Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Seni

Wanita Dan Bunga

Dr Lowen dan Irenf Larasati HS mengadakan pameran lukisan di balai budaya. Belum ada yang layak diton jolkan. Pameran di hotel-hotel besar perlu dirintis untuk popularisasi. (sn)

22 Januari 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PELUKIS wanita masih langka kita jumpai. Kalau satu dua orang kebetulan tampak, kita segera berharap tidak hanya melihat sekedar gambar-gambar bunga. Karena bunga sudah sejak lama selalu dikaitkan dengan kaum hawa yang halus. Melihat hal itu berulang-ulang di kanvas mereka, kendati pun masih selalu bisa mendapat pesona keindahan, kita merasa perlu ada pertukaran objek. Pelukis seperti Kartika misalnya toh tidak kehilangan kelembutan meskipun memilih objek-objek yang kasar dengan gaya pelotot yang sering semrawut. Di Balai Budaya, dua orang wanita D.T. Lowen dan Ireng Larasati HS - memamerkan karya-karya mereka 8 - 16 Januari ini. Hasil-hasil mereka boleh dikatakan masih bersifat studi. Harapan kita pun tak sampai terpenuhi, untuk mendapat sesuatu yang lebih dari bungabunga. D.T. Lowen, yang mengaku pernah mencicipi pendidikan senirupa di Inggeris, menyatakan lebih banyak belajar sendiri dari pengalamannya. Apa yang ada dalam pameran adalah hasil-hasilnya dalam 3 tahun yang terakhir. Jumlahnya mencapai 70-an. Mempergunakan material bermacam-macam serta mengarah pada lukisan komersiil, ia melukis juga binatang-binatang kecil, manusia, benda-benda dan pemandangan, di samping bunga. Tetapi agaknya ya g sempat dilakukannya dengan penuh perasaan adalah gambar bunga. Pada objek-objek lainnya, ia kelihatan masih bergulat dengan teknik, bentuk, komposisi, proporsi, warna dan bahkan penguasaan material itu sendiri. Ireng Larasati yang mengaku perrlah melahap ASRI selama 2 tahun, memajang 40 buah patterns dan figures yang diberinya nomor urut. Dalam format kecil-kecil, ia sampai pada komposisi dan irama-irama yang berusaha mencapai harmoni yang umum, yakni keserasian. Beberapa bentuk primitip dicobanya juga. Hasilnya adalah sebuah hiasan dinding yang belum melantunkan apaapa kecuali percobaan untuk menggauli warna. Dengan begini kedua, pelukis ini sebetulnya lebih pantas menunda dahulu niat mereka untuk pameran. Tak ada sesuatu yang cukup layak untuk dipertontonkan, kecuali bahwa keduanya rupa-rupanya memang telah berusaha keras untuk jadi pelukis. Mereka lebih cenderung menghasilkan gambar-gambar hias. Kebutuhan untuk pameran, tak bisa dilepaskan dari keinginan para pelukis untuk mengukir nama dan merebut pembeli. Hal ini sudah tentu tidak akan bisa ditampung hanya oleh Ruang Pameran TIM, Balai Pertemuan Mitra Budaya dan Balai Budaya sendiri. Usaha-usaha menyelenggarakan pameran dalam hotel-hotel besar -- untuk menyelamatkan setidak-tidaknya Balai Budaya, misalnya -- dengan demikian pantas dihargai. PW

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus