Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Carilah aku di pondok bambu

Kisah gadis nuriah yang dikira telah menjadi mayat oleh keluarganya, ternyata ada di lpk pondok bambu terjaring razia operasi gabungan kamtib. (krim)

25 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAD Sani dan istrinya kalang kabut. Sudah beberapa hari anak gadis mereka, Nuriah, 22 tahun, tak pulang ke rumah. Padahal ia satu-satunya pencari nafkah untuk lima adik dan kedua orang tuanya itu. Perasaan Mad Sani kian tak menentu mendengar ada sesosok mayat wanita muda ditemukan di Kali Jodo, 6 Desember lalu. Hari itu, Nuriah sudah 10 hari menghilang. "Jangan, jangan . . . ," katanya waswas. Sakit asma Mad Sani pun kambuh. Ia ragu setelah mengetahui ciri-ciri si mayat. Dan ketika kecemasan hampir mencapai puncaknya, Jumat pekan lalu Nuriah muncul di rumahnya, Kampung Bandengan RT 015/RW 02, Ragunan, Jakarta Selatan. "Kami bertangisan," tutur Mad Sani. Nuriah yang dikira sudah jadi mayat, selama 15 hari menghilang ternyata berada di Lembaga Pendidikan Khusus (LPK) Pondok Bambu, Jakarta Timur. Pada 26 November sekitar pukul 22.00, ia kena razia di bilangan Monas. Tim Operasi Gabungan Kamtib, Suku Dinas Sosial dan Kosek 701-02, mengira Nuriah wanita tuna susila. Apalagi KTP-nya sudah mati, Februari lalu. Ketika di-screening, menurut Jakub Nasution, Kepala Suku Dinas Sosial Jakarta Pusat, Nuriah mengaku sebagai WTS. Pekerjaan itu dilakukan sejak enam bulan lalu, dengan bayaran Rp 5.000 - Rp 7.500 sekali main. Ia pun, bersama belasan wanita dan seorang waria, diangkut ke LPK Pondok Bambu, yang khusus menampung pelanggar Perda No. 3/1972 -- tentang ketertiban kota, seperti gelandangan WTS, kaki lima. Soal KTP, Nuriah mengaku salah. Tapi, "Saya bukan WTS," bantahnya. Mengaku berhenti bekerja di tempat main bilyard sebulan sebelumnya, malam itu, 26 November, ia nonton film Mandarin di bioskop Monas bersama seorang temannya (wanita). Mampir sebentar di Jakarta Bowling seperti sering dilakukannya, ia lalu nongkrong di pinggir jalan makan jagung rebus. Tiba-tiba datang mobil razia, dan kedua wanita itu pun lari ketakutan. Setelah jatuh dan sebelah sepatunya tercecer, Nur tertangkap. Ia memang mengakui hampir tiap malam keluar rumah. Nongkrong di bar Jakarta Bowling dan beberapa bar lain menemani tamu. Terkadang ia juga diajak jalan-jalan. Dan untuk semua itu ia mendapat tip hingga bisa memberi uang belanja Rp 3 ribu sehari. Meski sering pulang pukul 07.00 pagi, "sungguh, saya tak pernah menjual tubuh," kata cewek berperawakan kecil berkulit kehitaman itu. Meskipun kini sudah berada di tengah keluarga yang ia sesalkan adalah tak ada petugas memberitahu keluarganya selama ia di LPK. hal serupa itu dialami juga oleh Maruli Tumanggar, mahasiswa Universitas Tujuhbelas Agustus yang kena razia medio Desember lalu. Dengan sangat mengharap ia minta tolong kepada Agus Basri dari TEM PO untuk memberitahukan keadaannya kepada pamannya. Jadi, bila ada anggota keluarga anda hilang, selain ke rumahsakit, cobalah cari di LPK Pondok Bambu. Sebab setelah disidangkan, pelanggar Perda. No 3 / 1972, bisa divonis sampai dua bulan-satu ketentuan yang dianggap sebagian warga Jakarta terlalu kaku.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus