KALI ini A Lay alias Yap Kim Layalias Sulay mati langkah. Begitu
lepas dari giringan polisi, tak jauh dari kantor Komres 404
Tanjung Pinang, ia dicegat oleh penduduk dari berbagai penjuru
di Jalan Bintan. Ilabislah,tubuhnya babak belur dikeroyok,
dihantam kanan kiri, oleh beberapa pasang tangan. Buronan polisi
ini sejak dua tahun lalu, pada 18 September lalu kembali dapat
dibekuk. Tapi ul usan jadi berhenti dengan sendirinya. Sebab,
belum sepuluh hari A Lay mendekam di tahanan, pagi buta ia
ditemui sudah jadi mayat. Bulluh diri atau ada tangan jahil yang
mencabut jiwanya'! Itu yang tengah disesali dan diselidik
polisi.
Dua tahun lalu ada kejadian yang menghebohkan di Bangka. Dua
orang polisi lenyap bersama-sama: Letda Mat Arus dan Koptu
Sujono. Kedua petugas ini sebenarnya sedang bertugas memburu
pencuri kendaraan bermotor. Rekan polisi lainnya, ditambah tim
SAR dari Mabak Jakarta dan dua anjing pelacak, dikerahkan hampir
selama dua minggu. Sayangnya Mat Arus dan Sujono ditemukan telah
dalam keadaan mati. Jenazahnya didapati di pantai, dalam
timbunan pasir yang tak begitu dalam. Kendaraan mereka, skoter
dan speda motor, ditanam bersama tuannya.
Polisi tak begitu sulit menemukan pelaku kejahatan atas kedua
hamba hukum itu. Berkat petunjuk wanita bisu, polisi berhasil
membekuk tiga tersangka: A Hak, A Lay dan A San. Latar belakang
pembunuhan jadi sangat jelas.
Rupanya dalam perjalanan menguber pencuri motor, Mat Arus dan
Sujono memergoki A Hak dkk yang tengah menggotong-gotong karung
timah. Kedua polisi itu kontan mencurigai ketiga orang ini
sebagai penyelundup timah. Usut punya usut tuduhan polisi itu
agaknya benar. Buktinya ketiga tersangka ini kemudian mencoba
main suap. Berhubung jalan halus - polisi hendak menggiring
mereka dengan baik-baik dan penyelundup minta dibereskan pula
denan 'baik-baik' - tak tercapai, terjadi mengancam ketiga
penyelundup itu dengan todongan pistolnya. Tapi A Hak, terutama
A Lay yang pandai memainkan beberapa jurus kuntau, dengan
gampangnya merebut pistol dari tangan Mat Arus. Dan A Hak segera
membereskan kedua polisi itu dengan cepat: pistol di tangannya
memberondongkan peluru dan menewaskan kedua hamba hukum itu
seketika (TEMPO, 14 Pebruari 1976).
20 Tahun
Tengah pemeriksaan berlangsung A Lay yang lihay itu berhasil
lolos dari tahanan polisi. Ia kabur entah ke mana. Tinggal A Hak
dan A San yang berurusan dengan pengadilan. Keduanya dihukum
lumayan saja: masing-masing harus masuk penjara 20 tahun
lamanya.
Buronan A Lay, 23, yang harus menanggung nafkah isteri dan
seorang bocah 2 tahun, ternyata berhasil keluar dari Pulau
Bangka. Ia, menurut pengakuannya yang terakhir - sebelum
ditemukan mati di tahanan Komres 404 Tanjung Pinang - terdampar
di Pulau Dua (Kepenghuluan Pekajang, Kepulauan Riau). Dari sana
diam-diam ia berhasil masuk ke Kecamatan Moro tanpa diketahui
apa dan siapa dia. Ia tinggal di rumah saudaranya, seorang
nelayan. Tenang A Lay di sana. Bahkan sudah mulai melakukan
pekerjaan lamanya: menyelundupkan sesuatu dari dan ke Singapura.
Untuk pekerjaannya itu ia pernah berurusan dengan polisi. Tapi
ia dapat bebas dan tetap tak diketahui sebagai buronan polisi
Bangka.
Selanjutnya tak begitu jelas prosesnya. Pokoknya siapa A Lay
akhirnya diketahui juga oleh polisi Tanjung Pinang. Berkat
bantuan seseorang yang berasal dari Moro, yang berhasil
mematahkan kemampuan A Lay - yang kabarnya ahli ilmu kebatinan
dan silat kuntau - buronan ini berhasil digiring polisi. Tapi
belum lagi sampai di kantor polisi, A Lay sudah kembali mencoba
kabur. Untung orang-orang di sekitar Jalan Bintang cukup tangkas
membantu polisi.
Bukan Penganiayaan
Danres drs Bambang Darundriyo belum mengumumkan sebab-sebab
kematian tahanannya. Katanya, visum kematian A Lay sedang
dikirimkan ke Mabak Jakarta untuk memperoleh keterangan yang
pasti. Otopsi, pembedahan mayat untuk pemeriksaan, memang
dilakukan di Rumah Sakit Umum Tanjung Pinang. Hasil pemeriksaan
itulah yang sedang dimintakan keterangan lebih lanjut ke
Jakarta. Hanya, menurut dr Bahtiar Ismail, Kepala RSU, "tak
terdapat tanda-tanda penganiayaan di tubuh korban yang
menyebabkannya mati."
Keterangan itu melegakan hati sang Danres. "Tak enak juga kalau
ada yang menyangka yang bukan-bukan terhadap kematian korban,"
kata Bambang. "Nanti dikira polisi balas dendam." Bagaimana
dengan akibat pengeroyokan massa di Jalan Bintan? Tampaknya
kejadian itu tak menyebabkan A Lay sampai tewas. Korban
sebelumnya sudah diperiksa dokter sampai dua kali. Sehat-sehat
saja. Dokter hanya memberikan perawatan ringan. Bunuh diri --
juga belum tentu lagi. Tanda-tandanya tak tampak. Ia ditemukan
di selnya, yang terpisah dari tahanan lain, dalam keadaan wajar.
Mencelakakan diri dengan minum obat dari dokter secara nekad -
juga tak mungkin mengakibatkan ken-,atiannya. Sebab, menurut dr
Bahtiar, obat yang diberikan kepada A Lay cuma obat anti pusing
biasa saja.
Apakah kematian tahanan ini di tangan polisi akan diusut
(apalagi jika tak ada yang menuntutnya, dari keluarganya
misalnya)? Polisi belum menyatakan apa-apa. Hanya akibat
kematian A Lay, pengusutan terhadap kematian polisi Mat Arus dan
Sujono jadi terhenti. Padahal, menurut pengakuan A Lay terakhir,
komplotan pembunuh polisi itu tidak hanya 3 orang (A Lay, A San
dan A Hak) tapi ada 5 orang. Yang sekarang masih luput dari mata
polisi, ternyata dua orang oknum bukan sipil. Dan yang penting,
konon, dua oknum itu merupakan pelindung penyelundupan timah
yang masih aktif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini