Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Terjebak Investasi Koin Ajaib

Ribuan orang menjadi korban penipuan investasi bitcoin dengan kerugian triliunan rupiah. Pelaku utamanya warga Malaysia.

15 Desember 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Fredy Wirajaya saat disergap korban investasi BTCPanda di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, Oktober 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bersama belasan temannya, Sandy Budiman menjebak Fredy Wirajaya pada akhir Oktober lalu. Kepada pengurus investasi mata uang virtual bitcoin BTCPanda.com itu, Sandy mengatakan ada tiga temannya yang tertarik menjadi calon nasabah. Mereka lantas mengatur pertemuan di salah satu restoran di Cilandak Town Square, Jakarta Selatan. Kebetulan hari itu Fredy akan mengisi seminar tata cara investasi bitcoin di pusat belanja tersebut.

Tanpa setahu Fredy, belasan orang sudah menunggu dia di sana. Mereka mengaku sebagai nasabah investasi bitcoin yang dikelola Fredy. Sandy juga membawa seorang polisi. Saat Fredy datang memenuhi undangan Sandy di restoran, mereka langsung menyergapnya.

Ketika hendak dibawa ke kantor Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Fredy melakukan perlawanan. Pria 29 tahun itu tak berkutik saat polisi menggiringnya ke kantor Polda Metro Jaya. ”Kalau kami biarkan dia mengisi seminar di sana, nanti korban penipuan makin banyak,” ujar Sandy, Selasa dua pekan lalu.

Fredy langsung menjalani pemeriksaan di Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya hingga keesokan harinya. Seusai pemeriksaan maraton tersebut, pria asal Sukabumi, Jawa Barat, itu dilepas. Salah satu penyidik Unit IV Subdirektorat Cyber Crime Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Inspektur Satu Sammy Waskitha Wiyata, mengatakan Fredy masih berstatus sebagai terlapor sehingga dilepas. ”Belum tersangka,” kata Sammy, Kamis pekan lalu. Pengacara Fredy, Edward, menyatakan kliennya tak bersalah sehingga dilepas polisi setelah menjalani pemeriksaan. ”Klien saya juga korban,” ujarnya.

Kasus dugaan penipuan investasi bitcoin bermula saat Sandy Budiman diajak seorang kawan mengikuti seminar di salah satu hotel di Jakarta Pusat, April dua tahun lalu. Dalam seminar yang bertema ”BTCPanda.com: Bagaimana Menjadi Sukses dan Menambah Kekayaan dengan Bitcoin?” itu, para peserta diperkenalkan pada keuntungan berinvestasi model crypto-currency.

Menurut Sandy, BTCPanda.com memperkenalkan diri sebagai komunitas investasi asal Malaysia. Pemimpinnya adalah T.S. Tang, Azuardi Herman, Jagdeep Singh Balakrishnan, Nazri Omar, dan Denesh Sinnathamby. Di Indonesia, mereka mempunyai orang-orang seperti Fredy Wirajaya dan Herman Makmur.

Herman Makmur, pengurus BTCPanda di Indonesia.

Lewat Fredy dan Herman, Nazri Omar cs menggelar seminar dari satu kota ke kota lain. Dalam promosinya, Fredy menyampaikan bahwa bitcoin terkenal di luar negeri. Banyak pesohor dunia mulai berinvestasi dalam uang elektronik yang dikembangkan pada 2009 itu. Para peserta seminar juga diajari cara mendapatkan bitcoin atau kerap disebut koin ajaib dan prediksi kenaikan harganya tiap saat. Di Indonesia sendiri, sejak awal 2018, pemerintah dan Bank Indonesia melarang bitcoin sebagai alat transaksi dan investasi.

Soal larangan bitcoin di dalam negeri tak berpengaruh terhadap upaya Fredy mempromosikan produk investasinya. Sejumlah orang antusias mengikuti seminarnya. Kepada mereka, Fredy menyampaikan bahwa cara terbaik menyimpan bitcoin adalah dengan menabung di BTCPanda.com. ”Mereka bilang, ’Anda akan mendapat bunga 1 persen per hari selama 15 hari,’” kata Sandy.

Bunga tersebut bisa diambil setelah 15 hari dari waktu menaruh investasi awal. Modal pokok juga bisa dicairkan. Tergiur pada iming-iming tersebut, Sandy akhirnya membeli 5 bitcoin lewat situs resmi, kemudian ditabung atau disimpan di BTCPanda.com. Saat itu, 1 bitcoin senilai Rp 7,5 juta.

Para pengurus BTCPanda juga menjanjikan keuntungan tinggi jika anggotanya bisa membawa peserta lain. Bila berhasil membawa 10 orang dengan masing-masing menabung 1 bitcoin, anggota tersebut akan diangkat sebagai manajer.

Janji manis pengurus Panda ini membuat Sandy makin tergoda untuk menginvestasikan seluruh tabungannya di BTCPanda. Bitcoin yang ia simpan di BTCPanda bertambah menjadi 77. Ia bahkan mengajak calon istri beserta keluarganya berinvestasi di sana. Total investasi Sandy, calon istri, dan keluarga senilai 122 bitcoin.

Belum genap satu bulan berinvestasi bitcoin di BTCPanda, Sandy mulai gelisah. Musababnya, Nazri Omar cs menyampaikan akan ada perubahan sistem di tabungan BTCPanda. Dalam aturan baru, uang pangkal (bitcoin) dan bunga-bunga itu tak bisa lagi dicairkan dalam waktu 15 hari sejak masa buka tabungan.

Para anggota diwajibkan membawa peserta baru sebanyak-banyaknya agar bitcoin mereka bisa dicairkan. Opsi lain: anggota tak perlu membawa peserta, tapi baru bisa mengambil tabungannya enam bulan kemudian. Merasa dipersulit, Sandy mulai menghimpun para investor tersebut.

Wiraswasta itu kemudian bertemu dengan anggota BTCPanda yang lebih dulu bergabung, Andri Effendi. Pengusaha asal Bangka tersebut ternyata sudah melaporkan Herman Makmur ke Polda Metro Jaya pada April 2016 atau saat Sandy baru bergabung dengan BTCPanda.

Sama seperti Sandy, Andri awalnya ditawari temannya agar datang ke Jakarta karena ada pengusaha asal negeri jiran yang akan memperkenalkan bisnis baru pada akhir 2015. Pria 47 tahun yang biasa bolak-balik Jakarta-Bangka untuk mengurusi bisnis propertinya itu pun menyempatkan diri hadir dalam acara seminar di Hotel Ibis, Jakarta Pusat, tersebut. ”Tiket pesawatnya mereka yang beliin, juga langsung dikasih kamar hotel. Kami kagetlah, ini bisnis apa,” ujarnya.

Saat tiba di hotel, Andri berjumpa dengan sekitar 30 orang dari berbagai daerah. Mereka juga mendapat perlakuan sama: tiket pesawat dan hotel gratis. Orang-orang ini berkumpul di restoran hotel untuk makan sambil ngobrol bersama Nazri Omar. ”Nazri bercerita tentang bisnis bitcoin. Seperti apa detailnya, dia bilang akan disampaikan dalam seminar pada malam harinya,” kata Andri.

Dalam seminar tersebut, Nazri cs memang tidak mewajibkan para peserta membeli bitcoin dan menempatkannya di BTCPanda. Namun, merasa sungkan karena sudah diongkosi tiket pesawat beserta akomodasi, Andri dan peserta lain akhirnya membeli 0,5-1 bitcoin. Tidak ada yang membeli bitcoin lebih dari satu pada malam itu. Pada akhir Desember 2015 itu, 1 bitcoin masih seharga Rp 5,8 juta.

Janji manis yang disampaikan Nazri dan Herman sama seperti yang dipaparkan kepada Sandy. ”Mereka bilang kalau simpan bitcoin saja bisa jadi masalah. Untuk menghindari itu, lebih baik bergabung dengan BTCPanda,” ujarnya.

Dengan segala iming-iming tadi, Andri masih berkukuh berinvestasi 0,5 bitcoin saja. ”Saya pikir kan kalau hanya 0,5 bitcoin kita anggap impas. Karena pesawat dan hotel dibayari. Namanya orang bisnis, pasti naluri bisnis ada. Coba-coba dulu, kan,” katanya.

Setelah pulang ke Bangka, Andri rutin mengecek akunnya di BTCPanda untuk membuktikan bunga 1 persen per hari selama 15 hari. ”Bapak pulang ke daerah, 15 hari kemudian Bapak bisa tarik keuntungan beserta modalnya. Kalau tidak terbukti, Bapak tidak usah ikut. Kalau terbukti, Bapak silakan menambah investasi,” ujar Andri menirukan perkataan Nazri dan Herman.

Ucapan Nazri dan Herman itu ternyata terbukti. Andri bisa menarik bunga tersebut beserta uang pangkalnya berupa 0,5 bitcoin tadi. Nilainya ternyata juga naik menjadi Rp 7,5 juta per 1 bitcoin. ”Kami mendapatkan keuntungan dari kenaikan harga bitcoin. Belum lagi bunga tiap hari juga,” katanya.

Mengalami ajaibnya investasi bitcoin, Andri akhirnya ketagihan. Apalagi Herman terus memanas-manasi para peserta di grup WhatsApp mengenai prediksi harga bitcoin yang terus meroket. Setelah mengambil keuntungan dan modal pertama tadi, Andri langsung memasang 5 bitcoin lagi.


Keduanya berharap polisi cepat menangkap para pelaku penipuan karena dalam dua tahun terakhir ini mereka terlacak selalu beroperasi dengan hanya berganti nama komunitas. ”Otoritas Jasa Keuangan juga sudah menyatakan mereka itu pelaku investasi bodong. Kurang bukti apa lagi?”


Andri menghitung hingga 15 hari lagi dan bisa menangguk keuntungan yang sama. Akhirnya dia mengajak anak dan istrinya berinvestasi di BTCPanda juga. Ia pun tergiur menjadi manajer dengan syarat mengajak 10 orang bergabung. Total bitcoin yang ia taruh di BTCPanda sebanyak 120 orang. Belum lagi bitcoin milik tetangga atau kolega yang ia ajak.

Andri menaksir BTCPanda pada 2015-2016 itu berhasil menjaring 3.000 anggota dengan investasi 5.000 bitcoin. Harga 1 bitcoin kini Rp 46,4 juta. Jika divaluasikan dengan nilai bitcoin saat ini, total kerugian masyarakat mencapai Rp 1,38 triliun.

Menurut Andri, gejolak muncul saat ada perubahan sistem dari para pengurus BTCPanda pada April 2016 itu. Merasa dipersulit, ia melaporkan Herman Makmur ke Polda Metro Jaya atas tuduhan penipuan. Namun penanganan kasus tersebut tak berjalan. Lima bulan kemudian, Sandy Budiman mewakili 60 investor lain juga melaporkan Herman dan Fredy Wirajaya ke Polda Metro Jaya. Tuduhannya sama: penipuan dan penggelapan.

Dua bulan setelah laporan Sandy, situs BTCPanda.com menghilang. Polisi mengaku tak bisa melacak website tersebut karena servernya ada di Amerika Serikat. Hal ini disampaikan Kepolisian RI dalam pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan kepada para pelapor pada Februari 2018.

Penyidik berencana melakukan pemanggilan terhadap para saksi korban serta terlapor, Herman dan Fredy. Namun panggilan itu tak kunjung dilakukan hingga para korban menjebak Fredy di Cilandak Town Square tadi. Andri Effendi dan Sandy Budiman tak begitu berharap uang mereka kembali meski keduanya terseok-seok memberikan ganti rugi kepada para anggota yang masuk melalui mereka.

Keduanya berharap polisi cepat menangkap para pelaku penipuan karena dalam dua tahun terakhir ini mereka terlacak selalu beroperasi dengan hanya berganti nama komunitas. ”Otoritas Jasa Keuangan juga sudah menyatakan mereka itu pelaku investasi bodong. Kurang bukti apa lagi?” ujar Andri.

Ihwal lambannya penanganan kasus hingga pelaku bisa gonta-ganti nama komunitas, Polri masih belum memberikan penjelasan. ”Kami cek dulu,” kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono.

Pengacara BTCPanda, Edward, mengatakan para peserta itu melakukan kecurangan karena mengajak sanak saudara-nya. ”Akan kami laporkan balik mereka dengan tuduhan pencemaran nama,” ujar Edward.

Penipuan Virtual

LINDA TRIANITA, RUSMAN PARAQBUEQ

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Linda Trianita

Linda Trianita

Berkarier di Tempo sejak 2013, alumni Universitas Brawijaya ini meliput isu korupsi dan kriminal. Kini redaktur di Desk Hukum majalah Tempo. Fellow program Investigasi Bersama Tempo, program kerja sama Tempo, Tempo Institute, dan Free Press Unlimited dari Belanda, dengan liputan mengenai penggunaan kawasan hutan untuk perkebunan sawit yang melibatkan perusahaan multinasional. Mengikuti Oslo Tropical Forest Forum 2018 di Norwegia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus