Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Warga Negara Indonesia (WNI) menjual ginjal ke Kamboja terbongkar setelah pihak kepolisian melakukan tindak lanjut dari penggerebekan rumah di Villa Mutiara Gading, Jalan Piano IX, Kelurahan Setia Asih, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, pada 19 Juni 2023 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Lantas, bagaimana modus penjualan ginjal tersebut? Siapa pula yang pernah menjadi korban atau pendonor ginjal tersebut? Berapa pula imbalan yang diterima pendonor? Berikut sederet faktanya berdasarkan versi Polda Metro Jaya.
Modus jual ginjal
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Hengki Haryadi menuturkan, pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, merekrut korbannya agar mau menjual ginjal melalui media sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Modus operandi merekrut melalui media sosial Facebook, kemudian ada dua akun dan dua grup komunitas yaitu Donor Ginjal Indonesia dan Donor Ginjal Luar Negeri," ujar Hengki, seperti dilansir dari Tempo, Kamis, 20 Juli 2023.
Selain lewat media sosial Facebook, kata Hengki, pelaku juga menawarkannya langsung dari mulut ke mulut.
Transplantasi di RS Kamboja
Hengki mengungkapkan bahwa operasi transplantasi ginjal dilakukan di Rumah Sakit Preah Ket Mealea Hospital, Kamboja. Korban akan diobservasi selama seminggu sambil menunggu calon penerima ginjal.
Penerima donor ginjal ini dari mancanegara juga, dari India, Cina, Malaysia, Singapura, dan negara sejumlah negara lainnya.
Imbalan yang diterima
Pelaku menerima imbalan dari Kamboja total sebesar Rp 200 juta. Korban mendapatkan Rp 135 juta, sedangkan pelaku Rp 65 juta. "Setelah beberapa hari, kemudian langsung ditransfer ke rekening pribadi," ujar Hengki.
Selanjutnya: Dari guru hingga sarjana S2
Dari guru hingga sarjana S2
Hengki mengungkapkan, korban ada yang bekerja sebagai guru privat, pedagang, buruh, petugas keamanan, dan sebagainya. Ada juga yang mengenyam pendidikan sarjana S2.
"Bahkan calon pendonor ini ada yang S2 dari universitas ternama, karena tidak ada kerjaan dari dampak pandemi itu," ujar Hengki.
Hengki mengatakan, ada korban Pelaku TPPO memanfaatkan korban yang dalam posisi rentan karena kebutuhan ekonomi. Sebagian korban kehilangan pekerjaan karena dampak pandemi Covid-19.
"Jadi motifnya lebih besar adalah ekonomi dan posisi rentan ini dimanfaatkan oleh sindikat atau jaringan ini," kata Hengki.
Total ada 31 orang
Berdasarkan data terbaru polisi, total ada 31 orang yang diberangkatkan ke Kamboja untuk menjual ginjal sepanjang Mei-Juni 2023. Polisi masih menghitung total transaksi yang diterima pelaku.
Tangkap 12 pelaku
Dalam kasus TPPO ini, polisi menangkap 12 pelaku. Sepuluh orang merupakan bagian dari sindikat. Sembilan dari 10 orang itu adalah mantan pendonor yang menjual ginjalnya. Sedangkan dua orang lainnya adalah seorang anggota Polri berpangkat ajun inspektur polisi dua (aipda) inisial M dan petugas imigrasi berinisial A.
Dari sindikat itu, M menerima uang Rp 612 juta agar perkara TPPO ini tidak diproses, sedangkan A mendapatkan Rp 3,2 juta hingga Rp 3,5 juta untuk meloloskan korban ke Kamboja.
"Kemudian ini ada koordinator secara keseluruhan atas nama tersangka Hanim. Hanim ini yang menghubungkan Indonesia dan Kamboja," kata Hengki.
Sindikat jaringan internasional
Ketika diselidiki ternyata kasus TPPO ini melibatkan sindikat jaringan internasional. Mereka membawa korban ke Kamboja untuk melakukan transplantasi ginjal.
"Ternyata dalam pengembangannya, ini merupakan jaringan internasional yang kita kenal transnational organize crime," kata perwira menengah Polri itu.
Pilihan Editor: Aipda M Terlibat Kasus TPPO Jual Ginjal di Kamboja, Bantu Pelaku Hindari Pengejaran Polisi
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.