Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Setelah Tentara Terhuyung di Arundina

Buntut pengeroyokan perwira TNI Angkatan Laut, ratusan pria berbadan tegap merusak rumah pelaku dan markas polisi.

15 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepolisian Sektor Ciracas, Jakarta Timur, Selasa pekan lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Marah karena polisi lambat bertindak.

Silih berganti pesan pendek masuk ke telepon seluler Ketua Rukun Warga 6, Kelurahan Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur, Judisner Sihotang, sepanjang Selasa pekan lalu. Isi pesan seragam: menginformasikan ada banyak pria berbadan tegap dan berambut cepak hilir-mudik di dalam kompleks perumahan. Para pengirim pesan adalah warga Kelapa Dua Wetan. ”Warga ketakutan dengan keberadaan mereka,” kata Judisner, Kamis pekan lalu.

Kepada Judisner, warga mengaku baru pertama kali melihat para pria tersebut. Mereka datang ke sana untuk mencari seorang warga Rukun Warga 6, Iwan Hutapea. Mereka menyebut pria 31 tahun itu sebagai pelaku pengeroyokan Kapten A. Komaruddin, 47 tahun, personel Angkatan Laut, di depan toko Arundina, Jalan Lapangan Tembak, Ciracas, Senin pekan lalu.

Mendapat laporan dari warga tentang ciri-ciri tetamu itu, Judisner menduga mereka adalah tentara. Karena itu, ia langsung bergegas mendatangi Detasemen Polisi Militer (Denpom) Jaya II di Cijantung, Jakarta Timur, selepas magrib, Selasa pekan lalu, untuk melapor dan meminta perlindungan. Jarak tempuh dari rumah Judisner ke kantor polisi militer tak sampai 15 menit. ”Petugas Denpom yang menerima laporan mengatakan akan ke sini mengawasi,” ujarnya.

Kembali dari Denpom Jaya, Judisner melihat makin banyak pria berambut cepak berkumpul di sekitar toko Arundina. Jaraknya dari perumahan Judisner sekitar 300 meter. Kepada warganya, Judisner meminta mereka tenang dan kooperatif jika ditanya para pria berbadan tegap tersebut. ”Jam 9 malam saya menelepon orang Denpom lagi, katanya mereka sudah di sini,” ucapnya.

Berselang satu jam, puluhan pria berhenti di depan rumah Judisner untuk menanyakan alamat Iwan. Dengan rasa waswas dan takut, Judisner memilih memberi tahu alamat Iwan. Ia bahkan mengantar mereka ke rumah orang tua Iwan, Oloan Hutapea, 63 tahun, yang jaraknya sekitar 200 meter dari tempat tinggalnya.

Saat tiba di rumah Oloan, para pria berbadan tegap itu langsung beringas. Mereka merusak rumah Oloan serta isinya, seperti televisi dan kulkas. Kejadian ini berlangsung sekitar 10 menit. ”Salah satu komandannya bilang ke saya, ’Mundur saja, Pak RW,’” ujar Judisner.

Tersangka saat rilis kasus pengeroyokan anggota TNI di Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jakarta, Jumat pekan lalu.

Dilihat dari banyaknya kelompok yang terpisah-pisah, Judisner menduga massa itu terdiri atas beberapa pemimpin. Tempo sempat melihat rekaman kamera pengawas (CCTV) milik penduduk setempat. Dari rekaman itu, mereka terdiri atas tiga rombongan yang berjalan beriringan. Semua berbadan tegap, berambut cepak, dan memiliki tinggi badan hampir sama.

Istri Oloan, Surta Hutahaean, dan Tiur Hutapea, anak Oloan, menyaksikan rumah mereka diobrak-abrik. Kebetulan malam itu ketiganya mengungsi ke rumah tetangga, yang persis berhadapan dengan rumah Oloan. ”Mereka berteriak, ’Hancurkan!’” kata Oloan.

Sebelum insiden ini, Oloan sudah menduga peristiwa pengeroyokan seorang tentara di Arundina akan melecut kemarahan rekan-rekan tentara itu. Ia juga berpikir rumahnya bakal jadi sasaran amuk massa karena putra bungsunya, Iwan, ikut terlibat pengeroyokan itu. Bapak lima anak ini mengetahui keterlibatan Iwan dari cerita tetangganya. Seusai kejadian, Iwan juga sempat ke rumahnya, lalu kabur. ”Iwan dan istri punya rumah kontrakan sendiri,” ujar Oloan.

Cerita pengeroyokan berawal ketika Komaruddin, yang berpakaian loreng hijau khas TNI, sedang memperbaiki knalpot sepeda motornya di depan Arundina. Saat itu ia membawa anaknya yang berusia lima tahun. Pada saat yang sama, Herianto Panjaitan, 28 tahun, juru parkir di Arundina, sedang merapikan motor. Tiba-tiba setang kemudi motor yang digeser Herianto mengenai kepala Komaruddin. Keduanya pun terlibat adu mulut, lantas saling pukul.

