Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Senjata Untuk Para Perampok

Empat oknum Abri memperjual belikan senjata api kepada kawanan perampok (dipergunakan untuk merampok nasabah bank) divonis oleh hakim Mahkamah Militer jakarta-banten. (krim)

25 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MASIH saja ada oknum ABRI yang belum manunggal dengan rakyat: malah bersekutu dengan perampok. Empat anggota TNI AD, kedapatan telah memperjualbelikan senjata api, pistol FN5 dan sepucuk Vickers, kepada kawanan perampok untuk keperluan "mencari uang." Mereka juga mendapat semacam "uang sewa" bila operasi perampokan berhasil. Seorang oknum lain, turut terlibat karena menyembunyikan Anton otak kawanan perampok itu, ketika kakinya kena tembak. Majelis Hakim Mahkamah Militer Jakarta-Banten yang diketuai Letkol CKH Iskandar Kamil SH, menyebut mereka, "telah mencemarkan citra ABRI dalam masyarakat." Maka kepada Pelda Achmad dan Peltu Aris yang masingmasing dijatuhi hukuman empat tahun enam bulan dan tiga tahun penjara, diberi hukuman tambahan: dipecat dari dinas militer. Dua terwakda lain dihukum agak ringan. Kapten Dadim kena setahun sembilan bulan dan Peltu Djini dua tahun enam bulan, tanpa dipecat. Mereka dipersalahkan melanggar pasal 1 Undang-Undang No. 12/Darurat/ 1951 (UU tentang Senjata Api). Adapun Peltu Heri hanya dikenai pasal 221 KUH Pidana: menyembunyikan orang yang melakukan tindak kejahatan. Ia divonis sembilan bulan penjara dan kontan menyatakan menerima, karena sudah ditahan sejak 2 Januari 1982. Pelda Achmad dan Peltu Aris yang dipecat, Sabtu pekan lalu naik banding ke Mahakamah Militer Tinggi. Dengan begitu, untuk sementara keluarga keduanya masih akan menerima beras dan gaji, karena putusan Majelis Hakim belum mempunyai ketetapan hukum yang pasti. Cerita jual-beli senjata api itu cukup berliku juga. Pistol FN-45 mulanya berasal dari Peltu Djini, yang katanya ia peroleh dari Peltu Aris. Dengan imbalan Rp 25.000, FN45 dipinjamkan kepada Kapten Guntoro (almarhum). Tapi Djini kemudian menariknya kembali dari tangan Guntoro, dan menjualnya kepada Pelda Achmad seharga Rp 200.000. Oleh Achmad, senjata api itu dijual lagi kepada Anton alias Tan dan kawan-kawan, komplotan perampok kelas kakap. Komplotan ini juga memperoleh sepucuk Vickers, lewat Achmad, dari Kapten Dadim yang mendapatkannya waktu ia bertugas di Timor Timur. Dadim mendapat imbalan Rp 100.000, dan ia tahu persis senjata api yang tak mempunyai dokumen resmi itu digunakan Anton untuk merampok. Tapi ternyata komplotan itu masih mempunyai sepucuk pistol lagi. Colt 38, yang menurut Anton milik seorang temannya, Ban Siang (almarhum). Bersenjatakan tiga pucuk senjata api, kawanan itu cukup sukses merampok nasabah bank. Dalam lima kali operasi tahun 1981, mereka berhasil menggaet Rp 76 juta uang tunai. Oktober 1981, misalnya, kawanan Anton yang mengendarai sepeda motor menguntit mobil Lie Tian Jun alias Yanto, yang baru mencairkan cek Rp 20 juta di BNI 1946 Cabang Kota, Jakarta Barat. Begitu tiba di kantornya di Jalan Balikpapan, Yanto disergap. Rusli, pengemudi, sempat mempertahankan tas berisi uang itu. Namun perampok lalu menembak kaki si sopir hingga tak berdaya. Syukur yang Rp 10 juta selamat, karena ditaruh di bagasi. Menjelang akhir tahun, 30 Desember 1 981 siang, kawanan Anton beraksi lagi. Korbannya kali ini Abdul Rasuid, Direktur PT Raslim Trading Co., perusahaan kayu. Ia dihadang Anton dan Sabar yang dikenal berdarah dingin, tepat di ruangan kantornya di Jalan Suryopranoto. Uang Rp 32 juta yang baru diambil dari Chase Manhattan Bank dan uang pribadinya sebesar Rp 750.000 segera dibawa kabur. Tapi rupanya hari itu naas. Sabar, untuk menggertak agar tak ada yang berteriak atau melawan, membuang tembakan. Sebutir peluru nyasar mengenai kaki kanan Anton, temannya. Buru-buru mereka angkat kaki menuju rumah kontrakan di Bendungan Jago, lalu mengontak Pelda Achmad. Akhirnya diputuskan Anton harus diobati di luar Jakarta supaya aman. Peltu Heri yang tinggal di Cimahi, mcngusa'hakan Anton bisa dirawat di Rumah Sakit Rajawali di kota itu. Di situlah Anton ditangkap, dan kemudian komplotannya digulung. Agustus lalu Anton dan kawan-kawannya diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Anton divonis tujuh tahun penjara dan Sabar kena delapan tahun. Pepeng enam tahun, sedangkan Robert, Wong dan Agus masing-masing dihukum lima tahun penjara. Sukses besar yang diraih komplotan Anton. mcnurut Oditur Letkol. CKH Yuda Langliat SH membuat pemilik senjata api kecipratan. Achmad, misalnya, beberapa kali memperoleh imbalan sampai Rp 2 juta lebih, plus sebuan sepcda motor. Para terdakwa lain pun kebagian, meski tak sebanyak Achmad. Tapi dalam pleidoinya, Pembela Mayor CKH A.M. Ghalib SH, dan Lettu CKH A.M. Ambong, SH menyatakan bahwa uang yang diterimakan kepada para terdakwa, "diserahkan sebelum perampokan berlangsung." Pembela juga menyebutkan bahwa motif perbuatan para terdakwa semata karena kebutuhan ekonomi. Pelda Achmad, misalnya, mempunyai tanggungan tujuh anak, seorang istri dan mertua. Peltu Aris menanggung 10 jiwa. Namun Majelis Hakim yang terdiri dari Letkol CKH Iskandar Kamil, SH Letkol Kum Budi Sunarto, SH, dan Letkol. KH Sutanto, SH, tegas menyatakan bahwa alasan ekonomi tak bisa diterima. Sebab bila hal itu ditolerir, bagaimana pula dengan orang-orang miskin lain yang tak sedikit jumlahnya?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus