Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Sidang masih di kantor pak oon

Di kabupaten asahan, sidang pengadilan dilakukan di kantor kejaksaan kisaran. kepala lp tanjung balai usul agar sidang dilakukan di kantor pn tanjung balai. kepala kejaksaan kisaran menolak. (hk)

22 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENGURUS tahanan memang repot. Banyak pantangannya. Lebih repot lagi bila sarana yang disediakan juga mini. Ini terjadi terutama di daerah-daerah. Dari Palembang dulu pernah dilaporkan bahwa para tahanan, dengan tangan terborgol, harus berjalan kaki sepanjang lebih kurang satu kilometer (TEMPO, 30 Oktober 1971). Bukan pasal berjalan kakinya, tapi soal pengarakannya itulah yang banyak dibincangkan. Umurnnya orang mengatakan bahwa seorang tahanan belum dapat dikatakan bersalah sebelum hakim menyatakannya dengan suatu keputusan. Padahal penggiringan mereka di alam terbuka, lengkap dengan pengawalan bersenjata, tak pelak telah menimbulkan wasangka bagi khalayak bahwa mereka orang bersalah. Ada dua kemungkinan: pandangan masyarakat itu yang salah -- karena toh palu hakim belum diketukkan - atau cara membawa para tahanan yang harus dibetulkan. Yang terakhir ini yang jelas masuk akal. Di Kabupaten Asahan, sudah sejak 1968 Pengadilan Negeri Tanjung Balai membuka sidangnya sekali seminggu di kantor Kejaksaan Negeri Kisaran. Ini untuk perkara-perkara yang dilimpahkan oleh Kejaksaan tersebut. Maka para tahanan pada setiap Kamis harus didatangkan dri kota Tanjung Balai ke kota kedua, yang berjarak kira-kira 27 kilometer. Dengan tangan terborgol mereka dibawa beramai-ramai dalam berbagai jenis kendaraan. Ini tergantung situasi keuangan kantor Kejaksaan Negeri Kisaran. Bila ada uang, mereka naik bis. Tapi tak jarang mereka digotong dengan truk pengangkut ikan asin. Karena gratis. Yang untung bila di antara para tahanan ada yang berkantong padat: taksi dicarter atas beban si tahanan berduit. Bukan saja jaksa yang mengawal si tahnan kakap yang boleh naik, tahanan lainpun boleh menumpang. Betul, di sana sampai saat ini belum ada mobil tahanan. Macam Sudah Diatur Tapi soal bawa membawa orang tahahan ini dua bulan lalu jadi problim. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (LP) Pulau Simardan, Tanjung Balai, menyurati Ketua Pengadilan Negeri kota yang sama, serta menindaskan surat tersebut kepada Kepala Kejaksaan Negeri Kisaran. Surat 24 Nopember 1976 itu berisi keluh kesah para tahanan yang disidangkan di kantor Kejaksaan Kisaran. Jauhnya jarak dan sulitnya pengangkutan mengakibatkan para tahanan yang diangkut pagi hari baru dapat dikembalikan pada sorenya. Berarti hampir sehari mereka berpuasa. "Ini sama dengan penyiksaan fisik bagi mereka", antara lain bunyi surat yang diteken Lenggang Marinus Sinaga, Kepala LP. Disebutnya juga, dalam proses tersebut faktor keamanan sering terganggu. Dalam perjalanan pergi balik itu para tahanan kerap lari. Cuma surat itu tak menguatkan dengan data tahanan-tahanan yang lari selama ini. Kesimpulan surat: supaya meniadakan sidang-sidang di Kisaran, dan menggantinya dengan sidang di Pengadilan Negeri Tanjung Balai. Artinya jaksalah yang harus datang dari Kisaran ke Tanjung. Tiga hari kemudian -- masih pukul 8 pagi -- Oon Subandria Atmajaya SH, Kepala Kejaksaan Kisaran, menerima dua pucuk surat. Satu dari Kepala LP yang tadi. Oon terkejut membaca surat yang berbentuk tembusan itu. "Apa hak LP mencampuri urusan sidang pengadilan? LP itu kan hanya gudang untuk menyimpan tahanan dan hukuman", komentar Oon terhadap surat tersebut, sebagai dituturkannya kepada TEMPO bulan lalu di kantornya. Tapi Oon lebih terkejut lagi melihat surat yang kedua. Warkah tersebut bertanggal 27 Nopember, tak lain datang dari Bahtiar SH, Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Balai. Isinya merupakan ketetapan ditiadakannya sidang pengadilan di kantor Oon - terhitung mulai 1 Desember. Serba mendadak, setidaknya menurut penilaian Kepala Kejaksaan itu. Jadi tandatanya juga bagi Oon, bagaimana surat bertanggal hari yang sama dengan saat itu, pagi-pagi sudah sampai di mejanya. "Nampaknya semua macam sudah diatur", reaksi Oon. Terus Main Surat Diatur atau tidak, alasan yang dikemukakan Ketua Pengadilan Negeri sama dengan yang disampaikan Kepala LP. Hanya pada Ketua Pengadilan ada penopang lain:  akhir-akhir ini jumlah perkara yang disidangkan di Kisaran amat minim,  biaya yang dikeluarkan akan jauh lebih murah, bila jaksa yang datang ke Tanjung, ketimbang para hakim dan panitera serta para tahanan yang harus datang ke kota pak jaksa,  proses pembawaan para tahanan dengan tangan terbelenggu memberi kesan kepada khalayak bahwa mereka orang-orang yang sudah dinyatakan bersalah. Oon Subandria tak pelak jadi jengkel menghadapi surat Ketua Pengadilan ini. Ia menyesalkan kenapa ia tak diajak berkonsultasi lebih dulu. "Jarak Kisaran Tanjung Balai berapa jauh sih, sampai saya nggak dihubungi lebih dahulu, terus main surat saja", gerutu Oon. Menurutnya, tindakan Ketua Pengadilan ini samasekali tak mencerminkan isi dan jiwa Instruksi Bersama Ketua Mahkamah Agung, Jaksa Agung, Kapolri dan Menteri Kehakiman, Juli 1970, yang terkenal sebagai hasil pertemuan Cibogo III. Oon juga berpandangan alasan yang dikemulakan, baik oleh Ketua Pengadilan maupun Kepala LP, terlalu dicari-cari. Memang Beginilah Perihal berkurangnya jumlah perkara yang dilimpahkan jaksa, hal ini menurut Oon harus dipahami oleh semua pihak. Soalnya memang jumlah perkara yang datang dari kepolisian juga berkurang. Sebab? "Tanya saja polisi", jawab jaksa yang baru setahun menjabat Kepala Kejaksaan Negeri ibukota Kabupaten Asahan itu. Sebaliknya Oon mengakui, cara pembawaan tahanan dapat dinilai sebagai pelanggaran hak-hak asasi manusia -- untuk 'tidak dianggap bersalah' sebelum diputuskan hakim demikian. "Tapi situasi sekarang memang masih beginilah adanya", tangkis Oon pula. "Apa boleh buat, saya sendiri tidak senang sebenarnya", lanjutnya --sembari membenarkan bahwa memang kantornya belum memiliki mobil tahanan. Oon benar. Kondisi miskin begini bukan hanya nasib buruk kota Kisaran. Sehingga ia balik bertanya: "Bagaimana pula tentang tahanan Kejaksaan Tanjung Balai?" Di sana pun, menurut Oon, para tahanan dengan tangan dirantai digiring berjalan kaki dari LP ke Pengadilan yang jaraknya hampir dua kilometer. Bahkan lebih parah, karena para tahanan mau tak mau harus melewati pusat kota. "Nah kalau begitu, mana yang parah?" tanya Oon. Sambil menyandar pada kursi putarnya, jaksa ini menyambung: "Apakah dengan alasan yang sama, sidang di Tanjung Balai juga harus dihapuskan?". Bensin Hakim Hari itu juga kontan sang Kepala Kejaksaan ambil pena: tidak menyetujui putusan Ketua Pengadilan. Kecuali kalau Ketua mau menjamin beberapa usul Oon. Antaranya, Pengadilan di Tanjung dapat menjamin bahwa para saksi yang ada di sekitar Kisaran akan dapat hadk di Tanjung. Tapi tak selamanya saksi saksi berada di dekat Kisaran, bukan? Juga disinggung soal perongkosan. Oon heran mengapa Ketua Pengadilan membicarakan soal ini. Sebab semua pembiayaan untuk para tahanan adalah urusan Kejaksaan. Memang soal pengangkutan hakim, Kejaksaan tak ikut campur. Tapi karena Ketua Pengadilan mengutarakannya maka Oon perlu menanggapi bahwa dia bersedia membantu "sekedar uang bensin" untuk mengangkut para hakim ke Kisaran. Surat balasan Oon kedengaran pedas. "Apa boleh buat, saya memang bersedia untuk sekedar menyediakan uang bensin, komentarnya. Tidak terdengar bagaimana jawaban Ketua Pengadilan Tanjung atas balasan Oon tersebut. Hanya nyatanya sidang-sidang masih terus diadakan di kantor Oon padahal Ketua Pengadilan, Bahtiar SH, sebelumnya sudah mencanangkan tiadanya lagi sidang di Kisaran sejak 1 Desember. Hakim dan panitera setiap Kamis bermunculan di situ. Dan para tahanan sudah jelas. Mereka tetap dalam nasib yang sama. Terkadang naik prah ikan asin dan tangan tetap digari. Dan baru makan setelah larut senja. "Pokoknya sidang di sini jalan terus" komentar Oon. "Kami sudah bikin konsensus bersama", lanjutnya. Maksudnya sudah ada "peredaan ketegangan" antara dia dan Bahtiar. Bagaimana dengan tahanan? Malang terus.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus