebut kolong tersebut harus dicek.
"Lubang-lubang tersebut bisa saja ditinggalkan untuk sumber air kegiatan tambang selanjutnya," kata Suranto dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Senin, 11 November 2024. "Jadi, memang istilahnya kolong tersebut dipertahankan, dibiarkan untuk pertambangan selanjutnya."
Sebab, ia menjelaskan izin tambang perusahaan belum habis. Apalagi kegiatan pertambangan timah membutuhkan banyak air.
Selain itu, penyebab lain mengapa kolong dibiarkan adalah untuk sumber air baku. Suranto pun mencontohkan di Kabupaten Bangka Barat, Bangka Belitung.
"Mereka mempertahankan bekas-bekas kolong yang usianya sudah bisa digunakan untuk sumber air baku PDAM (perusahaan daerah air minum)," ujar Suranto.
Menurutnya, hal tersebut lah yang membuat pemerintah daerah meminta agar perusahaan tambang timah tidak menutup lubang bekas galian tambang mereka. Misalnya, perusahaan pelat merah PT Timah Tbk. "Saat ini hampir seluruh Bangka Belitung, air bakunya diambil dari bekas kolong tambang," ucap Suranto.
Sidang kasus korupsi timah masih bergulir hingga hari ini. Sebanyak 18 terdakwa masih diadili di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.
Sejumlah nama beken menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi timah. Misalnya, Harvey Moeis yang merupakan pengusaha tambang sekaligus suami aktris Sandra Dewi. Ada pula Helena Lim yang berjuluk crazy rich PIK sekaligus pemilik perusahaan money changer atau penukaran uang PT Quantum Skyline Exchange.
Sedangkan empat tersangka kasus timah belum dilimpahkan penyidik Kejaksaan Agung ke penuntut umum. Mereka adalah Bambang Gatot Ariyono (eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM periode 2015 hingga 2022), Hendry Lie (beneficial owner atau pemilik manfaat PT Tinindo Inter Nusa/TIN), Fandy Lie (marketing PT TIN sekaligus adik Hendry Lie), dan Alwin Albar (eks Direktur Operasional dan eks Direktur Pengembangan Usaha PT Timah).
Laporan hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menemukan kerugian negara dari kasus korupsi timah mencapai Rp 300 triliun. Angka itu lebih tinggi dibandingkan perhitungan ahli lingkungan Institut Pertanian Bogor atau IPB University yang menyentuh Rp 271 triliun.