Pada saat yang sama, Depi, 35 tahun, juru parkir lainnya, mengabari Iwan dan Agus Priantara, 32 tahun, bahwa Herianto berkelahi dengan tentara. Saat itu Iwan dan Agus sedang menenggak minuman keras tak jauh dari Arundina. ”Keduanya datang dan memukul tentara tersebut,” kata pedagang kaki lima di sekitar Arundina. Istri Iwan, Suci Ramdani, 23 tahun, ikut melakukan pengeroyokan.

Di tengah keributan ini, Prajurit Satu Rivonanda Maulana, anggota Pasukan Pengamanan Presiden, yang melintas, berusaha melerai. Ia pun terkena pukulan Iwan dan kawan-kawan. Merasa terdesak, Komaruddin dan anaknya serta Rivonanda memilih menyelamatkan diri ke barak Pasukan Pengamanan Presiden di Cibubur, Jakarta Timur, tak jauh dari Arundina.

Dugaan Oloan bertambah setelah silih berganti pria berbadan tegap mendatanginya. Tiga kali mereka datang menanyakan keberadaan Iwan. ”Sayup-sayup saya mendengar dari mereka ada yang mengaku TNI,” ujar Oloan.

Berbeda dengan Oloan, ibu Agus Priantara, Romlah Nainggolan, tidak secemas Oloan. Romlah yakin anaknya tidak jadi sasaran kemarahan rombongan pria berambut cepak itu karena ia sudah berdamai dengan Komaruddin dan Rivonanda. Surat damai yang diteken Romlah, Komaruddin, dan Rivonanda itu berisi enam poin. Isinya, antara lain, Romlah mengakui kesalahan anaknya, mereka sepakat berdamai, Agus berjanji tidak mengulangi perbuatannya, Romlah bersedia menunjukkan alamat pengeroyok Komaruddin, dan mereka sepakat masalah itu tidak berlanjut ke pengadilan.

”Saat di polsek, saya bilang, ’Kita damai, ya, Pak.’ Pak Komaruddin bilang, ’Kita damai, Bu. Saya tidak minta apa-apa. Namanya juga silap,’” kata Romlah. Karena kesepakatan ini pula Romlah meminta Agus berdiam diri di rumah saat malam perusakan rumah Oloan.

Selain mendatangi perkampungan Kelapa Dua Wetan, ternyata rombongan pria berbadan tegap ramai bergerombol di depan Markas Kepolisian Sektor Ciracas, Jalan Raya Bogor, Kelurahan Rambutan. Mereka mendesak polisi segera menangkap pelaku. Makin malam jumlahnya makin banyak hingga mencapai seribuan orang. ”Warung dan rumah warga minta ditutup,” ujar Ana, pedagang kaki lima di sekitar Polsek.

Ana mengaku sempat melihat di antara gerombolan pria berbadan tegap itu ada yang membawa pistol di pinggang. Ia melihatnya saat dua pria berboncengan singgah membeli bensin di tepi jalan. ”Ada juga yang bawa pisau di pinggang,” kata pedagang lain.

Menjelang pergantian malam, masyarakat mendengar massa makin beringas karena polisi tak kunjung bertindak. Mereka berteriak, lalu merangsek ke area Polsek. ”Mereka memukul kendaraan dan membakar Polsek,” ucap perempuan paruh baya, di samping Polsek. Akibat peristiwa ini, 21 mobil dan 2 sepeda motor di dalam Polsek rusak, 2 bangunan terbakar, serta 8 ruangan rusak.

Kepala Penerangan Komando Daerah Militer Jayakarta Kolonel Infanteri Kristomei Sianturi mengatakan Kodam Jaya masih mengumpulkan informasi terkait dengan dugaan personel TNI terlibat dalam perusakan rumah Oloan dan pembakaran kantor Polsek Ciracas. Ia pun meminta masyarakat melapor jika memiliki bukti keterlibatan anggota TNI dalam insiden tersebut. ”Kalaupun ada yang terlibat, dia melakukan perusakan itu atas nama pribadi, bukan TNI,” kata Kristomei. Ia mengatakan Kodam Jaya belum menemukan keterlibatan personel TNI dalam peristiwa perusakan itu.

Kepala Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Komisaris Besar Raden Argo Yuwono mengatakan polisi masih menyelidiki pelaku perusakan rumah Oloan dan kantor Polsek. Walau masih menyelidiki, Argo menampik kabar bahwa pelakunya adalah tentara. ”Kami tidak ada masalah dengan TNI,” ujarnya. Ihwal kasus pengeroyokan Komaruddin, menurut Argo, polisi sudah menangkap lima pelaku. Mereka dijerat dengan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan ancaman lima tahun penjara.

RUSMAN PARAQBUEQ, FRANSISCA CHRISTY ROSANA, ADAM PRIREZA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus