HARI-HARI ini Han Win Tansuma merasa seperti orang bisu disengat lebah. Penyebabnya, lima lembar giro bilyet senilai hampir Rp 100 juta, yang pekan lalu jatuh tempo, tak bisa dicairkan di Bank Agung Asia dan Natin Bank, keduanya di Medan. Surat berharga yang diterima dari Oei bersaudara itu memang tak ada dananya. Sengatan serupa dialami pula oleh belasan grosir beras di Sumatera Utara, yang menjual barangnya kepada Oei. Kerugian yang diderita pedagang besar beras itu seluruhnya Rp 2 milyar. Para grosir yang sudah melego ratusan ton beras itu segera mengadu ke polisi. "Kami sedang mencari di mana kini Oei berada," kata sebuah sumber di Poltabes Medan, kepada Monaris Simangunsong dari TEMPO. Tiga bersaudara Oei - Oei Tjeng Oh alias Aok, Oei Peng San alias Asan, dan Oei Peng An alias Aan - memang raib dari Medan. Keluarga mereka diam-diam turut menghilang, entah pindah ke mana. Toko mereka di Pusat Pasar Medan pun, Gunung Selamat, telah ditutup. Di pintunya tertempel selembar kertas segel. Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) melakukan itu, karena menurut sebuah sumber - Oei bersaudara tak mampu melunasi kredit mereka, sebesar Rp 150 juta. Yang dilakukan ketiga Oei, pekan ini, masih menjadi pembicaraan ramai di kalangan grosir beras. "Kami tidak menyangka mereka akan berbuat seperti itu. Bayangkan, mereka sudah menjadi grosir selama 20 tahun, melanjutkan usaha bapaknya. Dan selama ini pembayaran mereka selalu lancar saja," kata seorang grosir yang kena tipu sekitar 50 ton beras . Di perusahaan Gunung Selamat, katanya, Aok, 35, lebih banyak bertindak sebagai pengawas. Asan, 32, bertugas membina hubungan dengan grosir dan para pengecer, sedangkan si bungsu Aan, 27, memegang keuangan. Menurut Iskandar Marpaung, grosir yang luput dari tipuan, usaha Oei bersaudara sebenarnya cukup maju. Mereka dikenal sebagai grosir yang bonafide. "Setiap hari, rata-rata mereka bisa menjual 60 ton beras. Kalau untungnya Rp 2 saja per kilo, 'kan sudah bisa goyang kaki," kata Iskandar. Yang kena tipu bukan hanya grosir beras di Medan dan sekitarnya. Sebuah penggilingan di Kabupaten Simalungun, sekitar 130 km dari Medan, misalnya, juga kena Rp 300 juta. "Mereka belum mengadu, mungkin belum yakin bahwa Oei telah lari," kata sumber di kepolisian. Turiana Sitorus, 48, sepertinya juga tak yakin bakal kena tipu. "Sudah tiga tahun kami membina hubungan dagang, tak pernah cacat," katanya masygul. Ia bersama tiga temannya sudah telanjur menjual 200 ton beras kepada Oei, dengan pembayaran di belakang. Tunana jadi mencak-mencak sewaktu hendak menguangkan giro bilyet, 14 Januari lalu, ditolak pihak bank. "Bayar belakang" selama ini memang sudah menjadi kebiasaan di kalangan pedagang beras. Sebab itu, tak ada yang curiga ketika Oei kali itu juga membayar dengan sistem tersebut. Tapi, yang tak diketahui para pedagang adalah, Oei bersaudara ternyata melakukan banyak sekali transaksi dalam jumlah yang gila-gilaan, yang jatuh tempo pembayarannya tanggal 14 Januari. Rencana Oei, tampaknya, memang sudah diatur masak dan diperhitungkan dengan cermat. Tapi, ada juga pihak yang sempat untung dengan ulah tiga Oei, yaitu para pengecer beras di pinggiran Kota Medan. "Oei bersaudara menjual beras yang diperoleh dari grosir lain dengan harga murah. Rupanya, mereka ingin cepat mendapat uang kontan, untuk kemudian kabur," kata Marpaung. Tapi di Medan yang terguncang belakangan ini bukan hanya pedagang beras. Sejumlah pengusaha elektronik dan pemilik modal pun sedang kebakaran jenggot. Uang yang digaet dari mereka bahkan lebih besar - ditaksir mencapai Rp 6 milyar. Si penggaet, yang kini juga menghilang, adalah Asmara Gunawan alias Go Sui Ling, pemilik toko Multi Sinar di Jalan Zainul Arifin. Toko tersebut, yang sangat besar dan interiornya mewah meriah, dibuka sekitar Agustus lalu. Saat peresmian pembukaan toko, Gunawan mengundang banyak pengusaha besar dan orang-orang berduit di Medan bersantap di Diamond Restaurant. Hari itu, semua meja dia borong, berikut hidangan yang mewah-mewah. "Di saat makan, Gunawan menunjukkan transaksi perusahaannya dengan sejumlah perusahaan di Singapura, Hong Kong, dan Taipei. Transaksi atas barang-barang elektronik, termasuk berbagai jenis komputer, itu meliputi nilai milyaran rupiah," kata sebuah sumber di kepolisian. Dengan cara itu, Gunawan berhasil mengumpulkan uang dari orang yang diundangnya dengan mudah. Ia dipercaya, karena pada saat-saat pertama ia membayar lancar pinjaman berikut bunganya. Tapi, kemudian, ketika ia meminjam dalam jumlah aduhai, ia segera kabur dari Medan. Ketika dicek, toko mewahnya di Jalan Zainul Arifin itu cuma sewaan, yang semua biaya perbaikannya sesen pun belum dibayar. Menurut sumber TEMPO, Gunawan sejak awal sebenarnya sudah patut dicurigai. Sebab, sebelumnya, pada 1982, ia hanyalah seorang salesman pesawat televisi. Setahun kemudian ia menghilang. Begitu muncul, penampilannya sama sekali berubah: sudah naik mobil mewah dan berkalung yang digantungi berlian. Ia juga royal memberi hadiah. Kini Gunawan dicari - seperti juga Oei bersaudara. Foto mereka sudah disebar ke seluruh jajaran Polri di Sumatera Utara dengan catatan: buron.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini