Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Setelah Musim Tekstil Lewat

7 Agustus 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MALAM belum larut, baru pukul 21.00, Jumat pekan lalu itu. Bunyi musik di Alis Bar di Jalan Jaksa, Jakarta Pusat, berdentam-dentam. Halaman bar yang didominasi warna hitam itu penuh meja yang diteduhi -payung. Di pintu bar, lampu hias berwarna merah berpen-dar-pendar bak menyambut para tamu.

Semakin malam, satu per satu pengunjung bar berda-tangan. Rata-rata me-nge-lom-pok, tiga-empat orang. Pe-nam-pilan mereka aneka ra-gam. Ada yang perlente dengan sepatu mengkilap dan se-telan jas, ada pula yang sekadar mengenakan kaos tipis, sepatu kets, bahkan celana sedengkul.

”Alis Bar memang seperti- bar komunitas kulit hitam, terutama- yang berasal dari Kamerun,” kata ma-na-jer Alis Bar, Toto Rizalsyah, kepada Tempo.

Menurut Toto, ketika didirikan pada 2000, bar itu untuk- umum. Tapi, sejak 2002, tamu yang datang ternyata ke-ba-nyakan warga kulit hitam dari Kamerun, Ghana, Mali, dan Nigeria. ”Sejak itu Alis Bar menjadi tempat kongkow orang kulit hitam di Jakarta,” ujar Toto. Rata-rata sehari sekitar 50 tamu berkulit hitam mampir di bar Toto. ”Beberapa pemain sepak bola Liga Indonesia juga kerap ke mari.”

Menurut Toto, para turis kulit hitam ini agak tertutup. Seorang tamu yang didekati Tempo malam itu juga memasang raut muka curiga ketika diajak bicara. Lelaki itu meng-aku bernama Mballa, asal Kamerun.

Malam itu Mballa mengenakan celana jins dan kaus putih. Dengan bahasa Indonesia terpatah-patah ia mengaku sudah beberapa kali ke Jakarta dan acap singgah di Jalan Jaksa. Ia mengaku ke Indonesia untuk berbisnis. Ketika ditanya bisnis apa, ia menggelengkan kepalanya, tak sudi menyahut.

Bukan hanya Alis Bar yang menjadi pilihan warga Afrika di Jakarta. Ada juga Alis Cafe, yang berjarak sekitar 75 meter dari Alis Bar. Kendati ”kafe” itu lebih mirip warung, tamu bar ini sudah berdatangan sejak sore hari. Lokasi lain juga menjadi ajang nongkrong warga Afrika itu, antara lain May Bar di Jalan Faletehan, Three House Bar di kawasan Cikini, Ture Bar di Jalan H. Agus Salim, dan Tigapuluh Bar di Hotel Le Meridian.

Berbeda dengan tiga atau empat tahun lalu, para warga Afrika kini tak lagi terkonsentrasi di seputar Tanah Abang. Dulu, misalnya, mereka banyak ditemui di Hotel Petamburan I, Hotel Alamanda, Hotel Tanah Abang Indah, Hotel Fokus, dan Hotel Kristal Harmoni. ”Tapi, sekarang jarang,” ujar Paimin, resepsionis Hotel Alamanda. ”Paling tamu kulit hitam ha-nya ada satu atau dua orang.”

Begitu pula di Hotel Petamburan I. Menurut Hilwan, resepsionis hotel itu, dulu sekitar 80 persen penghuni hotelnya orang Afrika. Sekarang, kata Hilwan, orang kulit hitam tersebar di hotel-hotel di luar Tanah Abang atau tinggal di apartemen.

Orang kulit hitam juga semakin jarang terlihat lalu-la-lang di kawasan Pasar Tanah Abang. Padahal, beberapa tahun lalu, mereka pemburu dan pemborong tekstil terbesar di pa-sar- ini. Menurut Hasan Basri, salah seorang pedagang Tanah Abang, menyusutnya orang kulit hitam di Tanah Abang lantaran membanjirnya produk garmen asal Cina. Akhirnya, para pedagang kulit hitam yang dulunya memborong produk lokal sekarang memilih memburu garmen produk Cina itu ke negara asalnya. Apakah sisanya lalu beralih ke ”bisnis” gelap dan tipu-tipu?

Ramidi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus