Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

6 Fakta Kasus Perundungan PPDS di Undip

Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Universitas Diponegoro (Undip) sedang disorot karena masalah perundungan.

17 September 2024 | 15.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Seorang petugas keamanan berjalan di samping spanduk kampanye Gerakan Zero Bullying yang terpasang di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro (UNDIP), kawasan kompleks RSUP Dr Kariadi, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis, 15 Agustus 2024. Kepolisian masih menginvestigasi adanya dugaan perundungan di lingkungan PPDS yang menjadi penyebabnya mahasiswi ARL mengakhiri hidupnya. ANTARA/Aji Styawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus perundungan terhadap peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip) memasuki fase baru. Beberapa mahasiswa PPDS Undip akan dimintai keterangan oleh pihak kepolisian. Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merasa terkejut setelah menerima laporan terkait dugaan perundungan tersebut.

Tim hukum Undip Semarang akan memberikan pendampingan kepada sejumlah mahasiswa PPDS yang akan diperiksa oleh Polda Jawa Tengah dalam penyelidikan atas dugaan perundungan yang menimpa almarhumah dokter Aulia Risma.

Dekan FK Undip, Yan Wisnu Prajoko, mengakui adanya praktik perundungan di PPDS Program Studi (Prodi) Anestesi. Mahasiswa baru (maba) diharuskan membayar iuran sebesar Rp20-40 juta sebagai pungutan selama enam bulan atau satu semester. Berikut beberapa fakta terkait perundungan di PPDS FK Undip:

1. Pungutan Muncul Akibat Beban Sistem Kerja

Yan Wisnu menjelaskan bahwa pungutan ini muncul akibat beban sistem kerja yang berat. Mahasiswa baru diminta membayar uang untuk kebutuhan mereka sendiri dan para senior selama proses pendidikan di RSUP dr. Kariadi. "Di Anestesi, mahasiswa semester 1 dikenakan iuran sebesar Rp20-40 juta per bulan untuk enam bulan pertama. Ini untuk konsumsi bersama, namun saat masuk semester 2, giliran mahasiswa semester 1 yang terbebas dari iuran," kata Yan dalam konferensi pers.

2. Undip Meminta Maaf

Undip secara resmi meminta maaf atas insiden perundungan yang terjadi. "Kami sepenuhnya menyadari dan mengakui adanya praktik perundungan dalam sistem pendidikan dokter spesialis di internal kami," ujar Yan Wisnu. Ia juga meminta maaf kepada masyarakat, Kementerian Kesehatan, Kemendikbudristek, serta Komisi IX dan X DPR RI, karena masih adanya kekurangan dalam penyelenggaraan pendidikan dokter spesialis.

3. Pungutan Digunakan untuk Kebutuhan Operasional

Tidak hanya untuk makanan, uang iuran mahasiswa baru juga digunakan untuk kebutuhan operasional lainnya, seperti menyewa mobil dan kos. "Mahasiswa baru mengeluarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan mereka dan seniornya, termasuk sewa mobil dan kos," tambah Yan. Iuran ini paling banyak ditemukan di Prodi Anestesi, sementara di prodi lain, jumlahnya lebih kecil atau bahkan tidak ada.

4. RS Kariadi Bertanggung Jawab

Direktur Layanan Operasional RS Kariadi, Mahabara Yang Putra, juga mengakui bahwa rumah sakit turut bertanggung jawab atas perundungan yang terjadi. "Kami sebagai rumah sakit pendidikan turut bertanggung jawab atas segala kekurangan yang terjadi dalam proses pendidikan dokter spesialis," ujarnya. Mahabara menambahkan, insiden ini menjadi kesempatan untuk melakukan evaluasi dan perbaikan ke depannya.

5. Upaya Pembatasan Iuran

Yan Wisnu juga menjelaskan bahwa pada 25 Maret 2024, ia telah mengeluarkan surat edaran yang membatasi iuran mahasiswa baru hingga Rp300 ribu per bulan. Pembatasan ini dilakukan karena sulit untuk menghapus iuran sepenuhnya. Ia berharap bahwa di masa mendatang tidak ada lagi iuran semacam itu, karena alasan apapun tidak akan dianggap tepat oleh publik. Kasus ini mencuat setelah meninggalnya dr. Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Undip, yang diduga terkait dengan praktik bullying di PPDS.

6. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin Bingung dengan Pelaporan Dirinya

Terkait kasus perundungan peserta PPDS Undip. Menurut Budi, universitas sudah mengakui kejadian tersebut. "Ini jadi aneh, tapi tidak masalah karena Undip sendiri sudah mengakui kejadian itu," ujar Budi di Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Sabtu, 14 September 2024.

Budi menegaskan bahwa ia tidak keberatan dilaporkan, karena selain pengakuan dari universitas, juga ada banyak keluhan dari para korban yang mengalami perundungan tersebut. "Kami hanya berusaha melakukan yang terbaik, mengingat banyak orang yang mengeluhkan kasus ini," katanya.

Menkes Budi juga meminta agar praktik perundungan dihentikan dan tidak ditutupi, terutama setelah adanya korban jiwa yang diduga kuat terkait dengan perundungan. "Ini bukan kasus kematian pertama. Sebelumnya juga ada yang meninggal, tetapi ditutupi. Sudah saatnya kita hentikan praktik seperti ini. Kasihan dokter-dokter muda kita," tambahnya.

ANGELINA TIARA PUSPITALOVA | INTAN SETIAWATY | ANTARA

Pilihan Editor: Kemenkes Akan Dilibatkan dalam Pembahasan Permendikbud Anti-perundungan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus