Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Seorang petugas pemadam kebakaran Kota Depok gugur saat menjalankan tugas.
Pemerintah dianggap lalai karena tidak memperhatikan ketersediaan perlengkapan keselamatan kerja.
Pengacara anggota pemadam kebakaran Kota Depok bersiap mengajukan gugatan citizen lawsuit.
TRAGEDI ini terjadi di rumah pemotongan ayam di Cisalak, Kota Depok, Jawa Barat, pada Jumat, 18 Oktober 2024. Martinnius Reja Panjaitan gugur ketika menjalankan tugas. Anggota Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Depok itu nekat menerobos asap tebal meski tidak memakai masker oksigen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kenekatan Martin—sapaan akrab Martinnius—itu bukan tanpa alasan. Instansi tempatnya bekerja tidak memiliki masker oksigen yang bisa digunakan. Pria 31 tahun itu pun terpaksa menerobos kepungan asap demi memadamkan sumber api. Namun keberaniannya harus dibayar mahal. "Ini bentuk kelalaian Pemkot Depok," kata Deolipa Yumara, pengacara 80 anggota DPKP Kota Depok, Selasa, 22 Oktober 2024.
Selama bertahun-tahun, DPKP Kota Depok mengalami krisis peralatan dan perlengkapan keselamatan kerja. Masker oksigen, misalnya, sudah lama tidak bisa digunakan karena rusak. Bahkan ambulans yang sangat penting untuk menyelamatkan korban tidak pernah disiagakan di lokasi kebakaran. "Hampir semua alat yang rusak tidak pernah diperbaiki," ujar Deolipa. "Padahal ada anggarannya, tapi barangnya tidak ada."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Personel pemadam kebakaran dan penyelamatan Kota Depok mengangkat peti mati jenazah rekan kerjanya, Martinnius Reja Panjaitan, di Tempat Pemakaman Umum Pondok Rajeg, Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, 20 Oktober 2024. TEMPO/Ricky Juliansyah
Keluhan tentang minimnya alat keselamatan kerja sudah sering disampaikan anggota DPKP Kota Depok. Bahkan petugas pemadam bernama Sandi Butar Butar pernah membuat video untuk menggambarkan kondisi peralatan yang serba memprihatinkan. Video ini menjadi perhatian publik setelah beredar luas di dunia maya.
Dari perspektif hukum, kata Deolipa, kecelakaan yang menimpa anggota pemadam kebakaran merupakan tanggung jawab pemerintah sebagai pemberi kerja. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, setiap institusi—termasuk pemerintah—wajib memastikan perlindungan bagi pekerjanya dalam menjalankan tugas.
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Tadjudin Nur Effendi, sependapat dengan Deolipa. Menurut dia, pemerintah memiliki kewajiban moral dan hukum untuk memastikan keselamatan setiap pekerja. "Pemadam kebakaran ini bekerja untuk menyelamatkan masyarakat, tapi sering kali mereka tidak diberi alat yang memadai," ucapnya. Jika lalai menyediakan sarana dan prasarana keselamatan, pemerintah bisa digugat secara hukum.
Berdasarkan Undang-Undang No. 1/1970, penyediaan alat-alat keselamatan kerja merupakan kewajiban yang tidak bisa diabaikan. Apalagi untuk pekerja yang memiliki risiko tinggi, seperti pemadam kebakaran. "Jika kewajiban itu tidak dipenuhi, ini bisa dianggap sebagai pelanggaran serius," kata Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal. "Pemda bisa kena pasal kelalaian, apalagi mengakibatkan hilangnya nyawa."
Hanya, kata Said, sanksi yang ditentukan dalam undang-undang tersebut cenderung lemah sehingga tidak memberi efek jera. Bila pelanggaran itu terbukti, pelanggar hanya dikenai sanksi denda maksimal Rp 100 ribu atau pidana kurang maksimal 3 bulan.
Karena itu, Said melanjutkan, sejumlah aturan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 1/1970 perlu direvisi. Tujuan utamanya, meningkatkan sanksi dan memastikan setiap instansi pemerintah memiliki komite khusus keselamatan kerja. "Tanpa perbaikan regulasi, kelalaian seperti ini akan terus terjadi," ujarnya.
Khusus untuk permasalahan di DPKP Depok, Said menyarankan langkah hukum dalam bentuk citizen lawsuit atau gugatan warga negara. "Gugatan ini tidak hanya menyasar individu, tapi juga sistem yang perlu diubah agar kejadian serupa tidak terulang," ucapnya.
Said berpendapat, gugatan class action dapat memberi efek jera yang lebih signifikan dibanding hanya menuntut kompensasi secara perdata. Langkah ini penting dalam menciptakan preseden hukum untuk mendorong perubahan kebijakan yang lebih baik di masa depan. "Harus dilakukan secara berlapis, baik pidana maupun perdata, untuk memastikan ada tanggung jawab yang diambil," tuturnya.
Menurut Deolipa Yumara, langkah pidana sebenarnya sudah dilakukan dengan melaporkan dugaan korupsi anggaran DPKP periode 2022-2024 ke Kejaksaan Negeri Depok pada 25 September 2024. Indikasi korupsi itu antara lain terlihat dari mata anggaran pengadaan alat pelindung diri yang tercantum angkanya, tapi tidak ada realisasinya. "Ada dugaan manipulasi anggaran," ujarnya.
Deolipa menyatakan saat ini tengah mempersiapkan somasi terbuka untuk Wali Kota, Wakil Wali Kota, dan Kepala DPKP Depok. Dalam somasi itu akan disampaikan empat poin yang dianggap menjadi persoalan mendasar di DPKP, salah satunya tentang dugaan korupsi. "Kita enggak tahu siapa malingnya. Namun itu bisa terindikasi dari alat-alat yang tidak diperbaiki, padahal anggarannya ada," ucapnya.
Poin berikutnya mengenai kelalaian pemerintah dalam penyediaan alat dan perlengkapan kerja petugas pemadam kebakaran. Kemudian tentang gaji anggota pemadam kebakaran yang saat ini masih di bawah upah minimum kota, yakni Rp 4,8 juta. "Mereka hanya menerima sekitar Rp 3 juta," tutur Deolipa. "Sedangkan yang keempat menyangkut kematian klien kami, yaitu Martinnius Panjaitan."
Kantor Unit Pelaksana Teknis Dinas Pemadam Kebakaran Cimanggis di Depok, Jawa Barat, 22 Juli 2024. TEMPO/M. Faiz Zaki
Adapun perihal gugatan citizen lawsuit, Deolipa melanjutkan, masih dipersiapkan. Rencananya mereka mendaftarkan gugatan itu pada pekan depan. “Diperkirakan pada Rabu atau Kamis," katanya.
Kepala Seksi Penyelamatan Pemadam Kebakaran Depok Tessy Haryati mengatakan bakal mengevaluasi penerapan prosedur operasi standar (SOP) di DPKP. Begitu juga dengan kesiapan sarana dan prasarana yang belakangan menjadi sorotan. "Kami juga akan menggiatkan kembali latihan secara berkala supaya selalu ingat SOP," ujarnya.
Soal regulasi keselamatan seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 1/1970, Tessy merasa perlu mempelajarinya lagi. Sedangkan ketentuan keselamatan kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, dia mengklaim, sudah dijalankan. "Yang jelas, BPJS Ketenagakerjaan ada," ucapnya.
Ricky Juliansyah dari Depok berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo