Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Karena Dendam Sang Paman

Rasmawi membunuh sarikin, 8 th, keponakannya sendiri karena dendam kepada santurji ayah sarikin (adik iparnya) yang diduga sering main mata dengan istrinya. (krim)

5 Mei 1984 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RASMAWI sebenarnya mengincar Santurji. Tapi karena yang terakhir ini tak kunjung muncul, anaknya Sarikin, 8, pun menjadi korban. Anak dari Desa Sumbang Kecamatan Sumbang, Banyumas, itu terbunuh dengan cara keji, setelah ditelanjangi lalu dibenamkan ke dalam lumpur sawah. Si pembunuh, Rasmawi, paman (kakak ibu) korban sejak pekan lalu ditahan polisi Banyumas. Sukarjo, yang juga paman korban, ikut ditahan. Ia dipersalahkan tidak mencegah atau segera melaporkan pembunuhan terhadap keponakannya. Sarikin bertubuh gendut, rambut lurus, dan berkulit kuning. Anak kedua dari lima bersaudara itu tak pulang ke rumah pada 12 April lalu. Esok harinya, Santurji, 45, yang bekerJa sebagai buruh tani segera melapor ke Polsek Sumbang. Ia juga meminta bantuan penduduk untuk mencari anaknya. Sebab, jangan-jangan, anak itu hilang dibawa cepet - makhluk halus yang, menurut kepercayaan penduduk, suka menyangkutkan anak yang diculiknya di atas pohon. Penduduk di lereng Gunung Slamet itu pun sibuk mencari siang malam, sembari membawa tetabuhan. Semak belukar, hutan dan pucuk-pucuk pohon diawasi baik-baik. Siapa tahu Sarikin ada di sana. Ternyata, anak yang gemar nonton wayang kulit itu tak juga ditemukan. Tentu saja, karena ia tidak berada di atas pohon, melainkan terbenam di dalam lumpur. Mayatnya ditemukan tiga harl kemudian. Berdasarkan pengakuan Rasmawi, sejak pagl korban sudah diincar. Malam hari tanggal 12 April itu, katanya, ia bertemu dengan korban yang sedang berjalan seorang diri. Bisa jadi anak itu baru nonton televisi di pendopo kelurahan. Rasmawi lalu memberi uang Rp 50 dan mengajak keponakannya nonton wayang di Desa Keradenan - desa tetangga. Di depan SD Negeri Sumbang, mereka bertemu dengan Sukarjo. Ketiganya lalu berjalan melintasi sawah. Tiba di tengah sawah, kata Sukarlo, ia disuruh menunggu, sementara Rasmawi menggandeng Sarikin ke sungai. "Rasmawi bilang mau mandi," katanya. Ternyata, itu cuma alasan, karena begitu tiba dekat sungai - begitu pengakuan Rasmawi kepada polisi - ia langsung mencekik keponakannya sampai pingsan. Belum puas dengan itu, korban ditelanjangi dan, dalam posisi menelungkup, tubuh Sarikin dibenamkan ke dalam lumpur. Kemudian ditimbuni dengan tanah. MENURUT Dokter Budi Suprajitno dari Puskesmas Sumbang, Sarikin masih bernapas ketika tubuhnya dibenamkan. "Paru-paru korban kemasukan air lumpur," tulisnya dalam visum. Setelah membunuh, Rasmawi rupanya tak ingin dicurigai. Tapi entah dengan pertimbangan apa, dia membawa baju dan celana korban, dan menaruhnya di rumah Kaswin, tetangganya. Esok harinya, ia menyuruh Sakiyah, tetangga juga, agar mengambil pakaian itu dan menyerahkannya kepada Santurji. Tentunya, dengan harapan agar Kaswin-lah yang dituduh membunuh. Menurut Sersan Kepala Sudarsin, petugas reserse Polres Banyumas, Kaswin memang sempat dicurigai. Tapi ia memberikan alibi yang kuat dan memang tak tahu apa-apa tentang pembunuhan itu. Maka, Rasmawi-lah yang kemudian di tangkap. Apalagi karena, menurut Santurji, pagi hari sebelum anaknya terbunuh, Rasmawi memang mengajak anak itu pergi. "Saya tidak curiga karena merasa tidak punya salah," kata Santurji. Tapi, kata Rasmawi, sejak lama sebenarnya ia mendendam adik iparnya itu, karena diduga sering main mata dengan istrinya. Dendamnya kian membara sewaktu ia diusir istrinya dari rumah, gara-gara menanyakan kecurigaannya itu. Ayah lima anak itu pun akhirnya menumpang di rumah Sukarjo - sampai peristiwa pembunuhan itu terjadi. Semula, kata Rasmawi lagi, ia memang ingin membunuh Santurji. "Tapi dia tidak pernah muncul di sawah, sehingga sasaran saya alihkan ke Sarikin," katanya. Kini ia mengaku sangat menyesal. "Setelah membunuh malam itu, ia menangis semalaman sampai saya tidak tega melaporkan perbuatannya kepada polisi," tutur Sukarjo kepada TEMPO. Ia mengaku hanya melihat saja tindakan Rasmawi itu dari kejauhan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus