Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Semua Langkah Mentok

16 Februari 2009 | 00.00 WIB

Semua Langkah Mentok
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TOMMY Soeharto memang ibarat pendekar sakti. Disikat dari berbagai penjuru, ia tetap tangguh. Semua senjata yang dipakai untuk ”menebasnya” justru rontok satu per satu.

Kasus Vista Bella adalah salah satu ”senjata” yang dipakai pemerintah untuk mengalahkan Tommy di medan pertempuran pengadilan Guernsey, Inggris. Sebelumnya, sejumlah perkara lain sudah ”ditembakkan” kejaksaan ke pria yang pernah mendekam di penjara Nusakambangan ini.

Bahkan, untuk kasus dugaan korupsi Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh (BPPC), ”senjata” itu sudah rontok di tangan pemerintah sendiri. Kejaksaan Agung menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) atas kasus ini. Alasannya, Tommy telah melunasi utangnya ke bank yang dulu mengucurkan kredit sebesar Rp 759 miliar untuk pembelian cengkeh dari rakyat itu.

Perkara pertama yang membelit Tommy adalah kasus dugaan korupsi tukar guling tanah Bulog, antara lembaga pemerintah itu dan PT Goro Batara Sakti, perusahaan yang sahamnya antara lain dimiliki Tommy. Dalam kasus ini, menurut jaksa, negara rugi Rp 96 miliar. Kasus ini menyeret mantan Kepala Bulog Beddu Amang dan Direktur Utama PT Goro Ricardo Gelael. Sementara, Tommy dianggap bertanggung jawab karena menjabat Komisaris Utama PT Goro.

Di pengadilan tingkat pertama, Tommy dibebaskan. Namun hakim kasasi yang diketuai hakim agung Syafiuddin Kartasasmita memvonis Tommy hukuman satu setengah tahun penjara. Belakangan, putusan itu dimentahkan hakim kasasi.

Terhadap kasus ini Bulog juga menggugat perdata PT Goro. Bulog menuntut ganti rugi Rp 550 miliar. Tommy menolak ganti rugi itu. Tommy ganti menggugat balik Bulog Rp 10 triliun karena dianggap telah mencemarkan namanya.

Tommy menang. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan PT Goro. Sebaliknya, pengadilan mengganjar Bulog untuk membayar ganti rugi kepada Tommy Rp 5 miliar. Namun, sebulan setelah putusan itu diketuk, Bulog memilih berdamai dengan Tommy. Ini pula yang menjadi salah satu alasan pengadilan Guernsey, 9 Januari lalu, mementalkan gugatan intervensi pemerintah atas duit Tommy di BNP Paribas.

Belakangan, pria yang memiliki hobi balap mobil itu juga berhasil menang dalam kasus uang milik PT Timor Putra Nasional di rekening penampung atau escrow account di Bank Mandiri senilai Rp 1,2 triliun. Hanya, kendati berhak atas uang tersebut, sebelum dieksekusi, Menteri Keuangan telah ”mengamankan” dana jumbo itu ke rekening pemerintah. Kasus ini berkaitan dengan Vista Bella, yang pada Rabu pekan lalu divonis Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan, lagi-lagi, dimenangi Tommy.

Dari sekian banyak kasus yang mengepungnya, ada satu yang pernah membuat Tommy menjadi pesakitan, yaitu kasus pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita, hakim yang memvonis Tommy satu setengah tahun penjara dalam perkara tukar guling lahan Bulog itu. Dalam kasus ini, Tommy divonis 15 tahun penjara. Namun putusan itu dianulir melalui putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung, yang mengkorting hukumannya selama lima tahun. Tommy pun menghirup udara bebas pada 30 Oktober 2006.

Kendati berbagai upaya kandas di jalan, kejaksaan tetap melakukan berbagai upaya hukum agar duit di Bank Paribas itu masuk ke rekening negara. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jasman Panjaitan, pihaknya akan melakukan upaya hukum optimal supaya menang dalam perkara di Guernsey itu.

Otto Cornelis Kaligis, pengacara Tommy, yakin kliennya akan menang dalam semua pertarungan yang diciptakan kejaksaan. Menurut Kaligis, perkara yang diajukan kejaksaan semuanya mengada-ada. Suara senada dilontarkan pengacara keluarga Cendana lainnya, Juan Felix Tampubolon. ”Karena sejak awal memang tidak ada kasusnya,” ujarnya.

Juan boleh berkata demikian. Tapi, seperti kata Jasman, kejaksaan tak akan menyerah melawan Tommy. ”Kami akan tetap melakukan upaya sampai langkah hukumnya mentok,” kata Jasman.

Rini Kustiani, Akbar Tri Kurniawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus