Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Saling umpan di medan

Kapolres aceh tenggara, mayor azis & anak buahnya berstatus tahanan kota, karena diduga mengetahui, bahkan mengotaki anak buahnya berdagang ganja dengan dalih melakukan penyusupan ke dalam tubuh sindikat.

5 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAMPAI saat ini, kapolres Aceh Tenggara, Mayor Azis, belum dibenarkan meninggalkan Medan. "Ia berstatus tahanan kota," kata sebuah sumber di Provost Polda Sumatera Utara. Perwira menengah tamatan PTIK itu didua mengetahui, bahkan mengotaki, anak buahnya berdagang ganja dengan dalih: menjalankan tugas penyusupan ke dalam tubuh sindikat pengedar barang terlarang itu. Penahanan kota itu merupakan buntut perkara "polisi menangkap polisi" yang terjadi dinihari 17 Februari lalu di Wisma Pariwisata Medan. Ketika itu, tujuh petugas intel Polres Aceh Tenggara, yang dipimpin Letnan Satu Z. Bakar, disergap rekannya dari Polda Sumatera Utara. Mereka tertangkap tangan saat hendak melakukan barter ganja kering dengan bubuk morfin dan heroin palsu yang diumpankan Letnan Kolonel Sukardi, Kepala Seksi Intelpam Polda Sumatera Utara (TEMPO, 3 Maret1984). Sampai pekan lalu, Z. Bakar dan anak buahnya masih berstatus tahanan kota di Medan. Penahanan terhadap Mayor Aziz agaknya bukan main-main. Ia dikenal sangat gigih memerangi narkotik. Dan ia pun dipandang cukup berjasa dalam Operasi Taruna IV yang dilancarkan April-Mei tahun lalu yang bcrhasil menemukan dan memusnahkan 100 ladang ganja di areal 40 hektar. Ketika itu, ia sempat menonaktifkan lima anak buahnya yang diduga keras menjadi kaki tangan pengedar atau calo dalam bisnis ganja.Maka, cukup mengundang tanya: Apa betul, di bahk kegigihannya memerangi narkotik, dia juga ikut "main"? Kepada pemeriksa, menurut sumber TEMPO, Aziz menyangkal keras. Letnan Satu Bakar dan keenam anak buahnya yang disergap 17 Februari itu, kata Aziz, sedang melakukan tuas penyusupan ke dalam tubuh sebuah sindikat pengedar. Untuk tugas itu, Bakar dibekali 55 kilo ganja kering hasil sitaan, sebagal umpan. Pancing mereka memang mengena. Cina Singapura yang diincar bersedia membarter bubuk morfin dan heroin dengan ganja tadi. Tapi, begitu transaksi siap dimulai, keributan terjadi. Sebab, Cina Singapura yang oleh Bakar diduga bos pengedar ternyata Letnan Kolonel Sukardi. Sedangkan yang dikatakan morfin pun tak lebih dari tepung biasa. Bakar dan kawan-kawan segera ditangkap. Ternyata kemudian, ganja yang mereka bawa kelebihan empat kilo dari yang tertera dalam surat tugas, yaitu 55 kg. Kelebihan ini dijadikan dasar dakwaan bahwa mereka "main". Apalagi, menurut sumber TMPO, Bakar dan dua rekannya pernah pula kepergok hendak menjual 30 kilo ganja pada 23 Desembcr 1983 di Hotel Dirga Surya, Medan. Ketika itu Bakar juga mcnyatakan hendak menangkap seorang pengedar. Sayangnya, pcngedar tadi keburu lari, sehingga transaksi batal. Pada Desember itu Bakar sempat diperiksa, tapi kemudian dibebaskan. "Waktu itu ia hanya diperingatkan, kalau beroperasi di daerah lain agar kulo nuwun - melapor kepada aparat setempat. Ia juga dinasihati agar, bila hendak menangkap pengedar, jangan dengan cara menjual ganja. "Berbahaya," tutur sumber TEMPO. Ternyata, Bakar mengulangi perbuatannya. Karena itu,Polda Sumatera Utara menaruh curiga, jangan-jangan dia tidak hanya sekadar memasang umpan. Tapi, menurut sumber itu, Bakar menyangkal seolah telah menyeleweng. Ia mengaku tetap menempuh cara lama, yaitu melakukan penyusupan - meski sudah mendapat peringatan - karena yakin itulah cara terbaik. Tentang kelebihan empat kllo ganja saat ia ditangkap, menurut Bakar, sebenarnya berat ganja yang dibawa memang 59 kilo. "Tapi itu berat kotor," katanya. Berat bersih ganja kering yang dibawanya, katanya, tetap 55 kilo - seperti tercantum dalam surat tugas. Perkara yang membuat Aziz, Bakar, dan yang lainnya itu berstatus tahanan kota tampaknya berasal dari informan mereka, Hamidan, yang kini ikut ditahan. Bekas pengedar narkotik itulah yang memberi Informasi tentang adanya bos pengedar, Cina Singapura. Info itu sendiri diperoleh dari Donna Butarbutar, yang dikenal Hamidan sebagai pengedar. Ternyata, Donna sudah lama bertobat dan bahkan menjadi informan Polda Sumatera Utara. Dari Donna itulah Sukardi mendapat informasi tentang pengedar ganja. Tapi, bagaimana duduk soal sebenarnya? Di mahkamah militer nanti mudah-mudahan segalanya bisa menjadi gamblang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus