Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJATINYA nama Gerhard Mulia Panggabean ada dalam daftar penumpang yang terbang dari Singapura ke Medan, Rabu malam pekan lalu. Pria 73 tahun ini direncanakan tiba dengan Silk Air sekitar pukul delapan malam. Saat itu polisi sudah siaga di segenap penjuru Polonia. Ada yang berseragam lengkap, ada pula yang berpakaian sipil. Tapi, setelah pesawat mendarat mulus dan penumpang keluar satu per satu, G.M. Panggabean tak jua tampak batang hidungnya.
Polisi gigit jari untuk kedua kalinya. Jumat dua pekan lalu, nama Panggabean juga tercantum dalam daftar penumpang Silk Air yang bertolak dari Singapura tujuan Medan. Tapi ia tak juga muncul.
Polisi geram. ”Kami perintahkan untuk menangkapnya,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira. Kamis pekan lalu, Gerhard ditetapkan sebagai tersangka.
Polisi menuding G.M. Panggabean terlibat demonstrasi pembentukan Provinsi Tapanuli di Gedung Dewan Sumatera Utara Medan, Selasa dua pekan lalu. Saat itu, sekitar seribu pendukung Provinsi Tapanuli menuntut Dewan Sumatera Utara menggelar rapat paripurna untuk melahirkan surat rekomendasi—syarat berdirinya provinsi baru.
Demonstran main hantam: mereka memukul dan menendang Ketua Dewan Abdul Azis Angkat. Azis mangkat: tim medis sementara menyimpulkan ia tewas akibat gagal napas sehingga jantung berhenti bekerja. Otopsi juga memperlihatkan Azis luka memar di hidung, muka, dada, dan perut. Jas dan celana dalam Azis sobek. Hingga kini hasil penelitian forensik Rumah Sakit Umum Dokter Pirngadi Medan atas kematian Azis belum dipublikasikan.
G.M. Panggabean, menurut polisi, disangka melakukan tiga pelanggaran: membubarkan sidang Dewan, melakukan kekerasan, dan secara bersama-sama merusak orang dan barang. Penetapan G.M. Panggabean sebagai tersangka ini dilakukan menyusul ditahannya Chandra Panggabean, anak G.M., sehari setelah demonstrasi berdarah itu. Polisi, hingga Jumat pekan lalu, telah menetapkan 66 tersangka.
Polisi membagi para tersangka dalam delapan kelompok. Di antaranya, kelompok pemrakarsa berdirinya Provinsi Tapanuli untuk memisah dari Sumatera Utara, penyandang dana, pelaksana aksi, dan pengerah massa. ”G.M. Panggabean penanggung jawab Provinsi Tapanuli,” kata Direktur Reserse Kriminal Kepolisian Daerah Sumatera Utara Komisaris Besar Wawan Irawan.
Sejumlah sumber di Jakarta dan Medan menyebutkan, Chandra sebenarnya sosok yang berada dalam bayang-bayang bapaknya. ”Yang punya mau Provinsi Tapanuli itu bapaknya. G.M. Panggabean ingin anaknya jadi gubernur,” kata sumber itu.
Itulah sebabnya, polisi bersemangat mencokok G.M. Panggabean, yang terbang ke Singapura lima hari sebelum Azis meninggal. Menurut polisi, lelaki itu ke Negeri Singa untuk berobat. Pengacara keluarga Panggabean, Otto Hasibuan, mengatakan bahwa kliennya sudah sering bolak-balik Medan-Singapura untuk cek kesehatan. ”Perginya tak berkaitan dengan kasus ini,” kata Otto.
G.M. Panggabean adalah bekas wartawan Sinar Harapan. Pada Mei 1970 ia mendirikan koran Sinar Indonesia Baru. Koran ini menguasai pasar masyarakat Batak.
Berkantor di Jalan Brigadir Jenderal Katamso, Medan, seratus meter dari Istana Maimun, G.M. Panggabean adalah pemimpin umum harian itu. G.M. Chandra Panggabean didapuk menjadi wakil pemimpin umum dan penanggung jawab redaksi. Anak G.M. yang lain, Immanuel Panggabean, duduk sebagai pemimpin redaksi. Tuty Farida Rotua Panggabean, anak perempuannya yang lain, menjadi pemimpin perusahaan.
Selain menerbitkan koran, G.M. Panggabean memiliki bisnis penginapan. Nama G.M. Panggabean dipakai sebagai nama beberapa hotel miliknya itu. Bisnis G.M. juga merambah ke ladang agen perjalanan dan transportasi. Ia juga pemilik kampus Universitas Sisingamangaraja XII Tapanuli. Sejumlah sekolah tinggi di Sumatera Utara dengan nama Sisingamangaraja XII juga ia miliki.
G.M. Panggabean pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat selama tiga periode. Pada periode yang pertama (1987-1992) ia menjadi utusan golongan mewakili masyarakat pers. Dua periode berikutnya (1992-1997 dan 1999-2004) ia menjadi utusan daerah mewakili Sumatera Utara. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, T.B. Silalahi, mengakui ketokohan G.M. Panggabean di Sumatera Utara. ”Ia contoh orang Tapanuli yang sukses. Ia punya koran yang berpengaruh,” katanya.
G.M. Panggabean dan panitia pembentukan Provinsi Tapanuli yang diketua G.M. Chandra Panggabean pernah bertemu Silalahi satu setengah tahun lalu untuk minta dukungan. T.B. menyatakan mau membantu asal Sibolga dijadikan ibu kota provinsi dan melibatkan seluruh masyarakat Tapanuli, termasuk Tapanuli Selatan, yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Belakangan, Chandra memindahkan calon ibu kota Tapanuli ke Siborongborong. Sejumlah kabupaten lalu menarik diri. ”Sejak itu saya tidak setuju. Mereka pun tidak datang lagi ke saya,” kata T.B. Silalahi.
Menurut sejumlah sumber, di Medan G.M. Panggabean berebut pengaruh dengan Oloan Panggabean. Olo adalah Ketua Ikatan Pemuda Karya yang berdiri pada 1964 dan memiliki akar pada anak muda. Olo dikenal dengan bisnis judinya. Belakangan, bisnis itu meredup ketika di bawah Kepala Kepolisian Daerah Inspektur Jenderal Sutanto—belakangan menjadi Kepala Polri—aparat main sikat terhadap permainan haram itu. ”G.M. Panggabean sangat antijudi, sehingga berseberangan dengan Olo,” kata Siraranto Lumbantobing, koordinator pengacara tim advokasi tragedi Provinsi Tapanuli—badan yang dibentuk untuk mendampingi para tersangka demonstrasi berdarah itu.
Polisi meyakini keluarga G.M. Panggabean mendanai demonstrasi itu. Ini terungkap ketika aparat memeriksa Ratni Situmorang dan Murli Tety, karyawan bagian keuangan Sinar Indonesia Baru. Chandra, kata Ratni, memerintahkannya untuk menyerahkan uang Rp 17 juta kepada Lesman Simamora, wartawan Sinar di Langkat. Lesman, kata Ratni kepada polisi, bertugas mendatangkan massa dari Langkat. Lesman kini masuk daftar tersangka dan sudah ditahan.
Tim advokasi menyadari keluarga G.M. Panggabean berperan penting dalam gerakan membentuk Provinsi Tapanuli. Tapi tim tersebut berharap penangkapan Chandra tidak memberangus aspirasi. ”Kalau tidak jadi provinsi, Tapanuli terus tertinggal,” kata Saor Siagian, salah satu pengacara demonstran.
Sunudyantoro (Jakarta), Soetana Monang Hasibuan, Sahat Simatupang (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo