Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Siapa yang Terlibat dalam Skandal Petral yang Diusut Faisal Basri dan Satgas Anti-Mafia Migas?

Ekonom senior Faisal Basri sosok yang memimpin Tim Satgas Anti-Mafia Migas pada 2014, termasuk mengusut skandal Petral.

9 September 2024 | 08.47 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom senior yang juga politikus Faisal Basri meninggal pada Kamis, 5 September 2024, karena serangan jantung. Ia dikenang sebagai sosok yang sangat berkontribusi terhadap negara. Salah satunya ketika menjadi ketua Satgas Anti-Mafia Migas pada 2014 silam. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Adapun Mantan Menteri ESDM, Sudirman Said, mengenang sosok Faisal sebagai ketua Satgas Anti-Mafia Migas pada awal pemerintahan Presiden Jokowi pada 2014. "Bang Faisal adalah pribadi yang kuat memegang prinsip, jujur, sederhana, dan tak henti memperjuangkan kebenaran sampai ujung usianya," kata Sudirman Said di Jakarta, Kamis, 5 September 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada saat itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menunjuk Faisal Basri sebagai Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi pada 14 November 2014. 

Tim yang sering dijuluki Satgas anti-Mafia Migas ini bertugas memberi rekomendasi kepada Kementerian terkait dengan pengelolaan minyak dan gas bumi. "Mengatasi masalah sistem harus dengan sistem," kata Sudirman Said, seperti dikutip Tempo, 16 November 2014

Bagi Sudirman Said, pemilihan Faisal Basri sebagai ketua Tim Satgas, didasari reputasinya sebagai orang yang jujur, teguh dan kompeten. "Karena kejujuran, keteguhan, dan kompetensinya saya memimta Faisal Basri untuk memimpin Tim Reformasi Tata Kelola Migas," katanya.

Empat tugas pokok yang harus dijalankan Tim Satgas  antara lain: me-review seluruh proses perizinan dari hulu ke hilir, menata ulang kelembagaan yang terkait dengan pengelolaan minyak dan gas, mempercepat revisi Undang-Undang Migas, dan merevisi proses bisnis untuk mencegah adanya pemburu rente dalam setiap rantai nilai industri migas

Tim ini bersifat adhoc sementara atau selama 6 bulan. Ketika masa tugasnya berakhir, Faisal dan kawan-kawan memberikan rekomendasi mengenai reformasi tata kelola migas, salah satunya pembubaran Pertamina Energy Trading Limited (Petral) setelah lebih dulu mengganti sejumlah petingginya.

Selain Petral, rekomendasi lain berupa pengalihan wewenang impor minyak mentah dan bahan bakar minyak oleh Petral ke ISC (integrated suplpy chain) dinilainya tak memuaskan. Menurutnya, kegiatan pembelian minyak nyatanya masih melalui Petral. "Karena trader bilang, 'It looks to me business as usual'," ujarnya. 

Pada Desember 2014, Tim Reformasi menemukan kecurangan yang dikenal dengan skandal Petral dalam pengadaan melalui perusahaan minyak pemerintah asing (NOC). Dengan pola ini, rantai pengadaan minyak terkesan pendek. Kenyataannya, banyak perusahaan minyak nasional yang sebenarnya tak memiliki sumber minyak sendiri.

Kecurigaan muncul saat Maldives NOC Ltd berhasil menang tender pengadaan. Perusahaan ini jelas-jelas tak memiliki sumber minyak. Berdasarkan informasi yang diperoleh Faisal, Maldives NOC beberapa kali digunakan sebagai kedok untuk memenuhi ketentuan pengadaan minyak oleh Petral.

Dalam perkembangannya, hasil audit forensik terhadap Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) menyebutkan terjadi anomali dalam pengadaan minyak pada 2012-2014.  Temuan lembaga auditor Kordha Mentha menyebut jaringan mafia minyak dan gas (migas) menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.

Berdasarkan keterangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, ada beberapa perusahaan pemasok minyak mentah dan bahan bakar minyak kepada PT Pertamina melalui Petral pada periode itu. Setelah diaudit, kata Sudirman, semua pemasok berafiliasi pada satu badan yang sama, yang menguasai kontrak US$ 6 miliar per tahun atau sekitar 15 persen dari rata-rata impor minyak tahunan senilai US$ 40 miliar.

"Itu nilai kontrak yang mereka kuasai, bukan keuntungan,” kata Sudirman kepada Tempo, Selasa, 10 November 2015. Namun, Sudirman enggan membeberkan grup usaha yang ia maksud. 

Akibat ulah mafia ini, lanjut Sudirman, Pertamina tidak memperoleh harga terbaik dalam pengadaan minyak ataupun jual-beli produk BBM. Sumber Tempo di Kementerian Energi mengatakan Petral menjadi kepanjangan tangan pihak ketiga untuk masuk proses pengadaan minyak. 

Menurut dia, pihak ketiga ini memiliki informan di tubuh Petral, yang membocorkan informasi pengadaan minyak, memunculkan perhitungan harga serta mengatur tender. “Sebelum disampaikan ke peserta tender, si pembocor menyampaikannya dulu ke jaringan tersebut."

NI MADE SUKMASARI  I  AYU PRIMA SANDI | ROBBY IRFANY | FERY FIRMANSYAH

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus